to English

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.13/MEN/2012

TENTANG
SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka memenuhi persyaratan perdagangan hasil perikanan ke Uni Eropa dan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan memberantas kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, perlu meningkatkan penelusuran hasil tangkapan ikan oleh kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing;

b. bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum dalam rangka pelaksanaan Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengatur kembali Peraturan Menteri tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

2. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

4. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan;

7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.14/MEN/2011 tentang Usaha Perikanan Tangkap (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 326), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.49/MEN/2011 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 780);

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang Kepelabuhanan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 440);

Memperhatikan:

European Council (EC) Regulation No. 1005/2008 of 29 September 2008 establishing a community system to prevent, deter and eliminate illegal, unreported and unregulated fishing;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, yang selanjutnya disingkat SHTI, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor bukan dari kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing.

2. SHTI-Lembar Awal adalah surat keterangan yang memuat informasi hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan untuk tujuan pencatatan.

3. SHTI-Lembar Turunan adalah surat keterangan yang memuat informasi sebagian atau seluruh hasil tangkapan ikan sesuai dengan lembar awal sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa.

4. SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan adalah surat keterangan yang memuat informasi seluruh atau sebagian hasil tangkapan ikan yang didaratkan dari kapal penangkap ikan sebagai dokumen yang menyertai hasil perikanan yang dipasarkan ke Uni Eropa.

5. SHTI-Impor adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa hasil perikanan yang diekspor ke Uni Eropa menggunakan sebagian atau seluruh bahan baku ikannya berasal dari negara lain yang sudah menotifikasi Catch Certificate ke Uni Eropa.

6. Surat Keterangan Pendaratan Ikan, yang selanjutnya disingkat SKPI, adalah surat yang menyatakan bahwa hasil tangkapan ikan yang didaratkan bukan berasal dari kegiatan IUU Fishing.

7. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.

Bagian Kedua
Tujuan dan Ruang Lingkup

Pasal 2

Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan bertujuan untuk:

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi sertifikat, kewenangan penerbitan, syarat dan tata cara penerbitan SHTI.

BAB II
SERTIFIKAT HASIL TANGKAPAN IKAN

Pasal 4

(1) SHTI digunakan sebagai kelengkapan dokumen ekspor untuk hasil tangkapan ikan di laut yang berasal dari kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing.

(2) SHTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

(3) Selain SHTI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terhadap hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan asing yang masuk ke Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk diekspor kembali diterbitkan SHTI-Impor.

Pasal 5

(1) SHTI-Lembar Awal dan SHTI-Lembar Turunan diterbitkan untuk hasil tangkapan ikan yang berasal dari kapal penangkap ikan dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) gross tonnage (GT).

(2) SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan diterbitkan untuk hasil tangkapan ikan yang berasal dari kapal penangkap ikan dengan ukuran sampai dengan 20 (dua puluh) GT.

BAB III
KEWENANGAN PENERBITAN SHTI

Pasal 6

(1) Menteri memberikan kewenangan pelaksanaan SHTI kepada Direktur Jenderal selaku Otoritas Kompeten.

(2) Direktur Jenderal selaku Otoritas Kompoten dalam pelaksanaan penerbitan SHTI mendelegasikan kepada Otoritas Kompeten Lokal.

(3) Otoritas Kompeten Lokal terdiri dari:

(4) Otoritas Kompeten Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Otoritas Kompeten.

Pasal 7

Penetapan Otoritas Kompeten Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berdasarkan kriteria:

Pasal 8

(1) Apabila Otoritas Kompeten Lokal berhalangan, maka penerbitan SHTI dilaksanakan oleh Pejabat Alternate.

(2) Pejabat Alternate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Kompeten bersamaan dengan penetapan Otoritas Kompeten Lokal.

(3) Untuk dapat ditetapkan sebagai Pejabat Alternate harus memiliki Sertifikat Bimbingan Teknis Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan.

Pasal 9

(1) Dalam pelaksanaan sertifikasi hasil tangkapan ikan, Otoritas Kompeten berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan dan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

(2) Dalam pelaksanaan koordinasi Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mempunyai kewenangan:

(3) Dalam pelaksanaan koordinasi Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan mempunyai kewenangan melakukan pengawasan terhadap kapal penangkap ikan dan menyampaikan hasilnya kepada Otoritas Kompeten.

BAB IV
SYARAT DAN TATA CARA PENERBITAN SHTI

Pasal 10

Nakhoda, pemilik kapal, atau yang ditunjuk oleh pemilik kapal untuk mendapatkan SHTI-Lembar Awal, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Laporan hasil verifikasi pendaratan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e diterbitkan oleh Pengawas Perikanan paling lama 2 (dua) hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:

(2) Bentuk dan format laporan hasil verifikasi pendaratan ikan sebagaimana tersebut dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

(1) SKPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f diterbitkan oleh Kepala pelabuhan perikanan/pelabuhan umum atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari setelah dilakukan verifikasi terhadap:

(2) Bentuk dan format SKPI sebagaimana tersebut dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Otoritas Kompeten Lokal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap, dengan memperhatikan:

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa persetujuan atau penolakan penerbitan SHTI-Lembar Awal.

(3) Bentuk dan format SHTI-Lembar Awal sebagaimana tersebut dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

(1) Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Lembar Turunan, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

(2) Otoritas Kompeten Lokal berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan penerbitan SHTI-Lembar Turunan.

(3) Bentuk dan format SHTI-Lembar Turunan sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

(1) Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

(2) Ketentuan mengenai laporan hasil verifikasi pendaratan ikan dan SKPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g berlaku mutatis mutandis ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12.

(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Kompeten Lokal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan, paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan penerbitan SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan.

(4) Bentuk dan format SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan sebagaimana tersebut dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16

(1) Penanggung jawab UPI, eksportir atau yang ditunjuk untuk mendapatkan SHTI-Impor, mengajukan permohonan kepada Otoritas Kompeten Lokal dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Kompeten Lokal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kesesuaian persyaratan, paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan secara lengkap, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan penerbitan SHTI-Impor.

(3) Bentuk dan format SHTI-Impor sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

(1) Dalam rangka memastikan penelusuran hasil perikanan yang akan di ekspor ke Uni Eropa, Otoritas Kompeten Lokal dapat melakukan pengecekan asal bahan baku hasil perikanan pada UPI terkait.

(2) Pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan melibatkan Pengawas Perikanan dan petugas yang menangani pengolahan dan pemasaran ikan.

Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengisian SHTI-Lembar Awal, SHTI-Lembar Turunan, SHTI-Lembar Turunan Yang Disederhanakan, dan SHTI-Impor ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB V
PEMBINAAN DAN PELAPORAN

Pasal 19

(1) Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan terhadap penerbitan SHTI.

(2) Direktur Jenderal selaku Otoritas Kompeten melakukan pembinaan terhadap Kepala Pelabuhan Perikanan UPT Kementerian, Kepala Pelabuhan Perikanan UPT Daerah, dan Pejabat Alternate sebagai pelaksana penerbitan SHTI.

(3) Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan melakukan pembinaan terhadap UPI, eksportir, importir, dan pemilik kapal yang menggunakan SHTI.

(4) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan melakukan pembinaan terhadap Pengawas Perikanan dalam melaksanakan penerbitan laporan hasil verifikasi pendaratan ikan.

Pasal 20

(1) Otoritas Kompeten Lokal menyampaikan laporan pelaksanaan penerbitan SHTI kepada Otoritas Kompeten setiap bulan.

(2) Otoritas kompeten berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan evaluasi SHTI setiap 6 (enam) bulan.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan peninjauan dan pertimbangan penetapan Otoritas Kompeten Lokal.

Pasal 21

SHTI bukan merupakan surat jalan.

BAB VI
PENUTUP

Pasal 22

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.28/MEN/2009 tentang Sertifikasi Hasil Perikanan Tangkapan Ikan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 2012
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
SHARIF C. SUTARDJO