to English

PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR 03/Permentan/OT.140/1/2012

TENTANG
REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka mencukupi kebutuhan produk hortikultura di dalam negeri dapat dilakukan melalui impor produk hortikultura dari luar negeri;

b. bahwa impor sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan produk hortikultura yang belum tercukupi dari pasokan di dalam negeri;

c. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, dan untuk menindaklanjuti Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, perlu mengatur Rekomendasi Impor Produk Hortikultura;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);

10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jis Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 141);

12. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142);

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian;

14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 842);

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 843);

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 90/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup berupa Sayuran Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 844);

18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2012 Nomor 7);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Impor produk hortikultura adalah serangkaian kegiatan memasukan produk hortikultura dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. Produk hortikultura adalah semua hasil yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar atau telah diolah.

3. Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang selanjutnya disebut RIPH adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya kepada setiap orang yang akan melakukan impor produk hortikultura ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

4. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang melakukan usaha hortikultura.

5. Usaha hortikultura adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan hortikultura.

6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian.

7. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVT-PP adalah unit kerja yang membidangi fungsi perizinan secara administratif.

Pasal 2

Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelayanan pemberian RIPH, dan setiap orang yang akan melakukan impor produk hortikultura.

Pasal 3

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian dalam pelayanan pemberian RIPH dan pelaksanaan impor produk hortikultura oleh setiap orang yang melakukan impor produk hortikultura dan jaminan atas produk hortikultura yang diimpor memenuhi keamanan pangan.

Pasal 4

Ruang lingkup Peraturan ini meliputi:

BAB II
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Impor produk hortikultura dapat dilakukan setiap orang setelah mendapat izin impor dari Menteri Perdagangan.

(2) Izin impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Menteri Perdagangan setelah memperoleh RIPH dari Menteri Pertanian.

Pasal 6

(1) Penerbitan RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam pelaksanaannya Menteri melimpahkan kepada Direktur Jenderal.

(2) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Pertanian oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Pertanian seperti tercantum pada Lampiran I sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(3) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

Pasal 7

(1) Direktur Jenderal dalam memberikan RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus mempertimbangkan:

(2) Ketersediaan produk hortikultura sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai analisa kebutuhan nasional.

Pasal 8

(1) Produk hortikultura yang dapat diberikan RIPH seperti tercantum pada Lampiran II sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

(2) Produk hortikultura untuk pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi keamanan pangan yang diatur dengan Peraturan tersendiri.

Pasal 9

Produk hortikultura yang pertama kali diimpor ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat dilakukan setelah Analisis Risiko Impor (Impor Risk Analysis) sesuai dengan prosedur peraturan perkarantinaan.

Bagian Kedua
Persyaratan Memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

Pasal 10

(1) RIPH dapat diberikan kepada setiap orang.

(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sebagai Importir Terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan.

Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

Bagian Ketiga
Tata Cara Memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

Pasal 12

(1) Untuk memperoleh RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 setiap orang mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui Kepala PPVT-PP seperti tercantum pada Lampiran III sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini dilengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

(2) Kepala PPVT-PP setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja telah selesai memeriksa kelengkapan dokumen, dan memberikan jawaban diterima atau ditolak.

Pasal 13

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 apabila dari hasil pemeriksaan dokumen masih ada kekurangan dokumen persyaratan atau dokumen tidak benar.

(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon oleh Kepala PPVT-PP secara tertulis disertai alas an penolakan sesuai format-1 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini .

Pasal 14

(1) Permohanan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 apabila dari hasil pemeriksaan dokumen telah lengkap dan benar.

(2) Permohonan yang lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kepala PPVT-PP disampaikan kepada Direktur Jenderal.

(3) Direktur Jenderal setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja telah selesai memeriksa kelengkapan dan kebenaran persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan memberikan jawaban diterima atau ditolak.

Pasal 15

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila dari hasil pemeriksaan persyaratan teknis masih ada kekurangan atau tidak benar.

(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pemohon melalui Kepala PPVT-PP oleh Direktur Jenderal secara tertulis disertai alasan penolakan sesuai format-2 seperti tercantum pada Lampiran IV sebagai bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

Pasal 16

(1) Permohonan diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila dari hasil pemeriksaan persyaratan teknis telah lengkap dan benar.

(2) Permohonan yang telah lengkap dan benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat meminta masukan kepada Tim untuk mendapatkan saran pertimbangan dalam menerbitkan RIPH.

(3) Tim dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja telah memberikan saran pertimbangan kepada Direktur Jenderal.

(4) Tim dalam memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

Pasal 17

(1) Setelah persyaratan teknis lengkap dan benar serta tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 maka Direktur Jenderal menerbitkan RIPH.

(2) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Direktur Jenderal disampaikan kepada pemohon melalui Kepala PPVT-PP.

(3) RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan dalam 1 (satu) kali impor.

Pasal 18

(1) Keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berasal dari wakil unsur Direktorat Jenderal Hortikultura, PPVT-PP, Badan Karantina Pertanian, Badan Ketahanan Pangan, Pusat Sosial Ekonomi, dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

(2) Susunan keanggotaan dan tugas Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Pertanian.

BAB III
KEWAJIBAN PEMEGANG REKOMENDASI IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

Pasal 19

Setiap orang yang telah memperoleh RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus mengajukan izin impor produk hortikultura kepada Menteri Perdagangan.

Pasal 20

(1) Setiap orang yang telah memperoleh izin impor dari Menteri Perdagangan wajib melakukan impor produk hortikultura melalui pintu masuk yang ditetapkan dalam RIPH.

(2) Setiap orang yang telah melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja wajib menyampaikan laporan realisasi impor kepada Direktur Jenderal melalui Kepala PPVT-PP.

(3) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Kepala PPVT-PP disampaikan kepada Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Hortikultura dan Kepala Badan Karantina Pertanian.

BAB IV
PENGAWASAN DI TEMPAT PEMASUKAN

Pasal 21

Pengawasan impor produk hortikultura di tempat pemasukan dilakukan oleh Petugas Karantina Tumbuhan.

Pasal 22

(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan terhadap pemeriksaan dokumen impor hortikultura dan keamanan pangan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan karantina tumbuhan.

(3) Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan, dan kebenaran isi dokumen.

Pasal 23

Pemeriksaan keabsahan dokumen impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), meliputi:

Pasal 24

Pemeriksaan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), meliputi:

Pasal 25

Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 terbukti:

Pasal 26

Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, izin impor tidak dapat dipenuhi dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 27

Dalam hal jumlah produk hortikultura melebihi jumlah yang tercantum dalam izin impor, jumlah kelebihan dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 28

(1) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal penolakan pemilik produk hortikultura atau kuasanya tidak segera membawa keluar produk hortikultura dari wilayah negara Republik Indonesia, dilakukan tindakan pemusnahan.

(2) Produk hortikultura yang dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemilik atau kuasanya tidak berhak untuk menuntut ganti rugi.

BAB V
KETENTUAN SANKSI

Pasal 29

Setiap orang yang telah mendapat RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tidak mengajukan permohonan izin impor kepada Menteri Perdagangan dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam RIPH, menjadi bahan pertimbangan untuk memperoleh RIPH berikutnya.

Pasal 30

(1) Setiap orang setelah memperoleh izin impor produk hortikultura dari Menteri Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tidak melaksanakan impor dan/atau tidak memberikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi administratif berupa:

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Perdagangan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

(1) Persyaratan mempunyai gudang penyimpanan sesuai dengan karakteristik produknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan Peraturan Menteri Pertanian ini.

(2) Peraturan ini tidak berlaku untuk barang bawaan penumpang pesawat udara atau kapal laut, serta pelintas batas negara yang dimaksudkan untuk pemenuhan konsumsi sendiri dan jumlahnya tidak melebihi dari 10 (sepuluh) kilogram per orang.

Pasal 32

Peraturan ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Pertanian ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Januari 2012
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
SUSWONO