to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 02/M-DAG/PER/1/2012

TENTANG
KETENTUAN IMPOR MUTIARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kepastian berusaha di bidang usaha mutiara dan mendukung upaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu didorong terciptanya perdagangan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif;

b. bahwa untuk mendukung penyediaan mutiara yang tidak sepenuhnya diperoleh dari sumber dalam negeri dengan tetap memperhatikan efektivitas pelaksanaan kebijakan di bidang impor, perlu dilakukan pengaturan impor mutiara;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatblad Tahun 1938 Nomor 86) sebagaimana telah diubah dan ditambah;

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3806);

6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

12. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011);

14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2010;

15. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007;

16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 tentang Angka Pengenal Importir (API) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/7/2011;

17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;

18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/9/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR MUTIARA.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Mutiara adalah produk hasil perikanan berupa butiran permata yang dihasilkan oleh kerang mutiara laut atau air tawar.

2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

3. Persetujuan impor adalah izin impor Mutiara.

4. Rekomendasi adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit teknis terkait yang berwenang dan merupakan persyaratan diterbitkannya Persetujuan Impor.

5. Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor adalah kegiatan pemeriksaan teknis impor barang yang dilakukan di pelabuhan muat barang oleh Surveyor.

6. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor barang.

7. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

9. Direktur adalah Direktur Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

Mutiara yang diatur impornya sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

Impor Mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan Persetujuan Impor dari Direktur Jenderal.

Pasal 4

(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

a. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau izin usaha lain dari instansi teknis berwenang;

b. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. fotokopi Angka Pengenal Importir (API); dan

e. rekomendasi dari Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(2) Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan Impor paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima secara lengkap dan benar.

Pasal 5

Persetujuan Impor Mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan.

Pasal 6

Setiap impor mutiara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan tujuan:

a. Pelabuhan Udara Soekarno Hatta di Jakarta; dan

b. Pelabuhan Udara Juanda di Surabaya.

Pasal 7

(1) Perusahaan yang telah memperoleh Persetujuan Impor Mutiara wajib menyampaikan laporan tertulis pelaksanaan impor Mutiara kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal importasinya terealisasi atau tidak terealisasi.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap 3 (tiga) bulan paling lama pada tanggal 15 bulan berikutnya melalui http://inatrade.kemendag.go.id.

Pasal 8
(1) Setiap impor Mutiara yang telah mendapat Persetujuan Impor harus dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor oleh Surveyor di negara tempat pelabuhan muat sebelum dikapalkan.

(2) Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. uraian dan spesifikasi barang yang mencakup Nomor Pos Tarif/HS;

b. jumlah (volume) per jenis barang;

c. waktu pangapalan; dan

d. data atau keterangan mengenai negara asal barang dan pelabuhan tujuan.

(3) Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor.

(4) Seluruh beban biaya verifikasi atau penelusuran teknis impor yang dilakukan oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh perusahaan yang telah mendapat Persetujuan Impor.

Pasal 9

(1) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan Menteri.

(2) Surveyor yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey (SIUJS);

b. berpengalaman sebagai Surveyor minimal 5 (lima) tahun;

c. memiliki cabang atau perwakilan dan/atau afiliasi di luar negeri dan memiliki jaringan untuk mendukung efektifitas pelayanan verifikasi; dan

d. mempunyai rekam-jejak (track record) di bidang pengelolaan kegiatan verifikasi impor.

(3) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib manyampaikan laporan tertulis mengenai rekapitulasi kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis impor kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Impor setiap bulan pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.

(4) Surveyor yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi pencabutan penetapan sebagai Surveyor pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor mutiara.

(5) Pencabutan penetapan sebagai Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Menteri.

Pasal 10

(1) Terhadap impor mutiara untuk:

a. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan jumlah paling banyak 100 (seratus) gram;

b. barang untuk keperluan pameran, dengan jumlah paling banyak 1000 (seribu) gram untuk setiap peserta pameran dari luar negeri;

harus mendapatkan Persetujuan Impor dengan hanya melampirkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e dan dikecualikan dari ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(2) Terhadap impor mutiara untuk:

a. barang pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut dengan jumlah paling banyak 50 (lima puluh) gram;

b. barang yang telah diekspor untuk keperluan pameran atau ditolak oleh pembeli di luar negeri, kemudian diimpor kembali yang dibuktikan dengan dokumen Peberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor;

dikecualikan dari ketentuan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 11

(1) Persetujuan impor dicabut dalam hal perusahaan:

a. tidak melakukan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;

b. mengubah, menambah, dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen Persetujuan Impor;

c. mengimpor Mutiara yang jenis dan/atau jumlahnya tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen Persetujuan Impor; dan/atau

d. dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas pelanggaran tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan mutiara yang diimpornya.

(2) Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal.

(3) Perusahaan yang melanggar ketentuan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dikenai sanksi penangguhan impor Mutiara periode berikutnya.

Pasal 12

Perusahaan yang mengimpor Mutiara tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Setiap pelaksanaan impor Mutiara tetap tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian mutu mutiara, karantina ikan, dan/atau kepabeanan.

Pasal 14

Menteri dapat membentuk tim terpadu yang terdiri dari wakil instansi teknis terkait untuk melakukan evaluasi dan pengawasan atas pelaksanaan impor Mutiara.

Pasal 15

LS sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2012.

Pasal 16

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Januari 2012
MENTERI PERDAGANGAN R.I.,
ttd,
GITA IRAWAN WIRJAWAN


LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 02/M-DAG/PER/1/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR MUTIARA

MUTIARA YANG DIATUR IMPORNYA

No. NOMOR HS URAIAN BARANG KETERANGAN
1 7101.10.00.00 Mutiara alam  
2 7101.21.00.10 Dari air tawar  
3 7101.21.00.20 Dari laut  
4 7101.22.00.10 Dari air tawar  
5 7101.22.00.20 Dari laut  
6 7116.10.00.00 Dari mutiara alam atau budidaya  

MENTERI PERDAGANGAN R.I.,
ttd,
GITA IRAWAN WIRJAWAN

pdf File