to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 29/M-DAG/PER/5/2012

TENTANG
KETENTUAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa produk pertambangan merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, sehingga pengelolaan dan pengusahaannya harus dilakukan secara mandiri, transparan, berdaya saing, efisien serta berwawasan lingkungan guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan;

b. bahwa dalam rangka mendukung upaya tertib usaha di bidang pertambangan, pemenuhan kebutuhan produk pertambangan di dalam negeri, serta menciptakan kepastian usaha dan kepastian hukum, perlu dilakukan pengendalian ekspor produk pertambangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta Keputusan Rapat Koordinasi Terbatas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 1 Mei 2012 mengenai Pengendalian Bahan Bakar Minyak dan Kebijakan Mineral dan Batubara, dan Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3037/30/MEM.B/2012 tanggal 4 Mei 2012 perihal Kebijakan Pengendalian Penjualan Bijih (Raw Material atau Ore) Mineral ke Luar Negeri, perlu dilakukan pengaturan ekspor produk pertambangan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 8 Prp Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2469);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5282);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5276);

10. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

12. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

13. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007;

15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan Di Bidang Ekspor;

16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.04/2009 tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;

17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

18. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

2. Produk Pertambangan adalah sumber daya alam tidak terbarukan yang digali dari perut bumi yang belum diolah dan/atau dimurnikan (raw material atau ore) dapat berupa mineral logam, mineral bukan logam dan batuan.

3. Eksportir Terdaftar Produk Pertambangan, selanjutnya disebut ET-Produk Pertambangan, adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan Ekspor Produk Pertambangan.

4. Izin Usaha Pertambangan, selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

5. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, selanjutnya disebut IUP Operasi Produksi, adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.

6. Izin Pertambangan Rakyat, selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

7. Izin Usaha Pertambangan Khusus, selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

8. Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi selanjutnya disebut IUPK Operasi Produksi, adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan lUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

9. Kontrak Karya, selanjutnya disebut KK, adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian mineral, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara.

10. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan pemeriksaan barang ekspor yang dilakukan Surveyor.

11. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan pemeriksaan teknis Ekspor Produk Pertambangan.

12. Indonesia National Single Window, selanjutnya disebut INSW, adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan data data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for custom release and clearance of cargoes).

13. Portal INSW adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.

14. Pelabuhan Mandatori adalah pelabuhan yang ditetapkan sebagai pelabuhan penerapan NSW ekspor secara penuh.

15. Wilayah Kosong adalah wilayah yang memiliki potensi Produk Pertambangan tetapi belum menjadi wilayah kerja Surveyor.

16. Rekomendasi adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit teknis terkait yang berwenang dan merupakan persyaratan diterbitkannya persetujuan ekspor.

17. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.

18. Menteri ESDM adalah menteri yang tugas dan tangung jawabnya di bidang energi sumber daya mineral.

19. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

20. Dirjen Minerba adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pasal 2

(1) Produk Pertambangan yang diatur ekspornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Produk Pertambangan yang diatur ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berasal dari pemegang IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi dan/atau KK.

Pasal 3

(1) Ekspor Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan dari Menteri.

(2) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan pengakuan ET-Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

(3) Untuk mendapat pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan persyaratan:

(4) Direktur Jenderal menerbitkan pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(5) Pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud path ayat (1) berlaku selama 2 (dua) tahun.

(6) Bentuk pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

(1) Setiap pelaksanaan ekspor Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud dalan Pasal 2 ayat (1), hanya dapat dilakukan oleh ET-Produk Pertambangan yang telah mendapat persetujuan ekspor Produk Pertambangan dari Menteri.

(2) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan persetujuan ekspor sebagairnana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

Pasal 5

(1) Untuk mendapatkan persetujuan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), ET-Produk Pertambangan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:

(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, sekurang-kurangnya berisi jenis, Nomor Pos Tarif/HS, jumlah yang diekspor, jangka waktu, pelabuhan muat, dan negara tujuan ekspor Produk Pertambangan.

(3) Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan ekspor paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

Pasal 6

Tata cara pemberian Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d dan Pasal 5 ayat (1) huruf d ditetapkan oleh Dirjen Minerba.

Pasal 7

(1) Produk Pertambangan yang diatur ekspornya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang.

(2) Verifikasi atau Penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Menteri mendelegasikan kewenangan penetapan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.

Pasal 8

(1) Penetapan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh Surveyor yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(2) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis, Surveyor harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

Pasal 9

(1) Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, ET-Produk Pertambangan harus mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor.

(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(3) Penelitian dan pemeriksaan terhadap data atau keterangan mengenai keabsahan administrasi dan wilayah asal Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:

(4) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang telah dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) disertai hasil analisa kualitatif komposisi dan kadar mineral yang terkandung dalam Produk Pertambangan.

(5) Persetujuan Ekspor dan LS digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

(6) Penerbitan LS oleh Surveyor paling lambat 1 (satu) hari setelah pemeriksaan muat barang dilakukan.

(7) LS yang diterbitkan oleh Surveyor hanya dapat dipergunakan untuk 1 (satu) kali pengapalan sebagai dokumen pelengkap Pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran 1 (satu) nomor PEB.

(8) Biaya yang dikeluarkan atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Produk Pertambangan yang dilakukan oleh Surveyor dibebankan kepada ET-Produk Pertambangan.

(9) Atas pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Produk Pertambangan yang dilakukannya, Surveyor memungut imbalan jasa yang diberikannya yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.

Pasal 10

(1) Surveyor yang akan melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) di daerah yang belum ditetapkan sebagai wilayah kerjanya harus terlebih dahulu mengajukan permohonan penambahan wilayah kerja dimaksud kepada Direktur Jenderal.

(2) Pengajuan permohonan penambahan wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (2).

Pasal 11

(1) Terhadap Produk Pertambangan yang berasal dari Wilayah Kosong. ET-Produk Pertambangan dapat mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor.

(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Produk Pertambangan yang berasal dan Wilayah Kosong oleh Surveyor hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan khusus dari Direktur Jenderal, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10.

(3) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis terhadap Produk Pertambangan yang berasal dari Wilayah Kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surveyor hanya dapat menerbitkan paling banyak 1 (satu) LS.

(4) Untuk mendapatkan persetujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surveyor harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

Pasal 12

(1) ET-Produk Pertambangan wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai pelaksanaan ekspor, baik terealisasi maupun tidak terealisasi secara periodik setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal, dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan dengan tembusan kepada Dirjen Minerba.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga disampaikan melalui http://inatrade.kemendag.go.id.

Pasal 13

(1) Surveyor wajib menyampaikan LS melalui http://inatrade.kemendag.go.id yang akan diteruskan ke portal INSW.

(2) Dalam hal http://inatrade.kemendag.go.id sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi karena dalam keadaan memaksa (force majeure), LS disampaikan secara manual ke portal INSW.

(3) Bagi Surveyor yang menerbitkan LS di Pelabuhan Mandatori wajib menyampaikan LS segera setelah LS diterbitkan.

(4) Bagi Surveyor yang menerbitkan LS pada selain Pelabuhan Mandatori wajib menyampaikan LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah diterbitkan.

(5) Surveyor wajib memastikan bahwa Produk Pertambangan yang diekspor sesuai dengan yang tercantum dalam LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4).

Pasal 14

(1) Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilaksanakannya setiap bulan.

(2) Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan dan Dirjen Minerba dalam hal ini Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral pada minggu pertama bulan berikutnya.

(3) Surveyor wajib menyampaikan rekapitulasi atas LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) setiap bulannya kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan dengan menggunakan bentuk sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

(1) Pengakuan ET-Produk Pertambangan dicabut apabila:

(2) Pencabutan pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(3) ET-Produk Pertambangan yang dikenai sanksi pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan setelah 1 (satu) tahun dan harus mendapat rekomendasi pengaktifan kembali dari Dirjen Minerba.

Pasal 16

Surveyor yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi pencabutan penetapan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Produk Pertambangan.

Pasal 17

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 18

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

Pasal 19

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2012
MENTERI PERDAGANGAN R.I.
ttd,
GITA IRAWAN WIRJAWAN