to English

PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR 52/Permentan/OT.140/9/2011

TENTANG
REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri untuk menunjang swasembada daging perlu memasukan ternak potong ke dalam wilayah negara Republik Indonesia;

b. bahwa apabila kebutuhan daging asal ternak potong di dalam negeri sudah tercukupi dapat dilakukan pengeluaran ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta sekaligus sebagai pelaksanaan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, perlu mengatur Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Ternak Ke Dalam dan Keluar Wilayah Negara Republik Indonesia, dengan Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Nomor 28 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4347);

9. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

2. Ternak potong adalah sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi yang tujuan pemeliharaannya sebagai penghasil daging.

3. Bakalan ternak potong yang selanjutnya disebut bakalan adalah ternak bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara selama kurun waktu tertentu guna tujuan produksi daging.

4. Pemasukan bakalan adalah kegiatan untuk memasukan bakalan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

5. Pengeluaran ternak potong adalah kegiatan untuk mengeluarkan ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia.

6. Negara asal pemasukan yang selanjutnya disebut negara asal adalah suatu negara yang mengeluarkan bakalan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

7. Negara tujuan pengeluaran yang selanjutnya disebut negara tujuan adalah negara yang memasukan ternak potong dari wilayah negara Republik Indonesia.

8. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.

9. Rekomendasi Persetujuan Pemasukan yang selanjutnya disebut RPP adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada pelaku usaha yang akan melakukan pemasukan bakalan.

10. Rekomendasi Persetujuan Pengeluaran yang selanjutnya disebut RPP-l adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada pelaku usaha yang akan mengeluarkan ternak potong.

11. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis.

12. Penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang tinggi.

13. Penyakit hewan eksotik adalah penyakit yang belum pernah terjadi atau muncul di suatu negara atau wilayah baik secara klinis, epidemiologis maupun laboratoris.

14. Dinas Provinsi adalah satuan kerja pemerintah daerah yang membidangi fungsi Peternakan dan/atau Kesehatan Hewan.

15. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVTPP adalah suatu unit kerja yang membidangi fungsi perizinan secara administratif.

16. Pelaku usaha adalah orang perorangan atau korporasi, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang melakukan kegiatan pemeliharaan ternak potong.

Pasal 2

(1) Pemasukan bakalan dapat dilakukan untuk:

(2) Pengeluaran ternak potong dapat dilakukan apabila:

BAB II
PEMASUKAN BAKALAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Pemasukan Bakalan

Pasal 3

Bakalan yang dapat dimasukan seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

Persyaratan pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

Pasal 5

Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:

Pasal 6

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:

Pasal 7

(1) Persyaratan teknis status kesehatan hewan di negara asal dan lokasi peternakan asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a ditetapkan setelah mendapat pertimbangan teknis dari Tim Penilai Negara Asal.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan tersendiri yang keanggotaanya terdiri dari unsur Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Badan Karantina Pertanian.

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam memberikan pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian sistem kesehatan hewan di negara asal.

Pasal 8

Penilaian sistem kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) didasarkan pada:

Pasal 9

(1) Pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah memeroleh izin pemasukan dari Menteri Perdagangan.

(2) Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diterbitkan RPP dari Menteri Pertanian.

Pasal 10

(1) Penerbitan RPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian.

(2) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian.

(3) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang memuat:

(4) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menerbitkan RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dipenuhinya persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(5) Masa berlaku RPP selama 90 (sembilan puluh) hari sejak ditandatanganinya permohonan RPP.

(6) Periodisasi RPP dilakukan triwulanan: Januari ? Maret, April ? Juni, Juli ?September, Oktober -Desember.

(7) Penetapan rencana pemasukan bakalan untuk tahun berikutnya dilakukan pada setiap akhir bulan Oktober.

Pasal 11

Pelaku usaha yang memasukan bakalan harus melakukan pencegahan masuk dan menyebarnya penyakit hewan menular serta menjaga kelangsungan pengembangan populasi ternak dalam negeri.

Pasal 12

(1) Dalam hal bakalan merupakan bangsa baru yang pertama kali dimasukan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, harus mendapat saran dan pertimbangan teknis dari Komisi Bibit Ternak.

(2) Komisi Bibit Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Bagian Kedua
Tata Cara Memeroleh RPP

Pasal 13

(1) Untuk memeroleh RPP bakalan, pelaku usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-1.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan secara online dan/atau langsung.

Pasal 14

Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus sudah memberikan jawaban ditolak atau diterima.

Pasal 15

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tidak benar dan/atau tidak lengkap.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada Pemohon secara tertulis disertai alasan penolakannya, sesuai format model-2.

Pasal 16

(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVTPP disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan analisis teknis perkarantinaan.

(3) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus sudah menyampaikan hasil analisis teknis perkarantinaan kepada Kepala PPVTPP.

(4) Kepala PPVTPP setelah menerima hasil analisis teknis perkarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk dilakukan analisis persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus sudah memberikan jawaban ditolak atau disetujui.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada pelaku usaha secara tertulis disertai alasan penolakan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-3.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan RPP oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian, sesuai format model-4.

(4) RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Perdagangan oleh Kepala PPVTPP melalui pelaku usaha dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan.

(5) Menteri Perdagangan setelah menerima RPP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerbitkan izin pemasukan bakalan.

Pasal 18

(1) Apabila suatu negara yang telah ditetapkan sebagai negara asal pemasukan bakalan terjadi wabah penyakit hewan menular, Menteri Pertanian menetapkan pelarangan pemasukan bakalan, dengan Keputusan tersendiri.

(2) Keputusan penetapan pelarangan pemasukan bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Perdagangan.

(3) Menteri Perdagangan setelah menerima Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mencabut izin pemasukan.

BAB III
PENGELUARAN TERNAK POTONG

Bagian Kesatu
Persyaratan Pengeluaran

Pasal 19

Ternak potong yang dapat dikeluarkan seperti tercantum pada Lampiran II sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 20

Pengeluaran ternak potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

Pasal 21

(1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi:

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah yang mengeluarkan ternak potong, kecuali ayat (1) huruf f.

Pasal 22

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi:

Pasal 23

(1) Pengeluaran ternak potong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat dilakukan oleh pelaku usaha setelah memeroleh izin pengeluaran dari Menteri Perdagangan.

(2) Menteri Perdagangan dalam memberikan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diterbitkan RPP-I dari Menteri Pertanian.

Pasal 24

(1) Penerbitan RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian.

(2) RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian.

(3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menerbitkan RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah dipenuhinya persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Bagian Kedua
Tata Cara Memeroleh RPP-I

Pasal 25

(1) Untuk memeroleh RPP-I ternak potong, pelaku usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-5.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara online dan/atau langsung.

Pasal 26

Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus memberikan jawaban ditolak atau diterima.

Pasal 27

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 tidak benar dan/atau tidak lengkap.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada pemohon secara tertulis disertai alasan penolakannya, sesuai format model-6.

Pasal 28

(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVTPP disampaikan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk dilakukan analisis teknis perkarantinaan.

(3) Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja harus menyampaikan hasil analisis teknis perkarantinaan kepada Kepala PPVTPP.

(4) Kepala PPVTPP setelah menerima hasil analisis teknis perkarantinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) kerja harus menyampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk dilakukan analisis persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Pasal 29

(1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja harus memberikan jawaban ditolak atau disetujui.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada pelaku usaha secara tertulis disertai alasan penolakan melalui Kepala PPVTPP, sesuai format model-7.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan RPP-I oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri Pertanian, sesuai format model- 8.

(4) RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Perdagangan oleh Kepala PPVTPP melalui pelaku usaha dengan tembusan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala Dinas Provinsi dan Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pengeluaran.

(5) Menteri Perdagangan setelah menerima RPP-I sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan izin pengeluaran ternak potong.

BAB IV
PENGANGKUTAN

Pasal 30

Pelaku usaha yang melakukan pemasukan bakalan dan/atau pengeluaran ternak potong, selain harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis harus memenuhi kaidah kesejahteraan hewan dalam pengangkutan.

Pasal 31

Untuk mencegah masuknya penyakit hewan menular dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang membawa bakalan, transit hanya dapat disetujui pada tempat-tempat yang ditetapkan, sesuai peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan.

BAB V
KEWAJIBAN PEMEGANG RPP DAN RPP-I

Pasal 32

(1) Pelaku usaha yang telah memeroleh RPP atau RPP-I dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan harus mengajukan izin pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong kepada Menteri Perdagangan.

(2) Setelah memeroleh izin pemasukan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku usaha wajib melaksanakan kegiatan pemasukan atau pengeluaran sesuai dengan RPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) atau RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5).

(3) Setelah pelaksanaan kegiatan pemasukan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaku usaha dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kalender wajib menyampaikan laporan realisasi pemasukan atau pengeluaran kepada Menteri Perdagangan, dengan tembusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala Badan Karantina Pertanian, dan Kepala Dinas Provinsi, sesuai format model-9, model-10 dan model-11.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 33

Pengawasan pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Pasal 34

(1) Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan oleh petugas karantina hewan, dan petugas dinas provinsi.

(2) Pengawasan oleh petugas karantina hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di tempat pemasukan atau pengeluaran.

(3) Pengawasan oleh petugas dinas provinsi dilakukan di tempat usaha peternakan dan dalam peredaran.

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap persyaratan administratif dan fisik bakalan dan ternak potong.

Pasal 35

Pengawasan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan berdasarkan laporan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur dengan Peraturan tersendiri.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 37

Pelaku usaha setelah memeroleh RPP atau RPP-I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) tidak mengajukan permohonan izin kepada Menteri Perdagangan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam RPP atau RPP-I menjadi bahan pertimbangan untuk memeroleh RPP atau RPP-I berikutnya.

Pasal 38

(1) Pelaku usaha setelah memeroleh izin dari Menteri Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) tidak melaksanakan kegiatan pemasukan atau pengeluaran, dan tidak melaksanakan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

SPP bakalan dan SPP-I ternak potong yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Dengan diundangkannya Peraturan ini, ketentuan mengenai pemasukan bakalan atau pengeluaran ternak potong yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak, dan Ternak Potong, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 7 September 2011
MENTERI PERTANIAN,
ttd,
SUSWONO