to English

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2009

TENTANG
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

3. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan Penanaman Modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

4. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

5. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDPPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi.

8. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota.

9. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang, oleh:

10. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, oleh:

11. Penugasan adalah penyerahan tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, dari Kepala BKPM kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah berdasarkan hak substitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas.

12. Penghubung adalah pejabat pada Kementerian/LPND, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota yang ditunjuk untuk membantu penyelesaian Perizinan dan Nonperizinan, memberi informasi, fasilitasi, dan kemudahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/Walikota dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang jelas.

13. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

15. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM adalah LPND yang bertanggung jawab di bidang Penanaman Modal yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

16. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan, PDPPM dan PDKPM.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal berdasarkan asas:

Pasal 3

PTSP di bidang Penanaman Modal bertujuan untuk membantu Penanam Modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai Penanaman Modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan Perizinan dan Nonperizinan.

Pasal 4

Ruang lingkup PTSP di bidang Penanaman Modal mencakup pelayanan untuk semua jenis Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang diperlukan untuk melakukan kegiatan Penanaman Modal.

BAB III
TOLOK UKUR PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Pasal 5

(1) Pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal harus menghasilkan mutu pelayanan prima yang diukur dengan indikator kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum.

(2) PTSP di bidang Penanaman Modal harus didukung ketersediaan:

(3) BKPM melakukan penilaian terhadap PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah berdasarkan tolok ukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4) BKPM melakukan penetapan kualifikasi PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

BAB IV
PENYELENGGARAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Bagian Pertama
Umum

Pasal 6

PTSP di bidang Penanaman Modal diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah

Pasal 7

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah dilaksanakan oleh BKPM.

(2) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

(3) Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan melalui Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND.

(4) Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat memuat pemberian hak substitusi kepada Kepala BKPM.

(5) Kepala BKPM memberikan rekomendasi kepada Menteri/Kepala LPND, untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan yang berdasarkan undang-undang tidak dilimpahkan.

(6) Penunjukan Penghubung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan Menteri Teknis/Kepala LPND, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

Pasal 8

(1) Urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a terdiri atas:

(2) Penanaman Modal Asing dan Penanam Modal yang menggunakan modal asing, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 5) meliputi:

(3) Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, menyusun dan menetapkan bidang-bidang usaha Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1), angka 2), angka 3), angka 4), dan angka 6).

(4) Kepala BKPM berkoordinasi dengan Menteri/Pimpinan Instansi terkait untuk menginventarisasi perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 5).

Pasal 9

(1) Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, menetapkan jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal.

(2) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan untuk setiap jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan tersebut dalam bentuk Petunjuk Teknis yang meliputi:

(3) Tata cara Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan penyederhanaan tanpa mengurangi faktor keselamatan, keamanan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan dari kegiatan Penanaman Modal, mengacu kepada standar yang ditetapkan oleh lembaga/instansi yang berwenang.

(4) Dalam menetapkan jenis dan tata cara Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Menteri Teknis/Kepala LPND berkoordinasi dengan lembaga/instansi terkait.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan PTSP di Bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah

Pasal 10

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah provinsi dilaksanakan oleh PDPPM.

(2) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM.

(3) Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:

Pasal 12

(1) Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh PDKPM.

(2) Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Walikota memberikan Pendelegasian Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM.

(3) Urusan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:

Pasal 13

(1) Dalam penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b dan Pasal 12 ayat (3) huruf b, Kepala BKPM berdasarkan hak substitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dapat memberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau memberikan sebagai Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota.

(2) Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas kualifikasi PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).

(3) Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur atau Penugasan kepada pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala BKPM.

BAB V
TATA CARA PELAKSANAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Pasal 14

(1) Permohonan untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal diajukan kepada BKPM, PDPPM atau PDKPM, sesuai kewenangannya.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual, atau elektronik melalui SPIPISE.

Pasal 15

(1) Tata cara pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal dalam Bab ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKPM.

(2) Pemerintah Daerah menyusun tata cara pelaksanaan PTSP di bidang Penanaman Modal berdasarkan Peraturan Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB VI
PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Pasal 16

(1) Kepala BKPM melakukan pembinaan atas penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal di PDPPM dan PDKPM berdasarkan kualifikasi PTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4).

(2) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila PDPPM belum mampu melaksanakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang berasal dari Pelimpahan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), maka Kepala BKPM sesuai dengan kewenangannya atau atas persetujuan Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, untuk sementara menyelenggarakan Perizinan dan Nonperizinan tersebut.

(3) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila PDKPM belum mampu melaksanakan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang berasal dari Penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Kepala BKPM sesuai dengan kewenangannya atau atas persetujuan Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, untuk sementara menyerahkan kewenangan tersebut kepada kepala PDPPM, guna menyelenggarakan Perizinan dan Nonperizinan dimaksud.

(4) PDPPM dan PDKPM dinyatakan belum mampu melaksanakan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal, apabila belum memenuhi tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2).

(5) Penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan oleh Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diberikan kembali kepada kepala PDPPM dan kepala PDKPM setelah Kepala BKPM melakukan pembinaan dan apabila tolok ukur PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) telah dipenuhi.

(6) Tata cara pembinaan atas penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKPM.

Pasal 17

(1) Urusan pemerintah provinsi di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a dan urusan pemerintah kabupaten/kota di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a, untuk sementara penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah, apabila Pemerintah Daerah tersebut setelah mendapat pembinaan ternyata belum mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah di bidang Penanaman Modal.

(2) Penyelenggaraan sementara oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Kepala BKPM.

(3) Tata cara pembinaan dan penyelenggaraan sementara oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden di bidang pembinaan pemerintahan daerah.

BAB VII
TIM PERTIMBANGAN PTSP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

Pasal 18

(1) Pemerintah membentuk Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal.

(2) Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal mempunyai tugas:

(3) Ketua Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal adalah Menteri Koordinator yang bertanggung jawab di bidang perekonomian, dengan Wakil Ketua yang merangkap Ketua Harian adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pemerintahan dalam negeri.

(4) Tugas, fungsi serta susunan keanggotaan Tim Pertimbangan PTSP di bidang Penanaman Modal diatur lebih lanjut oleh Menteri Koordinator yang bertanggung jawab di bidang perekonomian.

BAB VIII
SISTEM PELAYANAN INFORMASI DAN PERIZINAN INVESTASI SECARA ELEKTRONIK

Pasal 19

Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal didukung oleh SPIPISE.

Pasal 20

(1) Penanam Modal yang mengajukan permohonan Perizinan dan Nonperizinan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), menerima Perizinan dan Nonperizinan secara elektronik melalui SPIPISE.

(2) Perizinan dan Nonperizinan berupa dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan alat bukti hukum yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

Pasal 21

(1) BKPM membangun dan mengelola SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, yang terdiri atas

(2) Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup aplikasi otomasi proses kerja (business process) pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.

(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas

(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b hanya dapat diberikan kepada:

Pasal 22

Dalam mengelola SPIPISE, BKPM mempunyai kewajiban:

Pasal 23

(1) Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal membuka akses sistem informasi Penanaman Modal yang dikelolanya dan secara bertahap mengintegrasikan dengan SPIPISE.

(2) Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal yang belum memberikan Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang kepada Kepala BKPM:

(3) Kementerian Teknis/LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal menyampaikan dan membuka akses informasi Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan Penanaman Modal meliputi jenis, persyaratan teknis, mekanisme, biaya, dan SLA serta informasi potensi Penanaman Modal kepada BKPM.

(4) PDPPM dan PDKPM yang menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal menggunakan standar data referensi yang ditetapkan SPIPISE serta menyampaikan dan membuka akses informasi Perizinan dan Nonperizinan terkait dengan Penanaman Modal yang meliputi jenis, persyaratan teknis, mekanisme, biaya dan SLA serta informasi potensi Penanaman Modal daerah kepada BKPM.

(5) Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM menyediakan perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan (interkoneksi) SPIPISE di lingkungan masing-masing.

(6) Dalam rangka menerima permohonan untuk mendapatkan Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, PDPPM dan PDKPM menggunakan aplikasi otomasi proses kerja (business process) pelayanan Perizinan dan Nonperizinan SPIPISE.

Pasal 24

(1) Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM memiliki hak akses terhadap SPIPISE.

(2) Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab menjaga keamanan atas penggunaan hak akses tersebut.

(3) Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas data dan informasi yang disampaikan kepada BKPM melalui SPIPISE.

Pasal 25

(1) Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM yang menggunakan SPIPISE menyediakan jejak audit atas seluruh kegiatan dalam SPIPISE.

(2) Jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk mengetahui dan menguji kebenaran proses transaksi elektronik melalui SPIPISE.

(3) BKPM, Kementerian/LPND, PDPPM, dan PDKPM menggunakan jejak audit yang ada di SPIPISE sebagai dasar penelusuran apabila terjadi perbedaan data dan informasi.

Pasal 26

Dalam menyelenggarakan SPIPISE tanggung jawab pembiayaan dibebankan kepada:

Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dengan Peraturan Kepala BKPM.

BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 28

(1) Biaya yang diperlukan BKPM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Biaya yang diperlukan PDPPM dan PDKPM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing.

Pasal 29

Segala penerimaan negara yang timbul dari pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan pemerintahan di bidang Penanaman Modal yang menjadi kewenangan Pemerintah diserahkan kepada Kementerian/LPND sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.

BAB X
PELAPORAN

Pasal 30

(1) Kepala BKPM menyampaikan laporan penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal secara nasional kepada Presiden dengan tembusan Menteri Teknis/Kepala LPND yang membina urusan Pemerintah di sektor/bidang usaha Penanaman Modal setiap tahun paling lambat bulan April tahun berikutnya.

(2) Dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala PDPPM dan kepala PDKPM menyampaikan data dan informasi kepada Kepala BKPM mengenai penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal di daerah masing-masing yang tidak dapat diperoleh melalui SPIPISE, paling lambat 2 (dua) bulan sebelum laporan kepada Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal interkoneksi dengan SPIPISE belum terbangun, kepala PDPPM dan kepala PDKPM wajib menyampaikan laporan data perkembangan dan informasi Penanaman Modal secara berkala kepada Kepala BKPM dengan tembusan kepada Menteri Teknis/Kepala LPND yang membina urusan Pemerintah di sektor/bidang usaha Penanaman Modal.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala BKPM.

BAB XI
KOORDINASI PENYELENGGARAAN PTSP

Pasal 31

Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan Penanaman Modal di PTSP, BKPM melaksanakan koordinasi dengan Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM.

Pasal 32

(1) PDPPM dan PDKPM merupakan perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

(2) Fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas fungsi PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 12 ayat (1) dan fungsi lain sebagai berikut:

(3) Pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja PDPPM dan PDKPM sebagai perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Daerah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:

(1) Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND tentang Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan di bidang Penanaman Modal yang diberikan kepada Kepala BKPM sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang merupakan urusan Pemerintah dan belum disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

(2) Permohonan Penanaman Modal dan permohonan lainnya yang berkaitan dengan Penanaman Modal yang telah disampaikan kepada BKPM, Menteri Teknis/Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal, PDPPM dan PDKPM yang menyelenggarakan PTSP di bidang Penanaman Modal dan belum memperoleh persetujuan Pemerintah, wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

Pasal 34

(1) Perizinan dan Nonperizinan yang telah diperoleh dari Pemerintah sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan dan Nonperizinan tersebut dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penanam Modal yang sebelumnya telah memperoleh Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang membutuhkan Perizinan dan Nonperizinan lebih lanjut, permohonannya diajukan kepada BKPM, PDPPM, atau PDKPM sesuai kewenangannya.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

Pasal 36

(1) Peraturan Menteri Teknis/Kepala LPND tentang Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang diberikan kepada Kepala BKPM sebelum ditetapkannya Peraturan Presiden ini, disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

(2) Pendelegasian Wewenang atau Pelimpahan Wewenang pemberian Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang belum diberikan Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM pada saat ditetapkannya Peraturan Presiden ini, dilakukan paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

(3) Peraturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (6), Pasal 18 ayat (4), Pasal 30 ayat (4), dan Pasal 32 ayat (3) ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

(4) Perangkat pendukung dalam penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d disediakan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

(5) Penyelenggaraan PTSP dengan dukungan SPIPISE sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII diberlakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan berlaku sepenuhnya paling lambat 36 (tiga puluh enam) bulan sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

Pasal 37

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO