to English

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-55/BC/2011

TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENELITIAN SURAT KETERANGAN ASAL DALAM RANGKA PERSETUJUAN ASEAN-AUSTRALIA-NEW ZEALAND FREE TRADE AREA (AANZFTA)

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Lampiran

Menimbang:

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pedoman Teknis Penelitian Surat Keterangan Asal dalam Rangka Persetujuan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

3. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengesahan Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 55);

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENELITIAN SURAT KETERANGAN ASAL DALAM RANGKA PERSETUJUAN ASEAN-AUSTRALIA-NEW ZEALAND FREE TRADE AREA (AANZFTA)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

2. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan.

3. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

5. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

6. Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.

7. Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area, yang selanjutnya disebut Persetujuan AANZFTA, adalah Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru.

8. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) adalah ketentuan yang wajib dipenuhi untuk menentukan asal (originitas) suatu barang dalam rangka Persetujuan AANZFTA.

9. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya disingkat SKA adalah dokumen yang membuktikan bahwa suatu barang yang diekspor telah memenuhi Ketentuan Asal Barang dalam rangka Persetujuan AANZFTA.

10. Kriteria Asal Barang (Origin Criteria) adalah criteria keasalan suatu barang yang telah disepakati sebagaimana diatur di dalam Ketentuan Asal Barang dalam rangka Persetujuan AANZFTA.

11. Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan yang berlokasi di negara ketiga (baik negara anggota AANZFTA atau negara bukan anggota AANZFTA) atau oleh eksportir yang berlokasi di negara anggota AANZFTA yang bertindak atas nama dan untuk kepentingan perusahaan lain di negara anggota AANZFTA tersebut.

12. Negara pengekspor kedua adalah negara anggota AANZFTA yang mengimpor dari negara anggota AANZFTA lainnya, kemudian mengekspor barang yang diimpornya tersebut ke negara anggota AANZFTA ketiga lainnya.

13. Back-to-back Certificate of Origin adalah SKA yang diterbitkan oleh negara pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh negara anggota pengekspor pertama.

14. Issued retroactively adalah penerbitan SKA yang dilakukan 3 (tiga) hari setelah tanggal pengapalan sampai dengan 12 (dua belas) bulan, yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak disengaja, atau terdapat alasan lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga SKA tidak dapat diterbitkan pada saat pengeksporan.

15. Certified True Copy adalah copy SKA yang diterbitkan sebagai pengganti SKA asli yang hilang atau rusak sebelum diserahkan kepada Kantor Pabean pelabuhan pemasukan untuk penyelesaian impor.

16. Retroactive Check adalah penelitian mengenai keotentikan dan keakuratan informasi dari SKA yang sedang diteliti.

17. Verification Visit adalah verifikasi yang dilakukan di negara asal barang oleh Direktorat Jenderal untuk memastikan keotentikan dan keakuratan informasi dari SKA dalam hal hasil retroactive check diragukan.

18. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan AANZFTA sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166/PMK.011/2011 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).

19. Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PIB adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor.

20. Overleaf notes adalah catatan mengenai petunjuk atau tata cara pengisian Form AANZ yang tertera pada halaman belakang form AANZ.

BAB II
TARIF PREFERENSI

Pasal 2

(1) Dalam rangka Persetujuan AANZFTA, barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi;

(2) Pengenaan Tarif Prefrensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Bagian Pertama
KRITERIA ASAL BARANG

Pasal 3

(1) Kriteria Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a harus memenuhi ketentuan:

(2) Kriteria Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan pedoman sebagaimana diuraikan dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Bagian Kedua
KRITERIA PENGIRIMAN

Pasal 4

Kriteria pengiriman sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf b, harus memenuhi kondisi sebagai berikut:

(1) barang dikirim langsung dari negara pengekspor ke negara pengimpor tanpa melalui negara lain yang bukan anggota AANZFTA; atau

(2) barang dikirim dari negara pengekspor ke negara pengimpor dapat transit di negara lain yang bukan anggota AANZFTA, dengan ketentuan:

Pasal 5

Untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Importir harus menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut kepada Pejabat Bea dan Cukai:

Bagian Ketiga
KETENTUAN PROSEDURAL

Pasal 6

(1) SKA dalam rangka Persetujuan AANZFTA menggunakan dokumen Form AANZ yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit/Issuing Authority yang telah ditunjuk di negara masing-masing.

(2) SKA dibuat dalam bahasa Inggris, terdiri dari 3 (tiga) lembar, satu lembar asli (original) dan dua copy (duplicate dan triplicate). Lembar asli dikirim oleh eksportir kepada importir untuk diserahkan kepada kantor pabean di pelabuhan pemasukan (negara pengimpor).

(3) Pada setiap lembar SKA tertera nomor referensi dan terdapat tanda tangan dan stempel resmi dari Instansi Penerbit/Issuing Authority. Tanda tangan dan stempel dapat dilakukan secara elektronik.

(4) Ketentuan mengenai bentuk SKA sesuai dengan pedoman sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(5) Dalam satu SKA, dapat berisi lebih dari satu jenis barang, dengan syarat setiap barang memiliki kriteria asal barang masing-masing.

(6) SKA diterbitkan menjelang, atau tidak lebih dari tiga hari kerja setelah tanggal eksportasi.

(7) Dalam hal SKA tidak dapat diterbitkan dalam waktu sebagaimana diatur pada ayat (6), dengan alasan tertentu yang dapat diterima, maka penerbitan SKA dapat dilakukan selama satu tahun sejak tanggal eksportasi dengan diberi tulisan/cap “ISSUED RETROACTIVELY”.

(8) Dalam hal SKA hilang atau rusak sebelum diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk penyelesaian impor, maka eksportir atau agen yang ditunjuknya dapat mengajukan permohonan kepada Instansi Penerbit/Issuing Authority di negara pengekspor untuk menerbitan copy SKA (Certified True Copy), dengan ketentuan:

(9) Dalam hal terdapat kesalahan pengisian SKA, koreksi atas pengisian harus dilakukan dengan cara:

Pasal 7

Berdasarkan permohonan eksportir di negara pengekspor kedua, Instansi Penerbit/Issuing Authority di negara tersebut dapat menerbitkan Back-to-Back SKA dengan ketentuan:

Pasal 8

(1) Pengiriman barang yang dilindungi dengan SKA dapat menggunakan third party invoice.

(2) Nomor invoice yang dikeluarkan oleh produsen (negara anggota AANZFTA yang mengirim barang) dan nomor invoice yang dikeluarkan oleh pihak ketiga (negara yang melakukan transaksi) dicantumkan pada kolom 10 SKA.

(3) Untuk transaksi yang menggunakan third party invoice diberi tanda (√) pada box “SUBJECT OF THIRD-PARTY INVOICE” pada kolom 13 SKA;

Pasal 9

(1) Importir wajib mencantumkan pada kolom 19 PIB:

(2) Importir wajib menyampaikan lembar asli SKA kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean pelabuhan pemasukan pada saat pengajuan PIB hard copy.

BAB III
PENELITIAN DOKUMEN PIB DAN SKA

Pasal 10

Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap dokumen PIB sebagai berikut:

Pasal 11

Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap dokumen SKA sebagai berikut:

Pasal 12

Surat Keterangan Asal (SKA) dianggap diragukan keabsahannya dalam hal:

Pasal 13

Dalam hal SKA terdiri dari beberapa jenis barang, permasalahan yang terkait dengan salah satu jenis barang, tidak boleh mempengaruhi atau menunda pemberian tariff preferensi atas jenis barang lainnya yang tercantum dalam SKA dimaksud.

Pasal 14

(1) Perbedaan kecil (minor discrepancies) antara SKA dengan PIB dan/atau dokumen pelengkap pabean lainnya tidak menyebabkan SKA dianggap tidak sah, sehingga tidak mempengaruhi pemberian tarif preferensi;

(2) Perbedaan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan secara rinci dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

BAB IV
KEPUTUSAN PEJABAT BEA DAN CUKAI

Pasal 15

Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai memberikan tariff preferensi dan memberikan tanda (√) pada box Preferential Treatment Given pada kolom 4 SKA serta menandatanganinya.

Example-1

Pasal 16

(1) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai tidak memberikan tarif preferensi, dengan memberikan tanda (√) pada box Preferential Treatment Not Given pada kolom 4 SKA disertai alasan yang menyebabkan tarif preferensi tidak dapat diberikan serta menandatanganinya.

Example-2

(2) Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) atas selisih kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) berdasarkan tarif bea masuk yang berlaku umum (MFN);

(3) Dalam hal Importir keberatan atas penerbitan SPTNP, maka Importir dapat mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 17

(1) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diragukan, Pejabat Bea dan Cukai menunda atau tidak memberikan tarif preferensi, dengan memberikan tanda (√) pada box Preferential Treatment Not Given pada kolom 4 SKA disertai alasan yang menyebabkan tariff preferensi ditunda atau tidak dapat diberikan (dalam bahasa Inggris) serta menandatanganinya.

Example-3

(2) Melakukan retroactive check dengan mengirimkan surat dilampiri Fotokopi SKA kepada Instansi Penerbit/Issuing Authority yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pabean dengan tembusan kepada Direktorat Teknis Kepabeanan, Direktorat Kepabeanan Internasional, Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai/Unit yang Menangani Keberatan dan Direktorat Penindakan dan Penyidikan yang berisi:

(3) Menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) atas selisih kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) berdasarkan tariff bea masuk yang berlaku umum (MFN);

(4) Dalam hal Importir keberatan atas penerbitan SPTNP, maka Importir dapat mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(5) Dalam hal Kepala Kantor Pabean telah menerima jawaban konfirmasi keabsahan SKA dari Instansi Penerbit/Issuing Authority, maka diwajibkan untuk meneruskan jawaban konfirmasi tersebut kepada Unit yang Menangani Keberatan dengan tembusan kepada Direktorat Teknis Kepabeanan, Direktorat Kepabeanan Internasional dan Direktorat Penindakan dan Penyidikan.

(6) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya jawaban konfirmasi dari Instansi Penerbit/Issuing Authority, Kepala Kantor Pabean menyampaikan keterangan tertulis kepada Instansi Penerbit/ Issuing Authority.

(7) Dalam hal Instansi Penerbit/Issuing Authority tidak memberikan jawaban atas konfirmasi SKA dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari, sejak diterimanya permintaan konfirmasi SKA, Pejabat Bea dan Cukai dapat mengambil keputusan sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB V
VERIFICATION VISIT

Pasal 18

(1) Dalam hal hasil retroactive check diragukan kebenarannya, Direktur Jenderal dapat melakukan verification visit.

(2) Dalam hal diperlukan verification visit, Direktur Jenderal harus menyampaikan permintaan secara tertulis kepada Instansi Penerbit/Issuing Authority, minimal 30 hari sebelum verification visit dilaksanakan.

(3) Dalam hal Instansi Penerbit/Issuing Authority bukan merupakan instansi pemerintah, permintaan secara tertulis ditujukan kepada otoritas kepabeanan negara pengekspor.

(4) Permintaan tertulis sebagaimana tersebut pada ayat (1), wajib memuat:

(5) Kewajiban Instansi Penerbit/Issuing Authority dalam menjawab permohonan tersebut pada ayat (1) dan (2) adalah 30 hari sejak tanggal permohonan tertulis disampaikan, untuk menyampaikan apakah eksportir atau produsen telah menyetujui permintaan verification visit.

(6) Pejabat Bea dan Cukai tidak diperkenankan mengunjungi lokasi atau pabrik eksportir atau produsen tanpa ijin tertulis dari eksportir atau produsen tersebut.

(7) Pejabat Bea dan Cukai wajib menyelesaikan penelitian keabsahan SKA dan mengambil keputusan dalam waktu 150 hari sejak tanggal permohonan disampaikan kepada Instansi Penerbit/Issuing Authority berdasarkan ayat (1) dan wajib memberikan keputusan secara tertulis apakah barang-barang yang tersebut dalam SKA berhak untuk mendapatkan preferensial tarif kepada para Pihak yang berkepentingan dalam waktu 10 hari sejak keputusan diambil.

(8) Pihak yang terlibat dalam verification visit wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam proses verifikasi dan hanya boleh memberitahukan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk administrasi dan pemberlakuan penentuan asal barang.

BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN DAN PENUTUP

Pasal 19

(1) Surat Keterangan Asal tidak dipersyaratkan untuk:

(2) Kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan ketentuan bahwa importasi tersebut bukan merupakan bagian dari satu atau lebih importasi yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk menghindari penyampaian Surat Keterangan Asal Form AANZ.

Pasal 20

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 20 Desember 2011.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Desember 2011
DIREKTUR JENDERAL,
ttd,
AGUNG KUSWANDONO
NIP 19670329 199103 1 001