to English

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 30/PMK.04/2013

TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR, PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA EKSPOR, PENERIMAAN NEGARA ATAS BARANG KENA CUKAI, DAN PENERIMAAN NEGARA YANG BERASAL DARI PENGENAAN DENDA ADMINISTRASI ATAS PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.04/2008;

b. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan tertib administrasi penatausahaan penerimaan negara, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan sebagaimana tersebut huruf a di atas;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor, Penerimaan Negara Dalam Rangka Ekspor, Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai, Dan Penerimaan Negara Yang Berasal Dari Pengenaan Denda Administrasi Atas Pengangkutan Barang Tertentu;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor, Penerimaan Negara Dalam Rangka Ekspor, Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai, Dan Penerimaan Negara Yang Berasal Dari Pengenaan Denda Administrasi Atas Pengangkutan Barang Tertentu;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA IMPOR, PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA EKSPOR, PENERIMAAN NEGARA ATAS BARANG KENA CUKAI, DAN PENERIMAAN NEGARA YANG BERASAL DARI PENGENAAN DENDA ADMINISTRASI ATAS PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara Dalam Rangka Impor, Penerimaan Negara Dalam Rangka Ekspor, Penerimaan Negara Atas Barang Kena Cukai, dan Penerimaan Negara yang Berasal Dari Pengenaan Denda Administrasi Atas Pengangkutan Barang Tertentu, diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 20 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan hukum yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan untuk melakukan pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu.

2. Pembayaran adalah kegiatan pelunasan penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu oleh wajib bayar ke kas negara melalui Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea dan Cukai, atau Kantor Pos, dalam rangka pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai.

3. Penyetoran adalah kegiatan menyerahkan seluruh pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu yang diterima dari wajib bayar ke kas negara oleh Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, Pos Persepsi, Kantor Bea dan Cukai, atau Kantor Pos.

4. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar pengeluaran negara.

5. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor dan ekspor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.

6. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditujuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka impor dan ekspor.

7. PT. Pos Indonesia (Persero) yang selanjutnya disebut Kantor Pos adalah badan usaha milik negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta kantor pos dan giro.

8. Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.

9. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.

10. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat dengan NTB adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi.

11. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat dengan NTP adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Pos Persepsi.

12. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak, yang selanjutnya disingkat dengan SSPCP adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.

13. Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean dan cukai sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan ini.

14. Pertukaran Data Elektronik Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan dan Cukai adalah proses penyampaian dokumen pabean dan dokumen cukai dalam bentuk pertukaran data elektronik melalui komunikasi antar aplikasi dan antar organisasi yang terintegrasi dengan menggunakan perangkat sistem komunikasi data.

15. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

16. Surat Penetapan adalah surat tagihan yang diterbitkan oleh pejabat bea dan cukai atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

17. Penerimaan negara dalam rangka impor terdiri dari:

18. Penerimaan negara dalam rangka ekspor terdiri dari:

19. Penerimaan negara atas barang kena cukai terdiri dari:

20. Pendapatan pabean lainnya terdiri dari:

21. Pendapatan cukai lainnya terdiri dari:

22. Penerimaan Negara Bukan Pajak di bidang kepabeanan dan cukai yang selanjutnya disebut dengan PNBP adalah penerimaan negara yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas jasa pelayanan impor, ekspor, dan cukai."

2. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 3

(1) Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, antara lain berupa dokumen Pemberitahuan Pabean Impor atau Surat Penetapan.

(2) SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang impor, dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:

(3) Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang impor.

(4) Atas pelayanan kepabeanan di bidang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya."

3. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 4

(1) Pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai, disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya.

(1a) Penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:

(1b) Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(2) Penerimaan negara dalam rangka impor yang diterima oleh Kantor Pos disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya.

(3) Penyetoran penerimaan negara dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b."

4. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 6

(1) Pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor, antara lain berupa dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor atau Surat Penetapan.

(2) SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang ekspor dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:

(3) Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan di bidang ekspor.

(4) Atas pelayanan kepabeanan di bidang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya."

5. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 7

(1) Pembayaran penerimaan negara dalam rangka ekspor yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya.

(1a) Penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:

(1b) Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(2) Penerimaan negara dalam rangka ekspor yang diterima oleh Kantor Pos disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya.

(3) Penyetoran penerimaan negara dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b."

6. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yaitu ayat (3) dan ayat (4), sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 9

(1) Pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara atas barang kena cukai, antara lain berupa dokumen cukai atau Surat Penetapan.

(2) SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan di bidang cukai, dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat:

(3) Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan di bidang cukai.

(4) Atas pelayanan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya."

7. Ketentuan Pasal 10 ayat (1) diubah dan diantara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 10

(1) Pembayaran PNBP yang dilakukan di Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Pos Persepsi pada hari kerja berikutnya.

(1a) Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada periode tertentu, yaitu pada hari Selasa minggu berikutnya dalam hal:

(1b) Dalam hal hari Selasa jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(2) Penyetoran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang telah diberi nomor oleh Kantor Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b."

8. Ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambah 2 (dua) ayat, yakni ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 12

(1) Pembayaran penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dilakukan dengan menggunakan SSPCP yang dilampiri dengan dokumen yang menjadi dasar pembayaran penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu.

(2) SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu dengan ketentuan SSPCP dimaksud telah mendapat NTB/NTP dan NTPN.

(3) Dalam hal NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum dapat diterbitkan yang disebabkan oleh terjadinya gangguan terhadap MPN atau sebab lainnya, SSPCP yang telah divalidasi dengan teraan NTB/NTP dapat digunakan sebagai dasar untuk pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu.

(4) Atas pelayanan kepabeanan dalam pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberitahukan oleh Bank Persepsi atau Pos Persepsi kepada Kantor Bea dan Cukai paling lambat pada hari kerja berikutnya."

9. Ketentuan Pasal 13 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 13

(1) Bank Devisa Persepsi, Bank Persepsi, dan Pos Persepsi yang menerima pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, penerimaan negara atas barang kena cukai, dan penerimaan negara yang berasal dari pengenaan denda administrasi atas pengangkutan barang tertentu harus:

(2) Kantor Bea dan Cukai dan Kantor Pos yang menerima pembayaran penerimaan negara dalam rangka impor, penerimaan negara dalam rangka ekspor, dan penerimaan negara atas barang kena cukai, harus:

(3) Berdasarkan permintaan konfirmasi dari Kantor Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melakukan konfirmasi atas keabsahan SSPCP.

(4) Kantor Pos mengirimkan laporan bulanan ke Kantor Bea dan Cukai atas penyelesaian pembayaran dan penyetoran penerimaan negara atas barang kiriman pos."

10. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 15A, sehingga Pasal 15A berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 15A

Daftar Kantor Bea dan Cukai yang dapat melakukan penyetoran penerimaan negara pada periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1a), Pasal 7 ayat (1a), dan Pasal 10 ayat (1a), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini."

Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Februari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Februari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 206