to English

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR HK.03.1.23.10.11.08481 TAHUN 2011

TENTANG
KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu perlu dilakukan registrasi obat sebelum diedarkan;

b. bahwa ketentuan Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 Tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat yang diperbaiki dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 Tentang Registrasi Obat dan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat;

Mengingat:

1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);

7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;

8. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2005;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi;

11. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;

12. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.09.10.9030 Tahun 2010;

13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.2522 Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Distribusi Obat Yang Baik;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Formula adalah susunan kualitatif dan kuantitatif zat aktif dan zat tambahan dalam obat.

2. Formulir adalah formulir registrasi obat.

3. Hari adalah hari kerja.

4. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

5. Industri Farmasi Dalam Negeri adalah industri farmasi yang berlokasi di wilayah Indonesia yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan.

6. Informasi Produk adalah keterangan lengkap mengenai obat yang disetujui oleh Badan POM, meliputi khasiat, keamanan, cara penggunaannya, serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada ringkasan karakteristik produk dan informasi produk untuk pasien/brosur.

7. Informasi Produk untuk Pasien adalah informasi untuk pasien yang disetujui oleh Badan POM terkait khasiat, keamanan, dan cara penggunaan obat serta informasi lain yang dianggap perlu dengan menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti dan dipahami oleh pasien.

8. Izin Edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.

9. Kekuatan Sediaan adalah kadar zat aktif dalam obat.

10. Komposisi adalah susunan kualitatif dan kuantitatif zat aktif dalam obat.

11. Kontrasepsi adalah obat atau alat yang mengandung obat yang tujuan penggunaannya untuk mencegah terjadinya konsepsi.

12. Lisensi adalah pelimpahan hak dan wewenang penggunaan hasil penelitian dan pengembangan yang menyangkut khasiat, keamanan, mutu dan alih teknologi dalam pembuatan, dan/atau penggunaan nama dagang serta penjualan suatu obat.

13. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Narkotika.

14. Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.

15. Obat Baru adalah obat dengan zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan/rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia.

16. Obat Copy adalah obat yang mengandung zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah disetujui.

17. Obat Impor adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi luar negeri dalam bentuk produk jadi atau produk ruahan dalam kemasan primer yang akan diedarkan di Indonesia.

18. Obat Kontrak adalah obat yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri farmasi lain.

19. Obat Lisensi adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi dalam negeri atas dasar lisensi.

20. Obat produksi dalam negeri adalah obat yang dibuat dan/atau dikemas primer oleh industri farmasi di Indonesia.

21. Obat yang Dilindungi Paten adalah obat yang mendapatkan perlindungan paten berdasarkan Undang-Undang Paten yang berlaku di Indonesia.

22. Pemberi Kontrak adalah industri farmasi yang melimpahkan pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak.

23. Pemberi Lisensi adalah industri farmasi atau badan riset pemilik formula dan teknologi di dalam atau di luar negeri yang memberikan lisensi obat kepada industri farmasi pendaftar.

24. Pemilik Izin Edar adalah pendaftar yang telah mendapat persetujuan izin edar untuk obat yang didaftarkan.

25. Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan.

26. Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan.

27. Penerima Kontrak adalah industri farmasi yang menerima pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak.

28. Produk Biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang dgunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.

29. Produk Jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan.

30. Produk Ruahan adalah bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan kegiatan pengemasan untuk menjadi obat.

31. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. i

32. Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar.

33. Registrasi Baru adalah registrasi obat yang belum mendapat izin edar di Indonesia.

34. Registrasi Ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar.

35. Registrasi Variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan formulasi, metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan dan penandaan.

36. Registrasi Variasi Major (VaMa) adalah registrasi variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat.

37. Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) adalah registrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor dengan notifikasi maupun variasi major.

38. Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) adalah registrasi variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar.

39. Ringkasan Karakteristik Produk adalah informasi lengkap yang disetujui oleh Badan POM terkait deskripsi obat, khasiat dan keamanan obat dari data hasil uji klinik, dan informasi lain yang dianggap perlu serta berfungsi sebagai sumber informasi bagi petugas kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan informasi produk untuk pasien.

40. Sediaan lain yang mengandung obat adalah produk yang mengandung obat dengan teknologi khusus, termasuk tetapi tidak terbatas pada transdermal patch, implant, dan beads.

41. Similar Biotherapeutic Product (SBP) atau Produk Biologi Sejenis (PBS) adalah produk biologi dengan profil khasiat, keamanan, dan mutu yang similar/serupa dengan produk biologi yang telah disetujui.

42. Site Master File atau dokumen induk industri farmasi, selanjutnya disingkat SMF adalah dokumen yang berisi informasi spesifik tentang pemastian mutu, produksi, dan/atau pengawasan mutu dari proses pembuatan obat yang dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan terkait pada bangunan disekitarnya.

43. Stinel (Standar Informasi Elektronik) adalah standar informasi lengkap mengenai obat, khasiat, keamanan, cara penggunaan, serta informasi lain yang harus tercantum pada Informasi Produk.

44. Zat Aktif adalah komponen obat yang mempunyai efek farmakologis.

45. Zat Tambahan adalah komponen obat yang dimaksudkan sebagai zat pengisi, pelarut, pelapis, pembantu, propelan dan zat yang dimaksudkan untuk mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan atau sebagai zat warna dan tidak mempunyai efek farmakologis.

46. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang Pengawasan Obat dan Makanan.

BAB II
KRITERIA OBAT

Pasal 2

(1) Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar.

(2) Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan registrasi.

(3) Registrasi obat diajukan kepada Kepala Badan oleh Pendaftar.

Pasal 3

Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:

Pasal 4

(1) Kontrasepsi untuk program nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e berdasarkan penetapan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan keluarga berencana.

(2) Obat program nasional lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e berdasarkan penetapan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan kesehatan.

BAB III
KATEGORI REGISTRASI OBAT

Pasal 5

(1) Registrasi obat terdiri atas:

(2) Registrasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

(3) Registrasi variasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

(4) Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yaitu:

BAB IV
PERSYARATAN REGISTRASI

Bagian Pertama
Nama Obat

Pasal 6

(1) Nama obat yang diregistrasi dapat menggunakan:

(2) Nama generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai Farmakope Indonesia atau sesuai International Non-proprietary Names (INN) yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

(3) Nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa nama yang diberikan oleh Pendaftar untuk identitas obatnya.

(4) Pemberian nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan kajian mandiri (self assessment) dan menjadi tanggung jawab Pendaftar.

(5) Kajian mandiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

(6) Nama dagang obat bebas dan obat bebas terbatas yang mengandung paling sedikit satu zat aktif yang sama dan/atau kelas terapi yang sama dapat menggunakan nama dagang yang sama sebagai nama payung.

(7) Apabila di kemudian hari ada pihak lain yang lebih berhak atas nama obat yang tercantum dalam izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pendaftar bersedia mengganti nama obat.

Bagian Kedua
Registrasi

Pasal 7

(1) Registrasi obat dilakukan oleh Pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi.

(2) Obat yang diregistrasi dapat berupa:

(3) Obat Produksi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dapat berupa:

(4) Obat Produksi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diedarkan di dalam negeri dan/atau untuk keperluan ekspor.

(5) Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa:

(6) Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diedarkan di dalam negeri dan/atau untuk keperluan ekspor.

Bagian Ketiga
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri

Pasal 8

(1) Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri dilakukan oleh Pendaftar yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, untuk calon industri farmasi yang sedang melakukan pembangunan atau industri farmasi yang melakukan perluasan fasilitas produksi, persyaratan registrasi dapat berupa hasil inspeksi terhadap pelaksanaan pembangunan.

(3) Dalam hal registrasi dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka nomor izin edar akan diterbitkan setelah calon industri farmasi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Keempat
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan Lisensi

Pasal 9

(1) Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan lisensi dilakukan oleh penerima lisensi sebagai Pendaftar.

(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan memiliki dokumen perjanjian lisensi.

(3) Dokumen perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit harus memuat:

(4) Pemberi lisensi dapat berupa:

(5) Pemberi lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memiliki bukti status sebagai industri farmasi atau badan riset.

(6) Pemilik izin edar untuk Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan lisensi adalah industri farmasi pendaftar.

Bagian Kelima
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan Kontrak

Pasal 10

(1) Registrasi obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak sebagai Pendaftar.

(2) Pendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Pembuatan obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak dapat berupa:

(2) Formula obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak dapat berupa:

(3) Industri Farmasi pemberi kontrak dan Industri Farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap aspek khasiat, keamanan, dan mutu obat yang dikontrakkan, dengan penanggung jawab utama industri farmasi pemberi kontrak sebagai pemilik izin edar.

(4) Penerima kontrak tidak dapat mengalihkan pembuatan obat yang dikontrakkan kepada Industri Farmasi pihak ketiga.

Bagian Keenam
Registrasi Obat Impor

Pasal 12

Obat Impor diutamakan untuk:

Pasal 13

Obat program kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a berdasarkan penetapan oleh program kesehatan.

Pasal 14

(1) Obat penemuan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b terdiri atas:

(2) Obat originator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan:

Pasal 15

(1) Obat yang dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dapat berupa:

(2) Registrasi Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan justifikasi bahwa obat yang bersangkutan tidak dapat diproduksi di Indonesia.

Pasal 16

(1) Registrasi Obat Impor hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.

(2) Industri farmasi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan:

(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pendaftar harus menyerahkan dokumen SMF terbaru jika:

(4) Dalam hal Obat Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tahapan pembuatannya dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) industri farmasi di luar negeri, maka seluruh tahapan pembuatan dimaksud harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Registrasi Obat Impor dari fasilitas produksi yang sama dan bentuk sediaan yang sama dengan yang telah disetujui di Indonesia.

(6) Jika hasil evaluasi dokumen SMF memerlukan pembuktian terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, maka akan dilakukan pemeriksaan setempat.

Pasal 17

(1) Registrasi Obat Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) secara bertahap harus dilakukan alih teknologi untuk dapat diproduksi di dalam negeri.

(2) Alih teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tetapi tidak terbatas pada alih pengetahuan/kemampuan di bidang:

(3) Alih teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada perwakilan industri farmasi luar negeri di Indonesia atau industri farmasi lain di Indonesia berdasarkan kesepakatan antara pemilik dan penerima teknologi.

Bagian Ketujuh
Registrasi Obat Narkotika

Pasal 18

(1) Registrasi obat narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar yang memiliki izin khusus untuk memproduksi Narkotika dari Menteri Kesehatan.

(2) Registrasi obat narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan syarat dan tata cara sebagaimana dimaksud dalam kriteria dan tata laksana yang diatur dalam peraturan ini.

Bagian Kedelapan
Registrasi Obat Khusus Ekspor

Pasal 19

(1) Registrasi obat khusus ekspor dilakukan oleh Pendaftar.

(2) Registrasi obat khusus ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

(3) Pendaftar untuk registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).

(4) Pendaftar untuk registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1).

(5) Obat khusus ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang diedarkan di wilayah Indonesia.

Bagian Kesembilan
Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten

Pasal 20

(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi paten di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar pemilik hak paten, atau Pendaftar yang ditunjuk oleh pemilik hak paten.

(2) Hak paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat paten.

Pasal 21

(1) Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang masih dilindungi paten di Indonesia dapat dilakukan oleh Pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten.

(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(4) Khusus registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setelah memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu akan diberikan surat persetujuan sementara, nomor izin edar akan diserahkan setelah habis masa perlindungan paten.

BAB V
TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT

Bagian Pertama
Umum

Pasal 22

(1) Registrasi obat dilakukan setelah tahap pra-registrasi.

(2) Permohonan pra-registrasi dan registrasi diajukan oleh Pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan dilampiri dengan dokumen pra-registrasi atau dokumen registrasi.

(3) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai Format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD).

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan mengisi formulir sesuai contoh pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Petunjuk pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(6) Terhadap permohonan pra-registrasi dan registrasi dikenai biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.

Paragraf Kesatu
Dokumen Registrasi

Pasal 23

(1) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) terdiri atas:

(2) Dokumen pra-registrasi dan registrasi harus menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

(3) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(4) Tata cara penyusunan dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.

Pasal 24

(1) Dokumen administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a sesuai contoh dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(2) Dokumen Informasi Produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a terdiri atas:

(3) Dokumen penandaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a meliputi etiket/label, strip/blister, ampul/vial, catch cover/amplop, dan bungkus luar.

(4) Informasi Produk untuk pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan dokumen penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf latin.

(5) Penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia dalam informasi produk untuk pasien dan dokumen penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

(6) Selain menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Informasi Produk dapat ditambahkan bahasa selain bahasa Indonesia yang sesuai dengan informasi yang disetujui.

(7) Informasi Produk untuk Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, bila ditujukan untuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas harus disertakan pada kemasan terkecil, dapat berupa brosur, catch cover/amplop atau blister.

(8) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) untuk obat khusus ekspor.

(9) Informasi minimal yang harus dicantumkan pada dokumen Informasi Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(10) Informasi minimal yang harus dicantumkan pada Penandaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 25

(1) Dokumen mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b sesuai dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(2) Dokumen non-klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c sesuai dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(3) Dokumen klinik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d sesuai dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Paragraf kedua
Tanggung Jawab Pendaftar

Pasal 26

(1) Pendaftar bertanggung jawab atas:

(2) Tanggung jawab Pendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan secara tertulis dalam surat penyataan sesuai contoh dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(3) Setiap perubahan data dan/atau Informasi Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus mendapat persetujuan Kepala Badan.

Bagian Kedua
Proses Obat Pengembangan Baru

Pasal 27

(1) Obat yang dibuat dan melalui tahapan uji klinik di Indonesia sebelum diregistrasi harus melalui penilaian proses obat pengembangan baru.

(2) Penilaian proses obat pengembangan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur tersendiri oleh Kepala Badan.

Bagian Ketiga
Pra-registrasi

Pasal 28

(1) Permohonan pra-registrasi obat dilakukan untuk penapisan registrasi obat, penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan:

Pasal 29

(1) Paling lama dalam jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Kepala Badan memberikan surat Hasil Pra-Registrasi (HPR) kepada pendaftar.

(2) HPR berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal dikeluarkan.

(3) HPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat.

(4) Apabila sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan penambahan data atas dokumen administratif dan/atau teknis, maka kepada Pendaftar akan diberikan surat permintaan tambahan data.

(5) Dalam hal Pendaftar diberikan surat permintaan tambahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka perhitungan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan (clock off) sampai Pendaftar menyampaikan tambahan data yang diminta.

(6) Paling lama 20 (dua puluh) hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data, Pendaftar harus menyampaikan tambahan data.

(7) Dalam hal Pendaftar tidak dapat menyampaikan tambahan data dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka permohonan pra-registrasi ditolak dan biaya yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.

Pasal 30

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk Registrasi Variasi obat kategori 5 dan kategori 6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b dan c, dan Registrasi Ulang kategori 7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).

Bagian Keempat
Jalur Evaluasi

Pasal 31

Jalur evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) terdiri atas:

1. Jalur 40 (empat puluh) hari meliputi:

2. Jalur 100 (seratus) hari meliputi:

3. Jalur 150 (seratus lima puluh) hari meliputi:

4. Jalur 300 (tiga ratus) hari meliputi registrasi baru Obat Baru, Produk Biologi, Produk Biologi Sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan 3.

Bagian Kelima
Registrasi Baru

Pasal 32

(1) Permohonan Registrasi Baru diajukan oleh Pendaftar yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 26 dan Pasal 28 sampai dengan Pasal 31.

(2) Permohonan Registrasi Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mengisi Formulir sebagaimana contoh dalam Lampiran I dan melampirkan dokumen Registrasi Baru.

(3) Kelengkapan dokumen Registrasi Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk registrasi Obat Khusus Ekspor sesuai dengan persyaratan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Pendaftar obat khusus ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dapat mulai melakukan kegiatan ekspor sejak tanggal penyerahan dokumen registrasi.

Pasal 33

(1) Untuk registrasi obat yang termasuk dalam kategori 1, selain kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), Pendaftar juga harus menyerahkan rencana manajemen risiko.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang rencana manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan ditetapkan kemudian.

Bagian Keenam
Registrasi Variasi

Pasal 34

(1) Perubahan terhadap obat yang telah mendapat nomor izin edar harus dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Registrasi Variasi.

(2) Permohonan Registrasi Variasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mengisi Formulir sebagaimana contoh pada Lampiran I dan melampirkan dokumen Registrasi Variasi terkait perubahan yang diajukan.

(3) Jenis perubahan, persyaratan dan kelengkapan dokumen Registrasi Variasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran XV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 35

(1) Registrasi Variasi kategori 6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c diajukan dengan mengisi Formulir sebagaimana contoh pada Lampiran I dan melampirkan dokumen Registrasi Variasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3).

(2) Pendaftar dapat mulai melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sejak tanggal penyerahan dokumen Registrasi Variasi.

(3) Apabila perubahan yang diajukan tidak sesuai dengan jenis perubahan yang tercantum dalam Lampiran XV butir 3, maka registrasi akan diproses sesuai kategori Registrasi Variasi yang ditetapkan.

Bagian Ketujuh
Registrasi Ulang

Pasal 36

(1) Pengajuan permohonan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 (seratus dua puluh) hari sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya.

(2) Permohonan Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan mengisi formulir sebagaimana contoh yang tercantum dalam Lampiran I dan melampirkan dokumen Registrasi Ulang.

(3) Kelengkapan dokumen registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(4) Persetujuan atas permohonan Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edar.

(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk Registrasi Ulang dengan informasi terbaru terkait aspek:

Pasal 37

(1) Permohonan registrasi ulang yang diajukan bersamaan dengan perubahan tertentu, juga akan diproses sesuai ketentuan registrasi variasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

(2) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan dokumen sesuai Lampiran XV.

Bagian Kedelapan
Contoh Obat

Pasal 38

Kepala Badan dapat mewajibkan kepada Pendaftar untuk memberikan contoh obat, bahan obat, dan baku pembanding sesuai kebutuhan.

BAB VI
EVALUASI DAN PEMBERIAN KEPUTUSAN

Bagian Pertama
Evaluasi

Pasal 39

(1) Terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap dilakukan evaluasi sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2) Evaluasi dilaksanakan sesuai jalur evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

(3) Perhitungan waktu evaluasi sesuai dengan jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi lengkap.

Pasal 40

(1) Untuk melakukan evaluasi dibentuk:

(2) Kriteria, pembentukan, tugas, dan fungsi KOMNAS Penilai Obat dan Panitia Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan tersendiri oleh Kepala Badan.

Pasal 41

(1) Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian ilmiah dan pedoman penilaian khasiat keamanan oleh Penilai Khasiat-Keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b.

(2) Berdasarkan hasil evaluasi data khasiat dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KOMNAS Penilai Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala Badan.

(3) Apabila diperlukan klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan, KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar pendapat oleh Pendaftar.

(4) Untuk dengar pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Pendaftar disampaikan surat pemberitahuan secara tertulis.

(5) Hasil evaluasi khasiat dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pendaftar secara tertulis oleh Kepala Badan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 42

(1) Evaluasi data mutu dilakukan oleh Panitia Penilai Mutu sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b didasarkan pada kesahihan informasi dokumen dan data inspeksi CPOB terakhir.

(2) Informasi dalam dokumen mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan formula yang sama dengan yang akan dipasarkan dan proses pembuatannya telah tervalidasi.

(3) Jika diperlukan, untuk memastikan kesahihan informasi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan setempat di fasilitas pembuatan obat (in-situ).

Pasal 43

Evaluasi Informasi Produk dan Penandaan dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan untuk memastikan bahwa informasi yang tercantum pada Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c.

Pasal 44

(1) Dalam hal diperlukan tambahan data, permintaan tambahan data disampaikan kepada Pendaftar secara tertulis.

(2) Pendaftar harus menyampaikan tambahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 100 (seratus) hari setelah tanggal permintaan tambahan data.

(3) Dalam hal diperlukan tambahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perhitungan waktu evaluasi dihentikan (clock-off).

(4) Perhitungan waktu evaluasi akan dilanjutkan (clock-on) setelah Pendaftar menyerahkan tambahan data secara lengkap.

(5) Dalam hal Pendaftar tidak dapat memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Badan menerbitkan surat penolakan registrasi.

Bagian Kedua
Pemberian Keputusan

Pasal 45

(1) Keputusan Kepala Badan terhadap registrasi obat diberikan dengan mempertimbangkan:

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian persetujuan atau penolakan.

(3) Pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberikan kepada Pendaftar yang memenuhi persyaratan administrasi dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(4) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan jika tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Paragraf Kesatu
Persetujuan

Pasal 46

(1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) diberitahukan kepada Pendaftar secara tertulis berupa:

(2) Persetujuan Registrasi Variasi berupa persetujuan Izin Edar atau surat persetujuan perubahan yang merupakan adendum dari persetujuan Izin Edar yang telah diterbitkan.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan format sesuai Lampiran XVII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Paragraf Kedua
Penolakan

Pasal 47

(1) Penolakan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) disampaikan secara tertulis oleh Kepala Badan berupa Surat Penolakan.

(2) Dalam hal permohonan registrasi ditolak, biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.

(3) Registrasi yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan kembali dengan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Bab V tentang Tata Laksana Registrasi Obat.

(4) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format keputusan sesuai Lampiran XVIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Bagian Ketiga
Dengar Pendapat

Pasal 48

(1) Dalam hal adanya keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari KOMNAS Penilai Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis kepada Kepala Badan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan hasil evaluasi khasiat dan keamanan.

Bagian Keempat
Peninjauan Kembali

Pasal 49

(1) Dalam hal adanya keberatan terhadap keputusan registrasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala Badan secara tertulis.

(2) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali.

(3) Permohonan peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi.

(4) Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam bentuk dengar pendapat.

(5) Pembahasan terhadap permohonan peninjauan kembali dilakukan paling lama 100 (seratus) hari sejak dokumen diterima.

Bagian Kelima
Pengajuan Kembali Registrasi

Pasal 50

(1) Dalam hal registrasi ditolak, Pendaftar dapat mengajukan permohonan registrasi kembali sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab V tentang Tata Laksana Registrasi Obat.

(2) Dalam hal registrasi ditolak karena alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru dan paling cepat 1 (satu) tahun setelah tanggal surat penolakan.

BAB VII
MASA BERLAKU IZIN EDAR

Pasal 51

(1) Izin Edar obat berlaku paling lama 5 (lima) tahun selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

(2) Persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor Khusus Ekspor dan persetujuan Khusus Ekspor berlaku paling lama 5 (lima) tahun selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) untuk registrasi obat berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerjasama kurang dari 5 (lima) tahun, maka masa berlaku Izin edar sesuai dengan masa berlaku kerjasama dalam dokumen perjanjian.

(4) Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat diperpanjang selama memenuhi kriteria yang diatur dalam peraturan ini melalui mekanisme Registrasi Ulang.

(5) Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang dinyatakan sebagai obat yang tidak memiliki izin edar.

Pasal 52

Dalam hal perjanjian/penunjukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, maka izin edar obat yang bersangkutan dinyatakan dibatalkan.

BAB VIII
PELAKSANAAN IZIN EDAR

Pasal 53

(1) Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat yang telah mendapat izin edar selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan.

(2) Pelaksanaan kewajiban memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan dengan menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala Badan.

(3) Pelaksanaan impor obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Industri Farmasi Pemilik Izin Edar.

(4) Industri Farmasi Pemilik Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menunjuk Industri Farmasi lain atau Pedagang Besar Farmasi importir sebagai pelaksana impor obat.

(5) Kemasan siap edar yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa kemasan primer, kemasan sekunder dan Informasi Produk.

(6) Penyerahan kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan peredaran obat.

Pasal 54

(1) Pemilik Izin Edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan dan mutu obat selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Badan.

(2) Pemantauan khasiat, keamanan dan mutu obat selama obat diedarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan tersendiri.

BAB IX
EVALUASI KEMBALI

Pasal 55

(1) Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan evaluasi kembali.

(2) Evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) terdapat perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda dari data penunjang pada waktu registrasi.

(3) Keputusan terhadap hasil evaluasi kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis kepada pemilik izin edar untuk ditindaklanjuti.

BAB X
SANKSI

Pasal 56

Kepada Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 53, dan/atau Pasal 54 dapat dikenai sanksi administratif berupa:

Pasal 57

(1) Pemberian sanksi berupa pembatalan proses registrasi obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b, jika informasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dinyatakan tidak sahih.

(2) Pemberian sanksi berupa pembekuan/pembatalan izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c dan huruf d jika terjadi hal berikut:

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila memiliki alasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pembekuan izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada pemilik izin edar dengan menggunakan format sesuai Lampiran XIX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

(5) Pembatalan izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada pemilik izin edar dengan menggunakan format sesuai Lampiran XX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan.

(2) Dengan berlakunya Peraturan ini, registrasi yang diajukan sebelum diberlakukannya Peraturan ini, tetap akan diproses sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 Tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

Pada saat Peraturan ini berlaku, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 Tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 60

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Oktober 2011
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
KUSTANTINAH

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 634