to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 30/M-DAG/PER/5/2012

TENTANG
KETENTUAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa produk hortikultura merupakan komoditi yang mempunyai potensi ekonomi bagi masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan dan distribusi produk hortikultura menjadi sangat penting;

b. bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang berasal dari produk hortikultura untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan, menciptakan stabilitas ekonomi nasional, dan melindungi kepentingan konsumen serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, diperlukan pengaturan impor produk hortikultura;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsbiad Tahun 1938 Nomor 86) sebagaimana telah diubah dan ditambah;

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

3. Undang Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3806);

8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821;

9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4196);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4254);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4498);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

18. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

19. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;

20. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

21. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;

22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-buahan dan/atau Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/OT.140/3/2012;

23. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16/Permentan/OT.140/3/2012;

24. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Kemasan Kayu ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

25. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/9/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;

26. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/2/2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang Pada Kemasan Pangan Dan Plastik;

27. Peraturan Menteni Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan;

28. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan;

29. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/10/2011 tentang Barang Dalam Keadaan Terbungkus;

30. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan;

31. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.

2. Produk Hortikultura adalah semua hasil yang berasal dan tanaman hortikultura yang masih segar atau yang telah diolah.

3. Produk Hortikultura Segar adalah pangan asal tumbuhan berupa produk yang dihasilkan pada proses pasca panen untuk konsumsi atau bahan baku industri, dan/atau produk yang mengalami proses secara minimal.

4. Produk Hortikultura Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

5. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

6. Importir Produsen Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut IP-Produk Hortikultura adalah perusahaan industri yang menggunakan Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan penolong pada proses produksi sendiri dan tidak memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain.

7. Importir Terdaftar Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut IT-Produk Hortikultura adalah perusahaan yang melakukan impor Produk Hortikultura untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan dan/atau memindahtangankan kepada pihak lain.

8. Distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan pembelian, penyimpanan, penjualan, serta pemasaran barang, khususnya menyalurkan barang dari importir ke pengecer (retailer).

9. Surat Keterangan Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut SKPLBI-Produk Hortikultura adalah dokumen yang menerangkan bahwa Produk Hortikultura yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan label.

10. Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Produk Hortikultura, yang selanjutnya disebut SPKPLBI-Produk Hortikultura adalah dokumen yang menerangkan bahwa Produk Hortikultura yang bersangkutan dikecualikan dari kewajiban pencantuman label.

11. Label adalah setiap keterangan mengenai Produk Hortikultura yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat informasi tentang produk dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang disertakan pada produk, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan.

12. Logo Tara Pangan adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu kemasan pangan aman digunakan untuk pangan.

13. Kode Daur Ulang adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu kemasan pangan dapat didaur ulang.

14. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Produk Hortikultura, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.

15. Rapat Koordinasi adalah rapat antar instansi yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

16. Persetujuan Impor adalah izin impor Produk Hortikultura.

17. Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit teknis terkait yang berwenang dan merupakan persyaratan diterbitkannya Persetujuan Impor.

18. Verifikasi atau penelusuran teknis adalah kegiatan pemeriksaan teknis atas produk impor yang dilakukan di pelabuhan muat barang oleh surveyor.

19. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis produk impor.

20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan.

Pasal 2

(1) Setiap impor Produk Hortikultura wajib memperhatikan aspek:

(2) Impor Produk Hortikultura hanya dapat dilakukan apabila produksi dan pasokan Produk Hortikultura di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Produk Hortikultura yang diatur tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

(1) Dalam hal Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur alokasi impornya, jumlah alokasi impor nasional setiap tahun ditentukan dan disepakati dalam Rapat Koordinasi pada tingkat menteri dengan mempertimbangkan produksi dan kebutuhan konsumsi di dalam negeri.

(2) Alokasi impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing IP-Produk Hortikultura dan IT-Produk Hortikultura, ditentukan dan disepakati dalam Rapat Koordinasi pada tingkat Eselon I instansi terkait dengan memperhatikan alokasi impor nasional.

BAB III
TATA CARA DAN PERSYARATAN IMPOR

Pasal 5

Impor Produk Hortikultura hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura atau penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura dari Menteri.

Pasal 6

Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura atau penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 kepada Direktur Jenderal.

Pasal 7

(1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dilakukan pemeriksaan lapangan oleh Tim untuk mengetahui kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat(1).

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.

(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari pejabat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(5) Dalam hal hasil atas pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan data yang tidak benar, Direktur Jenderal menolak menerbitkan penetapan sebagai IP-Produk Hortikultura.

(6) Pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sesuai dengan RIPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terhitung sejak tanggal diterbitkan.

(7) Pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).

(8) Dalam hal impor Produk Hortikultura melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura disampaikan secara manual kepada instansi terkait.

Pasal 8

Perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura hanya dapat mengimpor Produk Hortikultura sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksi industri yang dimilikinya dan dilarang memperdagangkan dan/atau memindahtangankan.

Pasal 9

(1) Untuk memperoleh penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dilakukan pemeriksaan lapangan oleh Tim untuk mengetahui kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari pejabat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(4) Dalam hal hasil atas pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditemukan data yang tidak benar, Direktur Jenderal menolak menerbitkan penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura.

(5) Penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan.

(6) Penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).

(7) Dalam hal impor Produk Hortikultura melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura disampaikan secara manual kepada instansi terkait.

Pasal 10

(1) IT-Produk Hortikultura yang akan melakukan impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mendapatkan Persetujuan Impor dari Menteri.

(2) Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.

Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, IT-Produk Hortikultura harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal dengan melampirkan:

(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan:

(3) Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada IT-Produk Hortikultura dan tembusan disampaikan kepada instansi terkait.

(4) Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berlaku sesuai dengan rekomendasi instansi terkait, terhitung sejak tanggal diterbitkan.

(5) Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).

(6) Dalam hal impor Produk Hortikultura melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan Persetujuan Impor disampaikan secara manual kepada instansi terkait,

Pasal 12

Perusahaan yang telah mendapat penetapan sebagai IT Produk Hortikultura:

Pasal 13

RIPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g dan Pasal 11 ayat (1) huruf a meliputi:

BAB IV
KEMASAN

Pasal 14

(1) Produk Hortikultura yang diimpor harus memenuhi persyaratan kemasan:

(2) Pemenuhan persyaratan kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan sertifikat hasil uji yang diterbitkan oleh laboratorium uji yang kompeten dan diakui pemerintah setempat.

(3) Ketentuan kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Produk Tanaman Hias.

BAB V
LABEL

Pasal 15

(1) Produk Hortikultura yang diimpor wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia pada setiap produk dan/atau kemasan.

(2) Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat memasuki wilayah Republik Indonesia telah berlabel dalam Bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya mencantumkan:

(3) Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti.

(4) Penggunaan bahasa, selain Bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan jika tidak ada padanannya.

Pasal 16

(1) Pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak mudah lepas dari produk atau kemasan, tidak mudah luntur atau rusak, serta mudah untuk dilihat dan dibaca.

(2) Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dimungkinkan untuk dicantumkan pada produk yang berukuran kecil, harus dibubuhkan pada kemasan atau disertakan pada produk.

Pasal 17

Ketentuan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dikecualikan untuk Produk Tanaman Hias.

Pasal 18

(1) Pelaku usaha yang akan mengimpor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 15 harus mengajukan permohonan tertulis untuk memperoleh SKPLBI-Produk Hortikultura kepada Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam hal ini Direktur Pemberdayaan Konsumen, dengan melampirkan persyaratan:

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menunjukkan dokumen aslinya, jika diperlukan.

(3) Direktur Pemberdayaan Konsumen menerbitkan:

(4) SKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan, untuk setiap jenis produk.

(5) SKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yang telah diterbitkan disampaikan kepada importir sebanyak 2 (dua) eksemplar, asli untuk importir dan tembusan untuk Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.

(6) SKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).

(7) Dalam hal impor Produk Hortikultura dilakukan melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan SKPLBI-Produk Hortikultura disampaikan secara manual kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dan Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.

Pasal 19

(1) Pengecualian label Produk Hortikultura untuk Produk Tanaman Hias sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus dilengkapi dengan SPKPLBI-Produk Hortikultura.

(2) SPKPLBI-Produk Hortikultura diberikan kepada IT-Produk Hortikultura untuk Produk Tanaman Hias.

(3) Untuk memperoleh SPKPLBI-Produk Hortikultura, IT-Produk Hortikultura untuk Produk Tanaman Hias sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruss mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen dalam hal ini Direktur Pemberdayaan Konsumen, dengan melampirkan persyaratan:

(4) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menunjukkan dokumen aslinya, jika diperlukan.

(5) Direktur Pemberdayaan Konsumen menerbitkan:

(6) SPKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan untuk setiap jenis produk.

(7) SPKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a yang telah diterbitkan disampaikan kepada importir sebanyak 2 (dua) eksemplar, asli untuk importir dan tembusan untuk Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.

(8) SPKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a diteruskan secara online ke portal Indonesia National Single Window (INSW).

(9) Dalam hal impor Produk Hortikultura dilakukan melalui pelabuhan yang belum terkoneksi dengan Indonesia National Single Window (INSW), tembusan SPKPLBI-Produk Hortikultura disampaikan secara manual kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dan Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian.

Pasal 20

(1) SKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a dan SPKPLBI-Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) huruf a merupakan dokumen pelengkap kepabeanan.

(2) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 19 ayat (3) dapat dilakukan melalui:

(3) Permohonan melalui e-mail sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, harus menggunakan e-mail resmi perusahaan.

BAB VI
VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR

Pasal 21

(1) Setiap pelaksanaan impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 oleh IP-Produk Hortikultura atau IT-Produk Hortikultura harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor di pelabuhan muat negara asal.

(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surveyor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Pasal 22

(1) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilakukan terhadap impor Produk Hortikultura, yang meliputi data atau keterangan mengenai:

(2) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor.

(3) Atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surveyor memungut imbalan jasa dari IT-Produk Hortikultura atau IP-Produk Hortikultura yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.

Pasal 23

Kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis impor Produk Hortikultura oleh Surveyor tidak mengurangi kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pabean.

BAB VII
PELAPORAN

Pasal 24

(1) IP-Produk Hortikultura dan IT-Produk Hortikultura wajib:

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan setiap bulan, paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian.

(3) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Menteri ini.

(4) Kartu Kendali Realisasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kartu kendali jumlah realisasi impor Produk Hortikultura.

Pasal 25

Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) wajib menyampaikan laporan tertulis mengenai pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor Produk Hortikultura kepada Direktur Jenderal setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 26

Pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura dan penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura dicabut apabila perusahaan:

Pasal 27

Pencabutan pengakuan sebagai IP-Produk Hortikultura dan penetapan sebagai IT-Produk Hortikultura ditetapkan oleh Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri.

Pasal 28

Penetapan sebagai Surveyor dicabut apabila:

Pasal 29

Pencabutan penetapan sebagai Surveyor sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 30

(1) Perusahaan yang melakukan impor Produk Hortikultura tidak sesuai dengan ketentuan kemasan dan label dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

(2) Produk Hortikultura segar yang diimpor, jika:

(3) Produk Tanaman Hias yang diimpor, jika:

(4) Produk Hortikultura Olahan yang diimpor, jika:

(5) Biaya atas pelaksanaan pemusnahan dan re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) merupakan tanggung-jawab importir.

BAB IX
LAIN-LAIN

Pasal 31

Pemeriksaan kesesuaian kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan oleh:

Pasal 32

Setiap impor Produk Hortikultura hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan tujuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 33

(1) Impor Produk Hortikultura untuk:

(2) Impor Produk Hortikultura untuk:

(3) Impor Produk Hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1> dan ayat (2) tidak berlaku ketentuan IT-Produk Hortikultura atau IP-Produk Hortikultura dan ketentuan verifikasi atau penelusuran teknis impor.

Pasal 34

(1) Pengawasan terhadap importasi dan peredaran Produk Hortikultura dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Menteri dapat membentuk tim terpadu yang terdiri dan wakil instansi terkait untuk melakukan:

Pasal 35

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

(1) LS sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) mulai berlaku 60 (enam puluh) hari sejak diberlakukan Peraturan Menteri ini.

(2) LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC. 1.1).

Pasal 37

Terhadap Produk Hontikultura yang telah beredar sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini wajib menyesuaikan ketentuan kemasan dan label dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak diberlakukan Peraturan Menteri ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Peraturan Menteri ini mulai beriaku pada tanggal 15 Juni 2012.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 2012
MENTERI PERDAGANGAN R.I,
ttd,
GITA IRAWAN WIRJAWAN

Lampiran