to English

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER-41/BC/2012

TENTANG
TATA LAKSANA PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PANAS BUMI DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA EKSPLORASI HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PANAS BUMI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa untuk meningkatkan optimalisasi pelayanan dalam rangka pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi;

b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi, atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi diberikan pembebasan bea masuk;

c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dan Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah diubah beberapa kali terkahir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.011/2012, atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi diberikan fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah;

d. bahwa dalam rangka pelaksanaan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Pemberian Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Serta Panas Bumi dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak Dan Gas Bumi Serta Panas Bumi;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5271);

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Serta Panas Bumi;

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dan Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.011/2012.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PANAS BUMI DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA EKSPLORASI HULU MINYAK DAN GAS BUMI SERTA PANAS BUMI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.

2. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi serta potensi Panas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.

3. Rencana Impor Barang yang selanjutnya disingkat RIB adalah daftar barang yang diajukan oleh pengusaha untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

4. Instansi Pembina Sektor adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang dalam hal ini:

5. Daftar Realisasi Impor adalah daftar jenis dan jumlah barang yang diimpor yang digunakan sebagai kontrol atas importasi barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

7. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yaitu

Pasal 2

(1) Atas impor barang untuk Kegiatan Usaha Hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi dapat diberikan pembebasan bea masuk.

(2) Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:

(3) Atas impor barang yang dipergunakan untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi yang dibebaskan dan pungutan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

Pasal 3

(1) Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilampiri:

(3) Dalam hal terdapat perubahan pimpinan/manajer atau para pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f pengusaha menyampaikan contoh atau spesimen tandatangan pimpinan/manajer atau para pejabat perusahaan yang berwenang menandatangani RIB kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(4) RIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e ditetapkan sebagaimana Lampiran Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 4

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian.

(2) Atas penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.

(3) Dalam hal permohonan disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi dan tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi disertai dengan Daftar Realisasi Impor.

(4) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasannya.

(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Pasal 5

(1) Atas keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dapat dilakukan perubahan sebelum diimpor.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan sepanjang mengenai:

(3) Untuk dapat melakukan perubahan atas keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menyebutkan alasan perubahan.

(4) Dalam hal permohonan perubahan mengenai data pelabuhan tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan dokumen yang menyatakan tentang perubahan pelabuhan tempat pemasukan, misalnya Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB).

(5) Dalam hal permohonan perubahan mengenai data jumlah dan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilampiri dengan perubahan RIB yang telah ditandatangani oleh pimpinan perusahaan yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk serta diberikan stempel perusahaan yang disetujui dan ditandasahkan oleh Instansi Pembina Sektor.

(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.

(7) Dalam hal permohonan perubahan disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

(8) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasannya.

Pasal 6

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pida tanggal 31 Juli 2012
DIREKTUR JENDERAL
ttd.
AGUNG KUSWANDONO
NiP 19670329 199103 1 001