to English

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.04/2011

TENTANG
PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,

Menimbang:

a. bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk yang telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4838);

5. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

4. Pengembalian adalah pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

5. Perusahaan yang mendapatkan Pengembalian yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah badan usaha yang mendapatkan Pengembalian.

6. Nomor Induk Perusahaan Pengembalian yang selanjutnya disingkat NIPER Pengembalian adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan.

7. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang dapat diberikan Pengembalian.

8. Hasil Produksi adalah processing, manufacturing, or combination results Bahan Baku asal Impor yang dapat diberikan Pengembalian.

9. Laporan Pemeriksaan Ekspor yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan hasil pemeriksaan pabean barang ekspor dengan fasilitas Pengembalian, yang diterbitkan oleh Kantor Pabean tempat pemuatan setelah dilakukan rekonsiliasi.

10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

11. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

12. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.

13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang.

14. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

Pasal 2

(1) Terhadap Impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor yang bea masuknya telah dibayar, dapat diberikan Pengembalian.

(2) Pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah serangkaian kegiatan yang terdiri lebih dari satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan fungsi awal suatu Bahan Baku, sehingga menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.

(3) Pengertian dirakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan berupa merangkai beberapa komponen bahan dan/atau barang sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat/barang yang memiliki fungsi yang berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal.

(4) Pengertian dipasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen bahan dan/atau barang pada bagian utama barang jadi dimana tanpa ada penyatuan komponen bahan dan/atau barang tersebut, Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi.

(5) Tidak termasuk dalam pengertian diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan yang semata-mata hanya melakukan pemotongan, penyortiran, pengepakan, dan/atau kegiatan sejenis lainnya.

BAB II
PENETAPAN NIPER PENGEMBALIAN

Pasal 3

(1) Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pengembalian.

(2) Untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(3) Untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan melampirkan:

(4) Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, pengajuan permohonan untuk memperoleh NIPER Pengembalian ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor paling besar.

(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian administratif dan pemeriksaan lapangan.

(6) Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan NIPER Pengembalian.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 4

Badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan dan/atau Orang yang bertanggungjawab terhadap badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan NIPER Pengembalian selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.

Pasal 5

Dalam hal terdapat perubahan data dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk dilakukan perubahan data NIPER Pengembalian dimaksud.

BAB III
IMPOR, PENGOLAHAN, PERAKITAN, DAN/ATAU PEMASANGAN BAHAN BAKU, KETENTUAN MENGENAI SUBKONTRAK, DAN EKSPOR HASIL PRODUKSI

Bagian Pertama
Impor Bahan Baku

Pasal 6

Atas Impor Bahan Baku yang akan diajukan permohonan Pengembalian diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.

Pasal 7

Atas Impor Bahan Baku yang akan diajukan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean impor dengan mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan fasilitas Impor.

Pasal 8

(1) Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku dari Kawasan Pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

(2) Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan Perusahaan dengan mendapatkan persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU.

(3) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.

(4) Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan NIPER Pengembalian.

Bagian Kedua
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan Bahan Baku dan Ketentuan mengenai Subkontrak

Pasal 9

Kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, wajib dilakukan sendiri oleh Perusahaan.

Pasal 10

(1) Perusahaan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada badan usaha industri yang tercantum dalam data NIPER Pengembalian sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

(2) Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha industri yang tidak tercantum dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin.

(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan jawaban berupa menyetujui atau menolak, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

Bagian Ketiga
Ekspor Hasil Produksi

Pasal 11

(1) Ekspor Hasil Produksi yang akan diajukan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor.

(2) Atas Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko.

BAB IV
PELAPORAN DAN PENGEMBALIAN

Bagian Pertama
Pelaporan

Pasal 12

(1) Perusahaan wajib menyerahkan laporan pemakaian Bahan Baku yang diimpor dengan dokumen pemberitahuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan konversi untuk setiap satuan Hasil Produksi, setiap perusahaan akan memproduksi satuan Hasil Produksi yang akan dimintakan Pengembalian.

(2) Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa suatu pernyataan tertulis dari Perusahaan mengenai komposisi pemakaian bahan baku untuk setiap satuan Hasil Produksi.

Bagian Kedua
Persyaratan Pengembalian

Pasal 13

(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas Impor Bahan Baku yang hasil produksinya telah diekspor.

(2) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar bea masuk dari Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor.

(3) Pengembalian dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

(4) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap:

Bagian Ketiga
Permohonan Pengembalian

Pasal 14

(1) Untuk mendapatkan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan melampirkan:

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE).

Pasal 15

(1) Atas permohonan Pengembalian yang diajukan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diproses untuk diterima atau ditolak oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 16

(1) Lembar asli Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada Perusahaan dan dibuat salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dengan peruntukan:

(2) Penyampaian salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan melalui Kantor Pabean atau KPU tempat dipenuhinya kewajiban pabean impor untuk diajukan bersamaan pada saat pengajuan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.

Bagian Keempat
Tatacara Pembayaran Pengembalian

Pasal 17

(1) Berdasarkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Perusahaan mengajukan permohonan pembayaran Pengembalian Bea Masuk ke Kantor Pabean atau KPU tempat dipenuhinya kewajiban pabean impor.

(2) Berdasarkan permohonan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan pengujian dengan salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM).

(3) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai, Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

(4) Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat ketidaksesuaian, Kepala Kantor Pabean atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan penolakan.

(5) Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud ayat (3), Kepala Kantor Pabean atau KPU atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk dalam 5 (lima) rangkap dengan peruntukan:

(6) Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterima permohonan Pengembalian dari Perusahaan.

(7) Lembar ke-1 Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) secara langsung oleh petugas yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.

(8) Berdasarkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk tidak boleh dirangkap oleh 1 (satu) orang pejabat.

(2) Spesimen tanda tangan pejabat penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap tahun atau setiap ada perubahan pejabat penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan/atau Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.

Bagian Kelima
Kelebihan Pembayaran Pengembalian

Pasal 19

Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pengembalian, Perusahaan wajib mengembalikan atas kelebihan pembayaran Pengembalian.

BAB V
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 20

(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pengembalian secara periodik paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Berdasarkan manajemen risiko, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan lapangan terhadap persediaan Bahan Baku, barang dalam proses produksi, Hasil Produksi, dan sisa proses produksi.

(3) Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian.

Pasal 21

Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dan laporan hasil audit kepabeanan, dapat dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi atas fasilitas Pengembalian yang telah diberikan.

BAB VI
SANKSI

Bagian Pertama
Pembekuan

Pasal 22

(1) NIPER Pengembalian dibekukan dalam hal Perusahaan:

(2) Dalam hal NIPER Pengembalian dibekukan, atas pemberitahuan pabean impor selama periode pembekuan NIPER Pengembalian tidak dapat diberikan Pengembalian.

(3) Selama periode pembekuan NIPER Pengembalian, Perusahaan tidak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengembalian atas Bahan Baku yang diimpor.

Pasal 23

NIPER Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:

Bagian Kedua
Pencabutan

Pasal 24

(1) NIPER Pengembalian dicabut dalam hal Perusahaan:

(2) Dalam hal NIPER Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 25

Dalam hal Perusahaan beralih dari penerima fasilitas Pengembalian menjadi penerima fasilitas kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor selama 1 (satu) tahun sebelum tanggal penerbitan ijin kawasan berikat, dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagai berikut:

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

Pasal 28

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

Pasal 29

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2011
MENTERI KEUANGAN,
ttd,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO