to English

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 62/M-DAG/PER/12/2009

TENTANG
KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL PADA BARANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lampiran

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka menjamin diperolehnya hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen, perlu mengatur mengenai kewajiban pencantuman label pada barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

b. bahwa pengaturan kewajiban pencantuman label pada barang diperlukan bagi efektifitas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1. Bedrijfsreglementrings Ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3193);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131);

7.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1987 tentang Satuan Turunan, Satuan Tambahan, dan Satuan Lain Yang Berlaku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3351);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4126);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

13. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;

14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;

15. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

16. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 61/MPP/Kep/2/1998 tentang Penyelenggaraan Kemetrologian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 251/MPP/Kep/6/1999;

17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir de ngan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009;

18. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/5/2006 tentang Standardisasi, Pembinaan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Bidang Industri;

19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/7/2007;

20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009;

21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika dan Elektronika;

22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL PADA BARANG.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Label adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku yang disertakan pada barang, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan barang.

2. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

3. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

4. Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kepabeanan.

5. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

6. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

7. Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk.

8. Satuan Sistem Internasional (le Systeme International d'Unites) adalah satuan ukuran yang sistemnya bersumber pada suatu ukuran yang didapat berdasarkan atas satuan dasar yang disahkan oleh Konperensi Umum untuk Ukuran dan Timbangan.

9. Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk mengemas dan/atau membungkus barang, baik yang bersentuhan langsung dengan barang maupun tidak.

10. Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa adalah Direktur yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan barang dan jasa yang beredar di pasar.

11. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Dirjen PDN adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawab di bidang perdagangan dalam negeri.

12. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.

BAB II
PENCANTUMAN LABEL

Pasal 2

(1) Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini wajib mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia.

(2) Lampiran Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:

(3) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), saat memasuki daerah pabean Republik Indonesia telah berlabel dalam Bahasa Indonesia.

(4) Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang- kurangnya menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti.

(5) Penggunaan bahasa, selain Bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan jika tidak ada padanannya.

Pasal 3

(1) Pelaku usaha yang memproduksi atau akan mengimpor barang yang akan diperdagangkan di pasar dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus menyampaikan contoh label dalam Bahasa Indonesia kepada Dirjen PDN dalam hal ini Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa.

(2) Dalam hal contoh label yang disampaikan pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa menerbitkan surat keterangan pencantuman label dalam Bahasa Indonesia paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterima contoh label.

(3) Surat keterangan pencantuman label dalam Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan:

(4) Penyampaian contoh label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

(5) Penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya.

Pasal 4

Pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang memperdagangkan barang dengan cara diukur, ditakar, atau ditimbang, wajib mencantumkan label dengan menggunakan satuan Sistem Internasional atau lambang satuan Sistem Internasional dan berdasarkan desimal.

Pasal 5

(1) Pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak mudah lepas dari barang atau kemasan, tidak mudah luntur atau rusak, serta mudah untuk dilihat dan dibaca.

(2) Pencantuman label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dimungkinkan untuk dicantumkan pada barang yang berukuran kecil, harus dibubuhkan pada kemasan atau berupa petunjuk terpisah.

(3) Ukuran label disesuaikan dengan besar atau kecilnya barang atau kemasan barang yang digunakan.

Pasal 6

(1) Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), memuat keterangan atau penjelasan mengenai barang dan identitas pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

(2) Keterangan atau penjelasan pada label barang yang terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen serta lingkungan hidup, harus memuat:

(3) Identitas pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk barang sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Peraturan Menteri ini, sekurang-kurangnya memuat:

(4) Alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat nama perusahaan dan kota kedudukan perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 7

Selain pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan atau penjelasan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dicantumkan.

Pasal 8

Pelaku usaha dilarang mencantumkan label yang:

Pasal 9

(1) Pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan/atau Pasal 8 huruf a, wajib menarik barang dari peredaran dan dilarang untuk memperdagangkan barang dimaksud.

(2) Penarikan barang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan atas perintah Dirjen PDN atas nama Menteri.

(3) Seluruh biaya penarikan barang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada pelaku usaha.

Pasal 10

Barang yang telah ditarik dari peredaran oleh pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat diperdagangkan kembali, jika telah memenuhi ketentuan pencantuman label sesuai Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

(1) Ketentuan pencantuman label dalam Bahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini tidak berlaku untuk:

(2) Ketentuan tidak berlakunya kewajiban pencantuman label dalam Bahasa Indonesia atas importasi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat diberikan jika produsen kendaraan bermotor atau agen pemegang merek kendaraan bermotor mengajukan permohonan kepada Dirjen PDN dalam hal ini Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, dengan melengkapi:

(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menunjukan dokumen aslinya.

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dirjen PDN menyampaikan daftar produsen kendaraan bermotor atau agen pemegang merek kendaraan bermotor yang tidak dikenakan kewajiban pencan tuman abel dalam Bahasa Indonesia kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan disampaikan kepada pemohon.

BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pencantuman label pada barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri.

(2) Menteri melimpahkan wewenang pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dirjen PDN.

(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh Dirjen PDN atau bersama-sama dengan instansi teknis terkait di pusat atau di daerah.

(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pelayanan dan penyebarluasan informasi, edukasi, dan konsultasi, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha dan/atau konsumen.

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan dan tata cara pengawasan barang dan/atau jasa.

BAB IV
SANKSI

Pasal 13

(1) Pelaku usaha yang tidak menarik barang dari peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dikenakan sanksi administrasi berupa:

(2) Pencabutan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan:

(3) Dalam hal pelaku usaha dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dirjen PDN menyampaikan rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi terkait/pejabat berwenang.

Pasal 14

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 6, Pasal 7, atau Pasal 8 huruf b, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 15

Jenis barang yang dikenakan kewajiban pencantuman label sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16

Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Menteri ini, diatur lebih lanjut oleh Dirjen PDN.

Pasal 17

Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 18

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dalam hal:

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2009
MENTERI PERDAGANGAN R.I.
ttd,
MARI ELKA PANGESTU