to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 58/M-DAG/PER/9/2012

TENTANG
KETENTUAN IMPOR GARAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa garam merupakan komoditi strategis sebagai bahan pangan dan bahan baku industri, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi garam menjadi sangat penting dalam rangka menunjang kesehatan masyarakat melalui program konsumsi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani garam maupun dalam rangka memenuhi kebutuhan industri dalam negeri;

b. bahwa produksi garam dalam negeri, balk mutu maupun jumlah, sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan garam dalam negeri, terutama garam sebagai bahan baku industri, sehingga masih diperlukan garam yang bersumber dari impor;

c. bahwa untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan di bidang impor garam dan melakukan penyesuaian dengan penetapan sistem klasifikasi barang yang baru, perlu mengatur kembali ketentuan impor garam;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);

7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nornor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas Dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

14. Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium;

15. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

16. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

17. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

18. Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 77/M/SK/5/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan, Pengemasan Dan Pelabelan Garam Beriodium;

19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 28/M-DAG/PER/6/2009 tentang Ketentuan Pelayanan Perijinan Ekspor dan Impor dengan Sistem Elektronik melalui INATRADE dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor;

21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (NaCl) dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan iodium, anti-caking atau free-flouring maupun tidak, yang termasuk dalan Pos Tarif/HS:

2. K1 dan K2 adalah pengelompokan jenis garam petani untuk penentuan harga penjualan garam di tingkat petani.

3. Garam Konsumsi adalah garam yang dipergunakan untuk konsumsi dengan kadar NaCl paling sedikit 94,7% dihitung dari basis kering, dengan pos tarif/HS ex. 2501.00.90.10.

4. Garam Industri adalah garam yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri dengan kadar NaCl paling sedikit 97% dihitung dari basis kering, dengan Pos Tarif/HS ex. 2501.00.90.10.

5. Pegaram adalah perorangan atau kelompok yang melakukan usaha produksi garam.

6. Importir Produsen Garam Konsumsi, yang selanjutnya disebut IP Garam Konsumsi adalah industri pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) yang disetujui untuk mengimpor garam konsumsi sebagai bahan baku yang diperlukan untuk proses produksinya dan tidak boleh diperjualbelikan maupun dipindahtangankan.

7. Importir Produsen Garam Industri, yang selanjutnya disebut IP Garam Industri adalah industri pengguna garam di luar garam konsumsi pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) yang disetujui untuk mengimpor Garam Industri, sebagai bahan baku atau bahan penolong yang diperlukan untuk proses produksinya dan tidak untuk diperjualbelikan maupun dipindah tangankan.

8. Importir Terdaftar Garam, yang selanjutnya disebut IT Garam adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang garam yang disetujui untuk mengimpor Garam Industri untuk memenuhi kebutuhan industri yang tidak melakukan impor Garam Industri sendiri.

9. Persetujuan Impor Garam Industri, yang selanjutnya disebut PI Garam Industri adalah ijin impor Garam Industri.

10. Masa Panen Raya Garam Rakyat adalah masa panen dimana seluruh atau sebagian besar pegaram di sentra produksi garam utama melakukan panen pada kondisi musim kemarau atau musim panen yang paling optimal.

11. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat instansi atau unit terkait yang berwenang memberikan penjelasan secara teknis dan bukan merupakan izin atau persetujuan impor.

12. Titik Pengumpul (collecting point) adalah tempat pengumpulan garam di tepi jalan yang dapat dijangkau truk atau sejenisnya.

13. Rapat Koordinasi adalah rapat antar instansi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

(1) Garam yang dapat diimpor hanya Garam Konsumsi dan Garam Industri.

(2) Garam Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dari Direktur Jenderal.

(3) Garam Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP Garam Industri atau penetapan sebagai IT Garam dari Direktur Jenderal.

Pasal 3

(1) IP Garam Konsumsi dilarang mengimpor Garam Konsumsi dalam masa 1 (satu) bulan sebelum Masa Panen Raya Garam Rakyat, selama Masa Panen Raya Garam Rakyat, dan 2 (dua) bulan setelah Masa Panen Raya Garam Rakyat dengan mempertimbangkan posisi stok di pegaram.

(2) Masa Panen Raya Garam Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dengan mempertimbangkan hasil prakiraan iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan hasil kesepakatan rapat koordinasi antara kementerian dan asosiasi terkait.

(3) Penetapan masa pelarangan impor Garam Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai pencapaian produksi pada Masa Panen Raya Garam Rakyat, agar persediaan Garam Konsumsi tetap dapat memenuhi kebutuhan nasional.

(4) Perpanjangan atau perpendekan masa pelarangan impor Garam Konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan pendapat kementerian terkait.

Pasal 4

(1) Impor Garam Konsumsi untuk kebutuhan industri garam konsumsi dilarang apabila harga rata-rata garam bentuk curah di atas truk di titik-titik pengumpul berada di bawah harga garam K1 dan K2.

(2) Harga garam K1 dan K2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan kesepakatan instansi dan asosiasi terkait.

Pasal 5

(1) Penetapan jumlah alokasi impor Garam Konsumsi nasional setiap tahun ditentukan dan disepakati dalam Rapat Koordinasi pada tingkat menteri dengan mempertimbangkan produksi dan kebutuhan konsumsi dalam negeri.

(2) Garam Industri yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan industri yang secara teknis belum dapat diproduksi di dalam negeri dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Penetapan jumlah alokasi impor Garam Konsumsi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan kepada IP Garam Konsumsi secara proporsional berdasarkan besarnya pembelian garam produksi dalam negeri.

(4) Pembelian garam produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan surat pemyataan perolehan garam dari Pegaram yang dibuat oleh IP Garam Konsumsi dan ditandasahkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi urusan pergaraman, asosiasi pegaram dan kelompok usaha garam rakyat yang menyatakan jumlah garam yang dibeli serta harga pembelian di tingkat petani minimal sama dengan harga garam K1 dan K2.

Pasal 6

(1) Perusahaan yang dapat diakui sebagai IP Garam Konsumsi adalah:

(2) Perolehan garam dari pegaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuktikan dengan surat pernyataan perolehan garam dari Pegaram dan ditandasahkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi urusan pergaraman.

(3) Kerjasama dengan pegaram sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuktikan dengan fotokopi surat perjanjian kerjasama yang ditandasahkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi urusan pergaraman.

Pasal 7

(1) Untuk mendapat pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

(2) Atas permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(3) Dalam hal permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

(4) Pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat masa berlaku pengakuan sebagai IP Garam, jumlah garam, jenis garam, dan pelabuhan tujuan.

(5) Pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.

Pasal 8

(1) Pelabuhan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) harus pelabuhan terdekat dengan lokasi pabrik yang dimiliki oleh IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri.

(2) Lokasi pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam Izin Usaha Industri atau Izin Usaha lain yang setara dari Kementerian Teknis/Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang membidangi usaha tersebut.

Pasal 9

(1) Setiap importasi Garam Industri oleh IT Garam harus mendapat PI Garam Industri terlebih dahulu dari Direktur Jenderal.

(2) Untuk mendapatkan PI Garam Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai IT Garam harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

(3) Atas permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan PI Garam Industri paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(4) Dalam hal permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.

(5) PI Garam Industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) paling sedikit memuat masa berlaku PI Garam Industri, nama-nama perusahaan yang bekerja sama dengan IT Garam beserta jumlah garam untuk masing-masing perusahaan, jenis garam, negara muat dan pelabuhan tujuan.

Pasal 10

(1) Perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi wajib menyampaikan laporan tentang pelaksanaan importasi Garam Konsumsi kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Impor, Kementerian Perdagangan setiap 1 (satu) bulan sekali paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur dalam hal ini Direktur Industri Kimia Dasar, Kementerian Perindustrian.

(2) Perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP Garam Industri dan perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai IT Garam yang telah memperoleh PI Garam Industri wajib menyampaikan laporan tentang pelaksanaan importasi Garam Industri kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Impor, Kementerian Perdagangan setiap 3 (tiga) bulan sekali paling lambat pada tanggal 15 bulan pertama triwulan berikutnya dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur dalam hal ini Direktur Industri Kimia Dasar, Kementerian Perindustrian.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan áyat (2) disampaikan melalui http://inatrade.kemendag.go.id dan melampirkan fotokopi Kartu Kendali Realisasi Impor yang diparaf dan dicap oleh petugas Bea dan Cukai.

Pasal 11

(1) IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri dilarang memperjualbelikan atau memindahtangankan Garam Konsumsi atau Garam Industri yang telah diimpornya.

(2) IT Garam dilarang memperjualbelikan atau memindahtangankan Garam Industri yang telah diimpornya kepada IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri.

Pasal 12

(1) Setiap pelaksanaan importasi garam oleh IP Garam Konsumsi, IP Garam Industri, dan IT Garam wajib terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat barang.

(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis pelaksanaan impor garam, Surveyor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilakukan terhadap impor garam, yang meliputi data atau keterangan mengenai:

(2) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor.

(3) Atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagairnana dimaksud pada ayat (1), Surveyor memungut imbalan jasa dari IP Garam Konsumsi, IP Garam Industri, dan IT Garam yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.

Pasal 14

Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis importasi garam oleh Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak mengurangi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukal, Kementerian Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pabean.

Pasal 15

Garam yang diimpor dengan melanggar ketentuan Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam dibekukan apabila perusahaan yang bersangkutan:

(2) Pembekuan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam dapat diaktifkan kembali setelah perusahaan yang bersangkutan:

(3) Pembekuan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pengaktifan kembali pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 17

(1) Pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam dicabut apabila perusahaan yang bersangkutan:

(2) Pencabutan pengakuan sebagai IP Garam Konsumsi dan IP Garam Industri serta penetapan sebagai IT Garam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 18

Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tidak berlaku terhadap impor garam yang merupakan:

Pasal 19

Ketentuan pelaksanaan dan hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 20

IP Garam Iodisasi, IP Garam Non Iodisasi, IT Garam, dan PI Garam Industri yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/10/2007 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir.

Pasal 21

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/10/2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal. 4 September 2012
MENTERI PERDAGANGAN R.I.,
ttd.
GITA IRAWAN WIRJAWAN