to English

PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR 60/Permentan/OT.140/9/2012

TENTANG
REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura telah diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura;

b. bahwa dengan meningkatnya impor produk hortikultura dan tuntutan pelaku usaha atas kesiapan pelayanan pelaksanaan impor, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan;

c. bahwa atas dasar hal tersebut di atas dan agar pelayanan dan pelaksanaan impor produk hortikultura dapat berjalan lancar dan berhasil baik, perlu meninjau kembali Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

7. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

8. Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/ PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan;

12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina;

13. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura juncto Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 38/M-DAG/PER/6/2012;

14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/ OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Impor produk hortikultura adalah serangkaian kegiatan memasukan produk hortikultura dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. Produk hortikultura adalah semua hasil yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar atau telah diolah.

3. Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang selanjutnya disebut RIPH adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri Pertanian atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada perusahaan yang akan melakukan impor produk hortikultura ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

4. Perusahaan adalah pelaku usaha hortikultura Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha hortikultura dengan skala tertentu.

5. Usaha hortikultura adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan hortikultura.

6. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVT-PP adalah unit kerja yang membidangi fungsi perizinan secara administratif.

7. Importir Produsen Produk Hortikultura, selanjutnya disebut IP-Produk Hortikultura adalah perusahaan industri yang menggunakan Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan penolong pada proses produksi sendiri dan tidak memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain.

8. Importir Terdaftar Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut IT-Produk Hortikultura adalah perusahaan yang melakukan impor Produk Hortikultura untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan dan/atau memindahtangankan kepada pihak lain.

9. Persetujuan Impor adalah izin impor Produk Hortikultura.

10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian.

Pasal 2

Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelayanan pemberian RIPH bagi perusahaan yang akan melakukan impor produk hortikultura.

Pasal 3

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian dalam pelayanan pemberian RIPH bagi perusahaan yang melakukan impor produk hortikultura dan jaminan keamanan pangan produk hortikultura yang diimpor.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan ini meliputi:

BAB II
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Impor produk hortikultura dapat dilakukan perusahaan setelah mendapat persetujuan impor dari Menteri Perdagangan.

(2) Persetujuan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Menteri Perdagangan setelah memperoleh RIPH dari Menteri.

Pasal 6

(1) Penerbitan RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dalam pelaksanaannya Menteri melimpahkan kepada Direktur Jenderal.

(2) RIPH diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(3) RIPH paling sedikit memuat:

Pasal 7

(1) Penerbitan RIPH harus mempertimbangkan:

(2) Ketersediaan produk hortikultura sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai analisa kebutuhan nasional.

Pasal 8

(1) Produk hortikultura yang dapat diberikan RIPH seperti tercantum pada Lampiran II sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(2) Produk hortikultura untuk konsumsi pangan harus memenuhi keamanan pangan yang diatur dengan Peraturan tersendiri.

Pasal 9

Produk hortikultura yang pertama kali diimpor ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat dilakukan setelah Analisis Risiko Impor (Impor Risk Analysis) sesuai dengan prosedur peraturan perkarantinaan.

Bagian Kedua
Persyaratan Memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

Pasal 10

(1) Untuk mendapatkan RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 perusahaan harus memenuhi persyaratan administrasi yang meliputi:

(2) Permohonan RIPH untuk produk segar harus dilengkapi dengan persyaratan teknis sebagai berikut:

Bagian Ketiga
Tata Cara Memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

Pasal 11

(1) Untuk memperoleh RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 perusahaan mengajukan permohonan secara tertulis dan/atau online kepada Direktur Jenderal melalui Kepala PPVT-PP sesuai format-1, format-2, dan format-3 seperti tercantum pada Lampiran III sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(2) Kepala PPVT-PP setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja telah selesai memeriksa kelengkapan dokumen, dan memberikan jawaban ditolak atau diterima.

Pasal 12

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) apabila dari hasil pemeriksaan masih ada kekurangan dokumen persyaratan atau dokumen tidak benar.

(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon oleh Kepala PPVT-PP secara tertulis disertai alasan penolakan sesuai format-1 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 13

(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) apabila dari hasil pemeriksaan dokumen telah lengkap dan benar.

(2) Permohonan yang lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVT-PP disampaikan kepada Direktur Jenderal sesuai format-2 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(3) Direktur Jenderal setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja telah selesai memeriksa kelengkapan dan kebenaran persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan memberikan jawaban ditolak atau diterima.

Pasal 14

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) apabila dari hasil pemeriksaan persyaratan teknis masih ada kekurangan atau tidak benar.

(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur Jenderal disampaikan kepada pemohon melalui Kepala PPVT-PP secara tertulis disertai alasan penolakan sesuai format-3 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(3) Kepala PPVT-PP setelah menerima penolakan dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan kepada pemohon sesuai format-4 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 15

(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 apabila dari hasil pemeriksaan persyaratan teknis telah lengkap dan benar.

(2) Permohonan yang telah lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat meminta masukan kepada Tim untuk mendapat saran pertimbangan dalam menerbitkan RIPH.

(3) Tim dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja telah memberikan saran pertimbangan kepada Direktur Jenderal.

(4) Tim dalam memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

Pasal 16

(1) Setelah persyaratan teknis lengkap dan benar serta tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 7, maka Direktur Jenderal menerbitkan RIPH.

(2) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur Jenderal disampaikan kepada pemohon melalui Kepala PPVT-PP.

(3) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan paling lama untuk jangka waktu 4 (empat) bulan.

Pasal 17

(1) Keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) berasal dari wakil unsur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Instansi/Lembaga terkait yang diperlukan.

(2) Pembentukan keanggotaan dan tugas Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.

BAB III
KEWAJIBAN PEMEGANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

Pasal 18

Perusahaan yang telah memperoleh RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 paling lama dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak diterbitkan RIPH harus mengajukan Persetujuan Impor kepada Menteri Perdagangan.

Pasal 19

(1) Perusahaan yang telah memperoleh persetujuan impor dari Menteri Perdagangan wajib melakukan impor produk hortikultura melalui pintu pemasukan yang ditetapkan dalam RIPH.

(2) Perusahaan yang telah melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja wajib menyampaikan laporan realisasi impor kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian dan Kepala PPVT-PP.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 20

Pengawasan impor produk hortikultura segar sebagai konsumsi dan bahan baku industri di tempat pemasukan dilakukan oleh Petugas Karantina Tumbuhan.

Pasal 21

(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan terhadap pemeriksaan dokumen impor produk hortikultura.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan.

(3) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan, dan kebenaran isi dokumen.

Pasal 22

Pemeriksaan Kelengkapan dokumen impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), meliputi RIPH dan Persetujuan Impor.

Pasal 23

Pemeriksaan keabsahan dokumen impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), meliputi:

Pasal 24

Pemeriksaan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), meliputi:

Pasal 25

Apabila hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terbukti:

Pasal 26

Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, tidak menyerahkan RIPH dan Persetujuan Impor, dilakukan tindakan Penolakan.

Pasal 27

Dalam hal jumlah produk hortikultura melebihi jumlah yang tercantum dalam RIPH dan Persetujuan Impor, jumlah kelebihan dilakukan tindakan Penolakan.

Pasal 28

(1) Produk Hortikultura yang ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, Pasal 26 dan/atau Pasal 27 harus segera dibawa keluar dari wilayah Republik Indonesia.

(2) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja pemilik atau kuasanya setelah menerima surat penolakan tidak segera mengeluarkan produk hortikultura dari wilayah negara Republik Indonesia dilakukan tindakan pemusnahan.

(3) Produk hortikultura yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik atau kuasanya tidak berhak untuk menuntut ganti rugi.

Pasal 29

(1) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilakukan dengan diterbitkan Berita Acara Pemusnahan.

(2) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pemusnahan produk hortikultura menjadi tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

BAB V
KETENTUAN SANKSI

Pasal 30

Perusahaan yang tidak melakukan permohonan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 menjadi bahan pertimbangan untuk memperoleh RIPH selanjutnya.

Pasal 31

(1) Perusahaan yang telah memperoleh Persetujuan Impor tidak memberikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa:

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

(1) Ketentuan Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk impor produk hortikultura yang dikapalkan dari negara asal sebelum tanggal 28 September 2012.

(2) Produk hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat masuk ke wilayah Republik Indonesia pada tanggal 28 Nopember 2012.

(3) Impor produk hortikultura sebagaimana dimaksud ayat (1) dibuktikan dengan Bill of Loading atau Airway Bill dan Invoice.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Peraturan ini tidak berlaku untuk barang bawaan penumpang pesawat udara atau kapal laut, serta pelintas batas negara yang dimaksudkan untuk pemenuhan konsumsi sendiri dan jumlahnya tidak melebihi dari 10 (sepuluh) kilogram per orang.

Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Pertanian ini, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura di cabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35

Peraturan Menteri Pertanian ini mulai berlaku pada tanggal 28 September 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 September 2012
MENTERI PERTANIAN,
ttd,
SUSWONO