to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 64/M-DAG/PER/10/2012

TENTANG
KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mendukung hilirisasi produk industri kehutanan perlu didukung oleh sumber bahan baku yang legal dan dikelola secara lestari;

b. bahwa dalam rangka mendorong ekspor dan mencegah perdagangan kayu dan produk kayu ilegal, penyesuaian dengan penetapan sistem klasifikasi barang yang baru dan standard verifikasi legalitas kayu, perlu mengatur kembali ketentuan ekspor produk industri kehutanan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagairnana dimaksud dalarn huruf a dan huruf b, perlu rnenetapkan Peraturan Men ten Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

2. UndangUndang Nornor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 3274);

3. Undang Undang Nornor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 3612) sebagairnana telah diubah dengan Undang-Undang Nornor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 4661);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

6. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

7. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

8. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pernbentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

10. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 92/M-DAG/KEP/3/2007 tentang Pendelegasian dan Pelimpahan Wewenang Penandatanganan Surat Pengakuan, Pendaftaran, Perizinan, atau Persetujuan Tertentu di Bidang Ekspor dan Impor;

11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

12. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan;

13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2011;

14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Produk Industri Kehutanan adalah produk kayu olahan dan turunannya serta barang jadi rotan.

2. Kayu adalah bagian dan batang pohon yang mengandung kambium (ligno selulosa) tidak termasuk bambu dan/atau sejenisnya.

3. Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan yang selanjutnya disingkat ETPIK adalah perusahaan industri kehutanan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan ekspor Produk Industri Kehutanan.

4. Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan Non-Produsen yang selanjutnya disingkat ETPIK Non-Produsen adalah perusahaan perdagangan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan ekspor Produk Industri Kehutanan.

5. Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu yang selanjutnya disingkat LVLK adalah lembaga berbadan hukum Indonesia yang melakukan verifikasi legalitas kayu.

6. Sertifikat Legalitas Kayu yang selanjutnya disingkat S-LK adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin, pemegang hak pengelolaan, atau pemilik hutan hak telah memenuhi standar legalitas kayu.

7. Dokumen V-Legal adalah dokumen yang menyatakan bahwa produk kayu memenuhi standar verifikasi legalitas kayu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Unit Informasi Verifikasi Legalitas Kayu atau Licensing Information Unit (LIU) adalah unit pengelola informasi verifikasi legalitas kayu yang berkedudukan di Kementerian Kehutanan.

9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

10. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang membidangi urusan perdagangan luar negeri pada Kementerian Perdagangan.

11. Direktur adalah direktur yang membidangi ekspor produk kehutanan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

Produk Industri Kehutanan yang dibatasi ekspornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat dilaksanakan oleh:

(2) ETPIK dan ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

(3) Direktur Jenderal melimpahkan kewenangan penerbitan ETPIK dan ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan pengakuan sebagai ETPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, perusahaan industri kehutanan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Untuk mendapatkan pengakuan sebagai ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, perusahaan perdagangan di bidang ekspor produk industri kehutanan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Direktur menerbitkan pengakuan sebagai ETPIK dan pengakuan sebagai ETPIK Non-Produsen paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 diterima dengan lengkap dan benar.

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak lengkap dan benar, Direktur menolak permohonan pengakuan sebagai ETPIK dan pengakuan sebagai ETPIK Non-Produsen paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima disertai alasan penolakan.

Pasal 7

(1) Pengakuan sebagai ETPIK dan ETPIK Non-Produsen berlaku selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang.

(2) Masa berlaku ETPIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan produksi dan ekspor Produk Industri Kehutanan.

(3) Masa berlaku ETPIK Non Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan ekspor Produk Industri Kehutanan.

Pasal 8

(1) Dalam hal terjadi perubahan data pada dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2), perusahaan pemilik ETPIK atau ETPiK Non-Produsen wajib mengajukan permohonan perubahan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sejak terjadi perubahan data dengan melampirkan dokumen perubahan dimaksud.

(2) Dalam hal salah satu dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) akan habis masa berlakunya, perusahaan pemilik ETPIK atau ETPIK Non-Produsen wajib mengajukan permohonan perubahan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum dokumen tersebut habis masa berlakunya.

(3) Direktur menerbitkan perubahan ETPIK dan ETPIK Non-Produsen paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) diterima dengan lengkap dan benar.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) tidak lengkap dan benar, Direktur menolak permohonan perubahan ETPIK dan perubahan ETPIK Non-Produsen paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

Pasal 9

ETPIK Non-Produsen dapat bekerjasama dengan perusahaan industri kehutanan pemegang IUl bukan pemilik ETPIK.

Pasal 10

Dalam hal ekspor dilakukan oleh ETPIK Non-Produsen, Produk Industri Kehutanan harus berasal dari perusahaan industri kehutanan yang bekerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f dan Pasal 9 yang tercantum dalam dokumen ETPIK Non-Produsen.

Pasal 11

(1) Apabila diperlukan terhadap perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK atau ETPIK Non-Produsen, Direktur dapat menugaskan pejabat untuk melakukan pemeriksaan mengenai:

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Kehutanan secara berkoordinasi dan/atau oleh surveyor independen.

(3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen.

(4) Laporan Hasil Pemeriksaan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Direktur paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dilakukan pemeriksaan.

Pasal 12

(1) Produk Industri Kehutanan yang termasuk dalam Pos Tarif/HS Ex. 4407.10.00.00 s.d Ex 4407.99.90.00; Ex. 4409.10.00.00 s.d Ex. 4409.29.00.00; Ex. 4412.31.00.00 s.d Ex. 4412.99.00.90 (khusus laminated block, laminated board dan barecore), Ex. 4418.10.00.00 s.d Ex. 4418.90.90.00 (kecuali daun pintu dan daun jendela) dan 9406.00.92.00 (khusus bangunan prefabrikasi dari kayu) dapat diekspor apabila memenuhi ketentuan dan kriteria teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Produk Industri Kehutanan dari kayu kelapa dan kayu kelapa sawit dalam bentuk Surfaced Four Side (S4S) atau olahan lanjutannya dapat diekspor tanpa dikenakan pembatasan ukuran.

(3) Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memenuhi ketentuan dan kriteria teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II dapat diekspor setelah disetujui dalam rapat koordinasi antar instansi teknis terkait.

Pasal 13

(1) Setiap ekspor Produk Industri Kehutanan yang berbahan baku kayu ulin harus memperoleh Surat Persetujuan Ekspor (SPE) dari Direktur Jenderal setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kehutanan.

(2) Untuk memperoleh SPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan pemilik ETPIK dan ETPIK Non-Produsen harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

(3) Direktur Jenderal menerbitkan SPE paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dengan lengkap dan benar.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menolak permohonan SPE paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

(5) Masa berlaku SPE paling lama 1 (satu) tahun setelah diterbitkan.

Pasal 14

(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dilengkapi Dokumen V-Legal kecuali terhadap produk industri kehutanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Kelompok C.

(2) Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh LVLK yang telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.

(3) Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada kantor pabean.

(4) Setiap 1 (satu) Dokumen V-Legal hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali penyampaian pemberitahuan pabean ekspor.

(5) LVLK melalui LIU mengirimkan Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke portal Indonesia National Single Window (INSW) secara elektronik melalui sistem Inatrade langsung setelah penerbitan.

(6) Biaya yang ditimbulkan atas jasa pelayanan kegiatan penerbitan Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada eksportir yang besanannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.

Pasal 15

Kewajiban melengkapi Dokumen V-Legal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1):

Pasal 16

(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah verifikasi atau penelusuran teknis sebelum muat barang.

(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh surveyor independen yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis Produk Industri Kehutanan, Surveyor hams memenuhi persyaratan:

(4) Verifikasi atau penelusuran teknis produk industri kehutanan meliputi:

(5) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada kantor pabean.

(6) LS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib disampaikan oleh surveyor paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, dan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan.

(7) Biaya yang timbul atas kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan kepada Pemerintah.

Pasal 17

(1) Perusahaan pemilik ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib melaporkan:

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat akhir bulan Februari untuk:

(3) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III, Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, dan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan.

Pasal 18

Pengakuan sebagai ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) dibekukan apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan pemilik ETPIK atau pemilik ETPIK Non-Produsen:

Pasal 19

(1) Pengakuan sebagai ETPIK atau ETPIK Non-Produsen yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat diaktifkan kembali apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan pemilik ETPIK atau pemilik ETPIK Non-Produsen:

(2) Pengaktifan kembali ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dan pengurus/direksi perusahaan pemilik ETPIK atau pemilik ETPIK Non-Produsen kepada Direktur.

(3) Permohonan pengaktifan kembali ETPIK atau ETPIK Non-Produsen dilengkapi dengan dokumen:

Pasal 20

Pengakuan sebagai ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) dicabut apabila perusahaan dan/atau pengurus/direksi perusahaan pemilik ETPIK atau pemilik ETPIK Non-Produsen:

Pasal 21

(1) Pembekuan, pengaktifan, dan pencabutan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 dilakukan oleh Direktur.

(2) Direktur menyampaikan surat pemberitahuan pembekuan, pengaktifan, dan pencabutan ETPIK atau ETPIK Non-Produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemilik ETPIK atau ETPIK Non-Produsen dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, dan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan, dan instansi teknis di daerah yang membina bidang industri kehutanan dan bidang perdagangan.

Pasal 22

Terhadap surveyor yang:

Pasal 23

Terhadap ekspor Produk Industri Kehutanan yang merupakan barang contoh, bahan penelitian dan barang keperluan pameran ke luar negeri dikecualikan dan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 24

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 25

Pengakuan sebagai ETPIK yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013.

Pasal 26

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

Pasal 27

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2012
MENTERI PERDAGANGAN RI,
ttd.
GITA IRAWAN WIRJAWAN