to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 59/M-DAG/PER/9/2012

TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 27/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG KETENTUAN ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 dengan perubahan amendemen nomor 59/M-DAG/PER/9/2012

Menimbang:

a. bahwa dalam upaya untuk memberikan kepastian berusaha dan rneningkatkan efektivitas pelaksanaan ketentuan Angka Pengenal Importir (API), serta penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.011/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan Untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal, perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API);

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad tahun 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

6. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

10. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

11. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4758);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4759);

16. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

17. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

18. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

19. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

20. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/6/2009 tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor dan Impor dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/10/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;

23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Mesin Serta Barang Dan Bahan Untuk Pembangunan Atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.011/2012;

24. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

25. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman;

26. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor;

27. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 27/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG KETENTUAN ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API).

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenarl Importir (API), diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 6 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean Indonesia.

2. Angka Pengenal Importir, yang selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir.

3. Importir adalah orang perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan impor.

4. Tes Pasar adalah kegiatan untuk menjual barang industri tertentu yang diimpor oleh Produsen yang belum dapat diproduksinya dengan tujuan untuk mengetahui reaksi pasar dan digunakan dalam rangka pengembangan usahanya.

5. Barang Komplementer adalah barang industri tertentu yang terkait dengan izin usaha industrinya, yang diimpor oleh produsen importir yang berasal dari dan dihasilkan oleh perusahaan luar negeri yang memiliki hubungan istimewa dengan importir.

6. Hubungan istimewa adalah hubungan antara perusahaan pemilik API dengan perusahaan yang berada di luar negeri dimana salah satu pihak mempunyai kemampuan mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain sesuai standar akuntansi yang berlaku.

7. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

8. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

9. Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

10. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

11. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

13. Dinas Provinsi adalah dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan di provinsi.

14. Dinas Kabupaten/Kota adalah dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan di kabupaten/kota.

15. Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Dewan Kawasan adalah Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun.

16. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagarigan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun."

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 4

(1) API-U sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 huruf a diberikan hanya kepada perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan.

(2) Impor barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk kelompok/jenis barang yang tercakup dalam 1 (satu) bagian (section) sebagaimana tercantum dalam Sistem Klasifikasi Barang berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Perusahaan pemilik API-U dapat mengimpor kelompok/jenis barang lebih dari 1 (satu) bagian (section) apabila:

(4) Kelompok/jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam API-U yang diberikan kepada masing-masing perusahaan.

(5) Bagian (section) dalam Sistem Klasifikasi Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperoleh melalui:

3. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 5A sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 5A

Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan barang yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan telah dipergunakan sendiri dalam jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, barang impor tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak lain."

4. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 9

(1) Barang industri tertentu yang diimpor sebagai barang komplementer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

(2) Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh melalui:

Pasal 10

(1) Impor barang industri tertentu sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 6 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-P yang telah ditetapkan sebagai Produsen Importir,

(2) Jumlah, jenis, dan Pos Tarif/HS barang industri tertentu serta jangka waktu importasi ditentukan berdasarkan rekomendasi dari instansi teknis pembina di tingkat pusat."

5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 11

(1) Untuk memperoleh penetapan sebagai Produsen Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, perusahaan pemilik API-P harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan:

(2) Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri menerbitkan penetapan sebagai Produsen Importir paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(3) Penetapan sebagai Produsen Importir berlaku untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan rekomendasi instansi teknis pembina ditingkat pusat."

6. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 18

(1) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada Kepala BKPM, untuk perusahaan penanaman modal yang penerbitan izin usahanya merupakan kewenangan Pemerintah.

(2) Kepala BKPM dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat eselon 1 yang membidangi pelayanan penanaman modal dan/atau pejabat eselon 2 yang membidangi pelayanan perizinan di BKPM.

(3) Penerbitan API-U dan API-P yang diterbitkan oleh Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pejabat eselon 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani untuk dan atas nama Menteri."

7. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 20

(1) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 kepada Kepala Dinas Provinsi.

(2) Penerbitan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk perusahaan penanaman modal dalam negeri selain perusahaan yang penerbitan izin usahanya merupakan kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan perusahaan selain badan usaha atau kontraktor sebagaimana dimaksud daIam Pasal 19 ayat (1).

(3) API-U dan AIP-P yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani untuk dan atas nama Menteri."

8. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 22

(1) Perusahaan di bidang penanaman modal yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh API-U dan API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus mengisi formulir isian sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini kepada Kepala BKPM, dengan melampirkan:

(2) Badan usaha atau kontraktor di bidang energi, minyak dan gas bumi, mineral serta pengelolaan sumber daya alam Iainnya yang melakukan kegiatan usaha, berdasarkan perjanjian kontrak kerja sama dengan Pemerintah Republik Indonesia, yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, harus mengisi formulir isian sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur lmpor, dengan melampirkan:

(3) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh API-U, harus mengisi formulir isian sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini kepada Kepala Dinas Provinsi dan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan:

(4) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 20 ayat (2) yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh API-P, harus mengisi formulir isian sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini kepada Kepala Dinas Provinsi dan tembusan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan:

(5) Penyampaian permohonan dan/atau tembusan sebagaimana dimaksud pads ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dapat dilakukan:

9. Diantara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 29 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a) sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:

10. Pasal 33 dihapus.

11. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 34

Perusahaan pemilik API atau importir yang melakukan impor tanpa API bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan impornya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan."

12. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 34A

(1) Dalam rangka monitoring dan evaluasi kebijakan impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan harus melakukan pengawasan terhadap impor yang dilakukan oleh perusahaan pemilik API-U dan API-P.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara penilaian kepatuhan (post audit) terhadap:

(3) Penilaian kepatuhan (post audit) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala dan secara sewaktu-waktu.

(4) Penilaian kepatuhan (post audit) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara berkoordinasi dengan instansi penerbit API dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

(5) Dalam rangka pelaksanaan penilaian kepatuhan (post audit) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal dapat membentuk Tim Terpadu Pengawasan API."

13. Di antara Pasal 41 dan Pasal 42 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 41A yang berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 41A

(1) Dalam hal di Pemerintahan Daerah Provinsi telah dibentuk Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Menteri dapat mendelegasikan penerbitan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) kepada Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

(2) Penerbitan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani untuk dan atas nama Menteri.

(3) Pengajuan permohonan, perubahan data API-U dan API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelaporan realisasi impor, disampaikan kepada Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

(4) Pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan Peraturan Menteri ini berupa pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk dan atas nama Menteri.

(5) Kepala Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu menyampaikan surat pemberitahuan pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan API-U dan API-P sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada perusahaan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur Impor, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Dinas Kabupaten/Kota di lokasi perusahaan berdomisili."

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 September 2012
MENTERI PERDAGANGAN R.I.,
ttd,
GITA IRAWAN WIRJAWAN