to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 78/M-DAG/PER/12/2012

TENTANG
KETENTUAN EKSPOR TIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mendukung kelestarian lingkungan dan pemanfaatan timah secara berkelanjutan, pemenuhan kebutuhan timah di dalam negeri, peningkatan daya saing ekspor timah, serta penyesuaian dengan penetapan sistem kiasifikasi barang yang baru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pertambangan mineral, perlu dilakukan pengaturan kembali ketentuan ekspor timah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

3. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3720) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3210) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3291);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Tahun 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5282);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5276);

13. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

15. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

16. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

17. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan Di Bidang Ekspor;

19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/6/2009 tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor dan Impor dengan Sistem Elektronik Melalui INATRADE Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2012;

21. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012;

22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Timah adalah logam berwarna putih keperakan dengan kekerasan rendah, berat jenis 7,3 g/cm3 serta mempunyai sifat konduktif panas dan listrik.

2. Bijih Timah adalah Timah yang belum dimurnikan dan masih dalam bentuk bijih atau pasir konsentrat Timah atau belum dalam bentuk batangan.

3. Timah Batangan dan Timah dalam bentuk lainnya adalah Timah paduan maupun tidak yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian.

4. Timah Solder adalah Timah dalam bentuk batangan dan bentuk lainnya yang digunakan untuk menyolder.

5. Ekspor Timah adalah kegiatan mengeluarkan Timah dari daerah pabean.

6. Eksportir Terdaftar Timah, selanjutnya disebut ET-Timah, adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan Ekspor Timah.

7. Izin Usaha Pertambangan, selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

8. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, selanjutnya disebut IUP Operasi Produksi, adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.

9. Izin Pertambangan Rakyat, selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

10. Izin Usaha Pertambangan Khusus, selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

11. Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, selanjutnya disebut IUPK Operasi Produksi, adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

12. Kontrak Karya, selanjutnya disebut KK, adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian mineral, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara.

13. Surat Perjanjian Kerjasama adalah surat perjanjian yang berisi kesepakatan antara IUP Operasi Produksi dengan pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dan/atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan dengan pemegang IUP yang ditandasahkan oleh pejabat yang menerbitkan sesuai kewenangannya.

14. Smelter adalah tempat kegiatan pengolahan dan pemurnian Bijih Timah.

15. Bursa Timah adalah pasar timah internasional di Indonesia yang merupakan bagian dari Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).

16. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan pemeriksaan barang ekspor yang dilakukan Surveyor.

17. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis atas Ekspor Timah.

18. Indonesia National Single Window, selanjutnya disebut INSW, adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for custom release and clearance of cargoes).

19. Portal INSW adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.

20. Pelabuhan Mandatori adalah pelabuhan yang ditetapkan sebagai pelabuhan penerapan secara penuh National Single Window (NSW) ekspor.

21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

22. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

Timah yang dibatasi ekspornya meliputi Timah Batangan dan Timah dalam bentuk lainnya (Pos Tarif/HS 8001.10.00.00 dan 8001.20.00.00), serta Timah Solder (Pos Tarif/HS 8003.00.10.00 dan 8003.00.90.00).

Pasal 3

(1) Timah Batangan dan Timah dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diekspor jika memiliki kandungan Stannum dengan kadar paling rendah 99,85% Sn.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku mulai tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan tanggal 30 Juni 2013.

(3) Terhitung mulai tanggal 1 Juli 2013, Timah Batangan dan Timah dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diekspor jika memiliki kandungan Stannum dengan kadar paling rendah 99,9% Sn dan unsur pengotor paling tinggi 0,1%.

(4) Ketentuan mengenai persentase kadar unsur pengotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Timah Solder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diekspor jika mengandung Stannum dengan kadar paling rendah 63% Sn dan Timbel dengan kadar paling tinggi 35% Pb serta unsur pengotor paling tinggi 2%.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

Pasal 5

Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ET-Timah dari Direktur Jenderal.

(2) Timah yang diekspor oleh ET-Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diolah dari Bijih Timah yang berasal dari IUP milik sendiri dan/atau kerja sama sebagaimana tercantum dalam surat pengakuan sebagai ET-Timah.

Pasal 7

(1) Untuk mendapat pengakuan sebagai ET-Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen:

(2) Direktur Jenderal menerbitkan pengakuan sebagai ET-Timah paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(3) Pengakuan sebagai ET-Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 3 (tiga) tahun.

(4) Bentuk pengakuan sebagai ET-Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1) Masa berlaku pengakuan sebagai ET-Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dapat diperpanjang.

(2) Permohonan perpanjangan pengakuan sebagai ET-Timah mengikuti ketentuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

Pasal 9

Setiap terjadi perubahan wilayah IUP Timah berupa pengurangan atau penambahan wilayah IUP Timah, ET-Timah wajib menyampaikan permohonan perubahan ET-Timah secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dokumen:

Pasal 10

(1) Setiap terjadi perubahan data perusahaan yang tercantum dalam pengakuan sebagai ET-Timah, ET-Timah wajib menyampaikan permohonan perubahan ET-Timah paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak terjadi perubahan data dimaksud.

(2) Permohonan perubahan ET-Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

Pasal 11

(1) Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diperdagangkan melalui Bursa Timah.

(2) Timah yang diperoleh dan perdagangan melalui Bursa Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diekspor oleh ET-Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2).

(3) Terhadap ET-Timah yang telah melakukan transaksi Timah di Bursa Timah tetapi mengalami pembekuan atau pencabutan pengakuan sebagai ET-Timah, maka Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diekspor oleh ET-Timah yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal dengan mempertimbangkan usulan dan pembeli Timah.

Pasal 12

(1) Harga rata-rata Timah pada Bursa Timah dan/atau harga rata-rata Timah pada bursa timah internasional pada saat Timah akan diekspor dapat digunakan sebagai dasar penghitungan iuran produksi/royalti.

(2) Dalam hal terdapat perbedaan yang signifikan antara harga rata-rata Timah pada Bursa Timah dengan harga rata-rata Timah pada bursa timah internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan harga Timah didasarkan pada harga rata-rata tertinggi dari 2 (dua) sumber harga Timah.

Pasal 13

(1) Timah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang.

(2) Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan sebagai Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.

(4) Direktur Jenderal menerbitkan penetapan sebagai Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk dan atas nama Menteri.

Pasal 14

(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis, Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(2) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis, Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

Pasal 15

(1) Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, ET-Timah harus mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor.

(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(3) Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai:

(4) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang telah dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS).

(5) Penerbitan LS oleh Surveyor paling lambat 1 (satu) hari setelah dilakukan pemeriksaan muat barang.

(6) LS digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

(7) LS yang diterbitkan oleh Surveyor hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengapalan.

(8) Biaya yang dikeluarkan atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Timah yang dilakukan oleh Surveyor dibebankan kepada ET-Timah.

(9) Atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Timah yang dilakukannya, Surveyor memungut imbalan jasa yang diberikannya yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.

Pasal 16

(1) ET-Timah wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor setiap bulan kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan dengan tembusan kepada:

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.

(3) Penyampaian laporan realisasi Ekspor Timah oleh ET-Timah dilakukan melalui http://inatrade.kemendag.go.id.

(4) Bentuk laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 17

(1) Surveyor wajib menyampaikan LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) melalui http://inatrade.kemendag.go.id.

(2) Dalam hal http://inatrade.kemendag.go.id sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi karena dalam keadaan memaksa (force majeure), LS disampaikan secara manual ke portal INSW.

(3) Bagi Surveyor yang menerbitkan LS di Pelabuhan Mandatori wajib menyampaikan LS segera setelah LS diterbitkan.

(4) Bagi Surveyor yang menerbitkan LS pada selain Pelabuhan Mandatori wajib menyampaikan LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterbitkan.

(5) Surveyor bertanggung jawab terhadap setiap LS yang telah diterbitkan.

Pasal 18

(1) Surveyor wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan dengan tembusan kepada:

(2) Surveyor wajib menyampaikan rekapitulasi LS setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan.

(3) Bentuk rekapitulasi LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 19

(1) Pengakuan sebagai ET-Timah dibekukan apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan:

(2) Pengakuan sebagai ET-Timah yang telah dibekukan dapat diaktifkan kembali apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan:

(3) Pengakuan sebagai ET-Timah dicabut apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan:

(4) Pembekuan, pengaktifan kembali, dan pencabutan pengakuan sebagai ET-Timah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 20

Penetapan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis dicabut apabila Surveyor:

Pasal 21

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 22

Pengakuan sebagai ET-Timah Batangan yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/MDAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Ekspor Timah Batangan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.

Pasal 23

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 04/M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Ekspor Timah Batangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2012
MENTERI PERDAGANGAN RI,
ttd.
GITA IRAWAN WIRJAWAN