to English

PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 64/PERMENTAN/OT.140/12/2006

TENTANG
PEMASUKAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN
KARKAS, DAGING, DAN JEROAN DARI LUAR NEGERI

MENTERI PERTANIAN,

Menimbang:

Mengingat:

Memperhatikan:

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEMASUKAN DAN PENGAWASAN PEREDARAN KARKAS, DAGING, DAN JEROAN DARI LUAR NEGERI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

Pasal 2

(1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai:

(2) Peraturan ini bertujuan untuk mencegah kemungkinan masuknya HPHK dan/atau PHMU, serta menjamin ketenteraman bathin masyarakat melalui kegiatan pemasukan karkas, daging, dan jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 3

Ruang lingkup pengaturan pemasukan karkas, daging, dan jeroan meliputi:

Pasal 4

(1) Pemasukan karkas, daging dan Jeroan dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum setelah mendapat SPP dari Menteri.

(2) Pelaksanaan pemberian SPP sebagaimana dimaksud Menteri emlimpahkan kewenangan kepada Direktur jenderal Peternakan.

BAB II
JENIS KARKAS, DAGING, DAN JEROAN

Pasal 5

(1) Jenis karkas, daging, daging variasi (fancy meat) dan jeroan asal ruminansia besar dari luar negeri yang dapat disetujui pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran I Peraturan ini.

(2) Jenis daging ruminansia kecil, jenis daging babi , jenis daging Unggas yang dapat disetujui pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran II Peraturan ini;

(3) Jenis daging olahan dari luar negeri yang dapat disetujui pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran III Peraturan ini;

(4) Jenis karkas, daging, daging variasi (fancy meat), dan jeroan, daging ruminansia kecil, jenis daging babi , jenis daging Unggas dan daging olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dapat disetujui pemasukannya setelah dilakukan kajian resiko (risk assessment) oleh Tim.

BAB III
PERSYARATAN PEMASUKAN KARKAS, DAGING
DAN JEROAN DARI LUAR NEGERI

Bagian Pertama
Persyaratan Pelaku Pemasukan

Pasal 6

(1) Perorangan atau badan hukum untuk dapat melakukan pemasukan karkas, daging, dan jeroan dari luar negeri wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(2) Perorangan atau badan hukum selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga wajib mencegah kemungkinan masuk dan menyebarnya HPHK dan/atau PHMU serta zoonosis yang dapat ditularkan dan ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan dan ketenteraman bathin masyarakat.

Bagian Kedua
Persyaratan Negara dan Zona Asal

Pasal 7

(1) Suatu negara dapat ditetapkan sebagai negara asal pemasukan karkas, daging, dan jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia oleh Direktur Jenderal Peternakan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Tim.

(2) Tim dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan Penilaian sebagai karantina hewan.

(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan kriteria penilaian sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Negara asal karkas, daging, dan jeroan ruminansia harus memenuhi syarat status HPHK dan/atau PHMU meliputi sebagai berikut:

(2) Untuk daging sapi tanpa tulang dengan persyaratan tertentu dapat dipertimbangkan pemasukannya apabila berasal dari zona yang risikonya terhadap BSE dapat diabaikan (negligible BSE risk) atau dikendalikan (Controlled BSE risk).

(3) Daging sapi tanpa tulang selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;

(4) Pemasukan daging ruminansia besar disamping harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan dibawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta bebas dari penyakit Anthrax, Tubercullosis, Paratubercullosis, Brucellosis, Bluetongue, dan Blackleg.

(5) Mengenai persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Peternakan.

Pasal 9

(1) Pemasukan daging ruminansia kecil (rusa, kambing dan domba) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) juga harus berasal dari negara bebas penyakit Scrapie, Sheep Pox, Goat Pox dan Peste des Petits Ruminants.

(2) Pemasukan daging ruminansia kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan di bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta bebas dari penyakit Anthrax, Tubercullosis, Paratuberculosis, Brucellosis, Bluetongue dan Blackleg.

Pasal 10

(1) Negara asal pemasukan daging babi disamping harus bebas dari PMK, Rinderpest, Rift Valley Fever, juga harus bebas dari penyakit African Swine Fever, Swine Vesicular Disease, Nipah Virus, Japanese Encephalitis, Aujesky`s Disease, Athropic Rhinitis, Teschen Disease, dan Swine Pox.

(2) Pemasukan daging babi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan di bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir sebelum pelaksanaan ekspor telah dinyatakan bebas dari penyakit Hog Cholera, Transmissible Gastro Enteritis (TGE), Trichinosis dan Cysticercosis.

Pasal 11

(1) Negara asal pemasukan daging unggas harus bebas penyakit Notifiable Avian Influenza (NAI)

(2) Pemasukan daging unggas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan di bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir dalam radius 50 km sebelum pelaksanaan pengeluaran dari negara asal telah dinyatakan tidak dalam keadaan wabah penyakit Newcastle Disease (ND).

(3) Untuk pemasukan daging itik, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus berasal dari peternakan yang terdaftar dan di bawah pengawasan pejabat kesehatan hewan berwenang di negara asal serta sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir sebelum pelaksanaan pengeluaran dari negara asal telah dinyatakan bebas dari penyakit Duck Viral Hepatitis dan Duck Viral Enteritis.

Pasal 12

Persyaratan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 didasarkan atas evaluasi dari laporan status dan situasi penyakit hewan menular dari negara bersangkutan dan diakui oleh OIE/WOAH terhadap status bebas penyakit di negara dimaksud.

Bagian Ketiga
Persyaratan Unit Usaha di Negara Asal

Pasal 13

(1) Unit usaha dari negara asal yang telah ditetapkan yang akan melakukan pemasukan karkas, daging, dan jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan:

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak berlaku bagi unit usaha yang melakukan penyembelihan, penanganan dan pengolahan karkas/ daging babi.

Pasal 14

(1) Unit usaha yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan penilaian langsung di negara asal oleh Tim.

(2) Hasil penilaian Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direkomendasikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dalam menetapkan unit usaha.

(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditindaklanjuti dengan kerjasama bilateral dalam bentuk Protokol Kesehatan Hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.

Pasal 15

(1) Tim Penilai analisis risiko, Tim Penilai negara asal dan tim Penilai unit usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 7 dan Pasal 14 ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Pertanian.

(2) Keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain dokter hewan yang memenuhi persyaratan kualifikasi dalam bidang kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Peternakan serta dokter hewan karantina yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pasal 16

Apabila terjadi perubahan status kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan karantina hewan di negara asal sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 13 akan dilakukan penilaian ulang di negara asal dan unit usaha dinegara asal.

Pasal 17

Karkas, daging dan jeroan asal luar negeri harus disertai surat keterangan kesehatan (Veterinary Health Certificate/ Sanitary Certificate) dari Pejabat yang berwenang di negara asal, yang menyatakan sebagai berikut:

Bagian Keempat
Persyaratan Kemasan, Label, dan Pengangkutan

Pasal 18

(1) Karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri harus dikemas sehingga tidak terjadi pencemaran selama pengangkutan, dan kemasan daging tersebut harus:

(2) Label pada kemasan harus mencantumkan:

(3) Segel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh dokter hewan berwenang di negara asal dan harus tetap utuh sampai di tempat pemeriksaan di Indonesia.

Pasal 19

(1) Karkas, daging, dan jeroan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia sebelum dimuat ke dalam alat angkut harus dilakukan tindakan karantina di negara asal.

(2) Pengangkutan karkas, daging, dan jeroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara langsung dari negara asal ke tempat pemasukan di wilayah negara Republik Indonesia.

(3) Pemasukan karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri dengan cara transit dan atau re-ekspor melalui negara lain, dapat disetujui dengan pertimbangan khusus setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian oleh Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, serta tidak bertentangan dengan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 13.

(4) Setibanya ditempat pemasukan di wilayah negara Republik Indonesia karkas, daging, dan jeroan dikenakan tindakan karantina hewan.

Pasal 20

(1) Karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri yang diangkut dengan kontainer, disegel oleh Dokter Hewan yang berwenang di negara asal, dan hanya boleh dibuka oleh Petugas Karantina Hewan di tempat pemasukan.

(2) Karkas, daging, dan jeroan yang mempunyai Sertifikat Halal harus terpisah dari wadah atau kontainer karkas, daging, dan jeroan yang tidak mempunyai Sertifikat Halal.

(3) Selama dalam pengangkutan, temperatur dalam kontainer atau alat angkut harus dijaga stabil, untuk daging segar berkisar antara 0 OC sampai dengan 4 OC, dan untuk daging dan jeroan beku berkisar antara minus 18 OC sampai dengan minus 22 OC.

Pasal 21

Daging asal luar negeri untuk keperluan pakan hewan harus:

BAB IV
TATA CARA PEMASUKAN KARKAS, DAGING DAN JEROAN

Pasal 22

(1) Setiap orang atau badan hukum yang akan memasukkan karkas, daging, dan jeroan ke dalam wilayah Republik Indonesia wajib menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan melaui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai persyaratan sebagimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dan mencantumkan:

(3) Kepala Pusat Perizinan dan Investasi setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka paling lambat 3 (tiga) hari kerja harus sudah selesai memeriksa dokumen persyaratn sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dan segera memberikan jawaban ditunda, ditolak, atau diterima.

Pasal 23

(1) Permohonan ditunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), apabila masih ada kekurangan persyaratan yang harus dilaengkapi dan akan diberitahukan kepada pemohon secara tertulis.

(2) Pemohon dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah melengkapi kekurangan persyaratan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon belum melengkapi kekurangan persyaratan, permohonan dianggap ditarik kembali.

Pasal 24

(1) Pemohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) tidak benar.

(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada pemohon secara tertulis dengan disertai alasan penolakannya.

Pasal 25

(1) Permohonan yang diterima sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 93) oleh Kepala Pusat Perizinan dan Investasi disampaikan kepada Direktur jenderal Peternakan untuk dimohonkan SPP.

(2) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera memintakan pertimbangan teknis kepada Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 terhadap dipenuhinya persyaratan kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner di negara asal dan persyaratan karantina hewan.

(3) Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 13 dengan disesuaikan menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan situasi penyakit berdasarkan informasi dari OIE pada saat dilaksanakan penilaian.

(4) Pertimbangan teknis dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja harus sudah disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pasal 26

(1) Tim dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 wajib mempertimbangkan rekomendasi teknis dari Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi.

(2) Rekomendasi teknis dari Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemasukan karkas, daging, dan jeroan dari luar negeri untuk keperluan sosial, diplomatik, penelitian atau keperluan sendiri yang tidak melebihi 10 (sepuluh) kilogram dengan ketentuan tetap memperhatikan persyaratan negera asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 13, yang disertai dengan sertifikat kesehatan/sanitasi (health certificate/sanitary) dari Negara asal.

(3) Rekomendasi teknis sebagaimana dimnaksud pada ayat (1), anatar lain untuk dapat dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).

Pasal 27

(1) Direktur Jenderal Peternakan berdasarkan Pertimbangan teknis dari Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan saran pertimbangan dari Kepala Badan Karntina Pertanian paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja harus telah memberikan jawaban penolakan atau persetujuan.

(2) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur Jenderal Peternakan diberikan secara tertulis dengan disertai alasan yang disampaikan kepada pemohon melaui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.

(3) Permohonan yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diterbitkan SPP dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal dengan tembusan disampaikan Kepada Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Provinsi, dan Kepala Balai Besar/balai/Satasiun karantina hewan tempat pemasukan.

(4) Direktur Jenderal Peternakan dalam menerbitkan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperhatikan saran pertimbangan Kepala Badan Karantina Pertanian.

(5) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada pemohon melalui Kepala Pusat Perizinan dan Investasi.

Pasal 28

(1) Perorangan atau badan hukum yang telah memperoleh SPP dari Direktur Jenderal Peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dapat memasukkan karkas, daging, dan atau jeroan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.

(3) Apabila terjadi wabah penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11, di negara asal, SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak berlaku.

(4) Perorangan atau badan hukum yang melakukan pemasukan karkas, daging dan jeroan wajib memberikan laporan realisasi pemasukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan tembusan disampaikan Kepala Badan Karantina Pertanian dan Kepala Pusat Perizinan dan Investasi paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah masa berlaku SPP.

BAB V
TINDAKAN KARANTINA HEWAN

Pasal 29

(1) Setiap rencana pemasukan karkas, daging, dan jeroan dari luar negeri harus dilaporkan oleh pemilik atau kuasanya kepada petugas karantina di tempat pemasukan yang telah ditetapkan dalam Surat Persetujuan Pemasukan dengan cara mengisi formulir permohonan pemeriksaan karantina hewan dan melampirkan SPP.

(2) Laporan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat disampaikan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja sebelum alat angkut tiba di tempat pemasukan.

(3) Pada saat alat angkut tiba di tempat pemasukan, pemilik atau kuasanya wajib menyerahkan karkas, daging, dan jeroan beserta dokumen yang dipersyaratkan kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina.

(4) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

Pasal 30

(1) Tindakan karantina hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dapat berupa pemeriksaan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan/atau pembebasan.

(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membebaskan hama penyakit hewan karantina Golongan II.

Pasal 31

(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 meliputi pemeriksaan dokumen persyaratan dan pemeriksaan kesehatan/sanitasinya oleh dokter hewan Karantina di atas alat angkut sebelum diturunkan atau sebelum melewati tempat pemasukan.

(2) Tindakan pemeriksaan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kelengkapan, keabsahan dokumen, dan kesesuaian/kecocokan antara dokumen dengan kemasan/label/jumlah dan jenisnya.

(3) Tindakan pemeriksaan kesehatan/sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode pemeriksaan.

(4) Jika pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik dan/atau pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan di atas alat angkut atau tempat pemasukan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan di instalasi karantina hewan yang telah ditetapkan.

Pasal 32

(1) Tindakan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) berupa pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode pemeriksaan.

(2) Pengangkutan karkas, daging, dan jeroan dari tempat pemasukan ke Instalasi Karantina Hewan harus dalam pengawasan petugas Karantina Hewan.

(3) Setibanya di Instalasi Karantina Hewan, dilakukan:

Pasal 33

(1) Apabila pemasukan karkas, daging dan jerohan tidak dilengkapi dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:

(3) Setelah pemilik atau kuasanya dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4), maka dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagimana dimaksud dalam Pasal 32.

Pasal 34

(1) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dilakukan apabila :

(2) Setelah dilakukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka karkas, daging dan jerohan segera di bawa keluar dari wilayah negara Republik Indonesia dalam batas waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja yang dituangkan dalam berita acara penolakan.

(3) Dalam hal pemilik atau kuasanya tidak dapat menyediakan alat angkut dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 7 (tujuh) hari kerja dengan tetap mempertimbangkan tingkat risiko masuk dan menyebarnya hama penyakit hewan karantina.

(4) Dalam hal dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun serta wajib menanggung segala biaya penolakan.

Pasal 35

(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dilakukan apabila:

(2) Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu :

(3) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun serta wajib menanggung segala biaya pemusnahan.

Pasal 36

(1) Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dilakukan apabila:

(2) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau kuasanya menyelesaikan kewajiban menyetor jasa karantina sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

BAB V
PENGAWASAN PEREDARAN

Pasal 37

(1) Pengawasan terhadap peredaran karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri yang telah dibebaskan dari tindakan karantina dilakukan oleh petugas Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner yang ditunjuk oleh Kepala Dinas yang membidangi fungs・peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala paling kurang 6 (enam) bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diketahui adanya penyimpangan terhadap dipenuhinya persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pemeriksaan fisik karkas, daging, dan jeroan, pemeriksaan tempat penyimpanan, pemeriksaan tempat penjajaan, dan alat angkut.

(4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium sebagai pemenuhan keamanan, kesehatan, keutuhan dan kehalalan karkas, daging, dan jeroan yang beredar.

(5) Pemeriksaan terhadap tempat penyimpanan, tempat penjajaan dan alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pemeriksaan fisik higiene, sanitasi dan persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner.

(6) Pemeriksaan tempat penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

Pasal 38

(1) Petugas pengawas kesehatan masyarakat veteriner yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) melakukan pengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan melaporkan hasil pengawasannya secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan.

(2) Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi dan kabupaten/kota melaporkan hasil pengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri di wilayahnya kepada Direktur Jenderal Peternakan.

Pasal 39

(1) Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengangkutan, peredaran dan/atau penjajaan karkas, daging, dan jeroan asal luar negeri wajib menjaga tempat-tempat usahanya agar tetap dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi dan ketentraman bathin masyarakat.

(2) Setiap orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah melaporkan fasilitas tempat penyimpanan, dan/atau tempat penjajaan dan/atau alat angkut yang dipergunakan kepada Kepala Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota setempat;

(3) Setiap orang atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan melakukan peredaran anatar daerah/wilayah harus telah mendapatkan rekomendasi dari Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di daerah penerima;

Pasal 40

Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dan perlindungan konsumen dari karkas, daging, dan jeroan yang tidak memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan ketentraman bathin masyarakat, maka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dapat melibatkan partisipasi lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Asosiasi, dan lembaga masyarakat terkait lainnya dengan memperhatikan ketentuan dalam peraturan ini.

Pasal 41

Apabila di dalam wilayah kabupaten/kota tidak ada atau belum dibentuk dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, maka pelaksanaan pengawasan peredaran karkas, daging, dan jeroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 38, dilakukan oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi.

BAB VI
KETENTUAN SANKSI

Pasal 42

(1) Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 34 terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini, Direktur Jenderal Peternakan, Gubernur, Bupati/Walikota berwenang mengambil tindakan administratif.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

(3) Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan tingkat risiko yang diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan.

(4) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, dan c dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan.

(5) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan e, dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(6) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan oleh Gubernur.

Pasal 43

Disamping dikenakan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), perorangan atau badan hukum yang melanggar ketentuan dalam peraturan ini dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karatina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ; dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 44

Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan, ketentuan ini berlaku juga untuk daging olahan yang mempunyai risiko terhadap penyebaran penyakit hewan menular (zoonosis), lingkungan dan sumber daya hayati lainnya.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

Surat Persetujuan Pemasukan karkas, daging, dan jeroan yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya peraturan ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya selanjutnya menyesuaikan dengan peraturan ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 46

Dengan berlakunya peraturan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 745/Kpts/TN.240/12/1992 sepanjang menyangkut pemasukan karkas, daging, dan jeroan dari luar negeri dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 47

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2006
MENTERI PERTANIAN,
ttd

ANTON APRIYANTONO

 


(There is two "BAB V" in this document, but it's so in original.)