to English

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 143/PMK.04/2011

TENTANG
GUDANG BERIKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Gudang Berikat;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Indonesia Republik Indonesia Nomor 4998);

8. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG GUDANG BERIKAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

2. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.

3. Gudarig Berikat adalah Tempat Periimburiari Berikat urituk meriimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasanlpengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

4. Penyelenggara Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.

5. Pengusaha Gudang Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.

6. Pengusaha di Gudang Berikat merangkap Penyelenggara di Gudang Berikat, yang selanjutnya disingkat PDGB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Gudang Berikat yang berada di dalam Gudang Berikat milik Penyelenggara Gudang Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda.

7. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.

8. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.

9. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

12. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.

13. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

Pasal 2

(1) Gudang Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Dalam rangka pengawasan terhadap Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan pemeriksaan pabean dengan tetap menjamin kelancaran arus barang.

(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.

(4) Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Gudang Berikat dapat diberikan kemudahan kepabeanan dan cukai berupa:

Pasal 3

(1) Di dalam Gudang Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Gudang Berikat.

(2) Penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara Gudang Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(3) Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Gudang Berikat.

(4) Dalam 1 (satu) penyelenggaraan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 1 (satu) atau lebih pengusahaan Gudang Berikat.

(5) Pengusahaan Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

(6) Barang impor dapat ditimbun dalam Gudang Berikat untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor.

(7) Kegiatan yang dilakukan di dalam Gudang Berikat meliputi kegiatan penimbunan barang impor dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan, pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, dan/atau pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

(8) Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Pasal 4

(1) Gudang Berikat dapat berbentuk:

(2) Perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

BAB II
PENDIRIAN GUDANG BERIKAT

Pasal 5

(1) Gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(2) Dalam hal gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat berfungsi sebagai pendukung kegiatan industri pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dan/atau industri jasa perminyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, gudang atau tempat yang akan menjadi Gudang Berikat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

(3) Perusahaan dan/atau orang yang bertanggungjawab terhadap perusahaan yang pernah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan/atau yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidak dapat diberikan persetujuan sebagai Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.

Pasal 6

(1) Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(2) Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(3) Pemberian izin PDGB untuk jangka waktu tertentu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(4) Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.

(5) Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.

(6) Jangka waktu pemberlakuan izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dapat melebihi jangka waktu pemberlakuan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 7

(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, pihak yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

(3) Pihak yang akan menjadi Penyelenggara Gudang Berikat harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:

(5) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Direktur Jenderal.

(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 8

(1) Untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan pemberian izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat, pihak yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

(3) Pihak yang akan menjadi Pengusaha Gudang Berikat harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:

(5) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.

(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat sekaligus izin Pengusaha Gudang Berikat.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 9

(1) Untuk mendapatkan izin PDGB, pihak yang akan menjadi PDGB mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

(3) Pihak yang akan menjadi PDGB harus sudah mendapatkan Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai:

(5) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.

(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai pemberian izin PDGB.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 10

Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB, harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tentang saat akan dimulainya kegiatan Gudang Berikat.

Pasal 11

(1) Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB, dapat mengajukan permohonan perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan/atau Pasal 6 ayat (5) sebelum penetapan dan/atau izin berakhir.

(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi dan dilampiri dengan:

(3) Berdasarkan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima dengan disertai rekomendasi.

(4) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal secara lengkap.

(5) Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) atau Pasal 6 ayat (5).

(6) Dalam hal permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

(7) Dalam hal perpanjangan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB, diajukan sebelum melewati batas waktu untuk melakukan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan izin tersebut telah berakhir, terhadap pemasukan barang ke Gudang Berikat tidak mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan Cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.

BAB III
PERLAKUAN KEPABEANAN DAN PERPAJAKAN

Pasal 12

(1) Barang yang dimasukkan dan luar daerah pabean ke Gudang Berikat:

(2) Barang modal yang digunakan untuk penyelenggaraan dan/atau pengusahaan Gudang Berikat, barang modal dan/atau peralatan untuk pembangunan dan perluasan gudang, peralatan kantor, dan barang untuk dikonsumsi di Gudang Berikat yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke Gudang Berikat dikecualikan dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Barang dari Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea yang dimasukkan kembali ke Gudang Berikat yang merupakan barang retur dan/atau apkir (reject):

(4) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan tujuan diimpor untuk dipakai, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib melunasi Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRT yang terutang.

(5) Atas penyerahan barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(6) Atas penyerahan barang dan Gudang Berikat ke Kawasan Berikat dan Toko Bebas Bea, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB menerbitkan faktur pajak dengan cap Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mcwah (PPnBM) Tidak Dipungut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(7) Atas penyerahan barang dan Gudang Berikat ke Gudang Berikat lainnya, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB yang menyerahkan barang menerbitkan faktur pajak dengan cap Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 13

(1) Pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai, diberikan penangguhan atau pembebasan Bea Masuk dan/atau pembebasan Cukai sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.

(2) Atas pengeluaran barang yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(3) Pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk barang impor yang ditujukan kepada Orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk untuk tujuan ekspor.

BAB IV
KEWAJIBAN, TANGGUNG JAWAB, DAN LARANGAN

Pasal 14

Penyelenggara Gudang Berikat berkewajiban:

Pasal 15

Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB berkewajiban:

Pasal 16

(1) Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di Gudang Berikat.

(2) Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dibebaskan dan tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRI yang terutang, dalam hal barang:

Pasal 17

Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dilarang:

BAB V
PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PEMUSNAHAN BARANG

Pasal 18

Pemasukan barang ke Gudang Berikat dapat dilakukan dari:

Pasal 19

(1) Pengeluaran barang dan Gudang Berikat dilakukan dengan tujuan ke:

(2) Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ke Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat indikasi adanya pelanggaran ketentuan di bidang kepabeanan dan/atau cukai.

(3) Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.

(4) Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang impor.

(5) Atas pengeluaran barang dengan tujuan ke Gudang Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(6) Atas pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke Gudang Berikat lain yang ditujukan untuk didistribusikan ke Toko Bebas Bea dapat diberikan dengan persetujuan Direktur Jenderal.

Pasal 20

(1) Pengeluaran barang dari Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d dikenakan Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRT.

(2) Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dthitung dengan ketentuan:

(3) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diperoleh dan penjumlahan nilai pabean pada saat dimasukkan ke dalam Gudang Berikat ditambah Bea Masuk.

(4) Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) untuk menghitung Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.

Pasal 21

(1) Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB wajib membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pengeluaran barang dan Gudang Berikat untuk tujuan ke luar daerah pabean.

Pasal 22

(1) Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB dapat melakukan pemusnahan atas barang impor yang ditimbun di Gudang Berikat dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap barang yang busuk.

(3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan.

BAB VI
PEMBERITAHUAN PABEAN

Pasal 23

(1) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Gudang Berikat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemberitahuan Pabean.

(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB.

(3) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE), kecuali di Kantor Pabean yang belum menerapkan ketentuan sistem Pertukaran Data Ekktronik (PDE).

BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN

Pasal 24

(1) Dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 atau Pasal 15, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi membekukan penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, atau izin PDGB.

(2) Kepala Kantor Pabean yang mengawasi memberitahukan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.

Pasal 25

(1) Izin sebagai Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB, dibekukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atas nama Direktur Jenderal dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB:

(2) Selama pembekuan, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak diperkenankan untuk memasukkan barang ke Gudang Berikat.

Pasal 26

Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) dapat diberlakukan kembali dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB:

Pasal 27

Izin yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB:

Pasal 28

(1) Penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat, izin Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau izin PDGB, dilakukan pencabutan dalam hal Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB:

(2) Pencabutan terhadap penetapan dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(3) Terhadap izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan pencabutan, berakhirnya izin dan tidak dilakukan perpanjangan, atau permohonan perpanjangan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6), Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan/atau PDGB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan atau berakhirnya izin harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, dan/atau PDRT yang terutang, baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit maupun utang yang terjadi karena pengeluaran barang dan Gudang Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

(4) Barang impor yang masih berada di Gudang Berikat yang telah dicabut izinnya, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus:

(5) Atas pengeluaran barang ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, Pengusaha Gudang Berikat dan PDGB wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui, atas barang yang berada di Gudang Berikat dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.

Pasal 29

Dalam hal penetapan tempat sebagai Gudang Berikat dan izin Penyelenggara Gudang Berikat dicabut, PDGB yang berada di lokasi Penyelenggara Gudang Berikat dapat mengajukan:

BAB VIII
PENGAWASAN

Pasal 30

(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap kegiatan Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, dan PDGB yang berada dalam pengawasannya.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan manajemen risiko.

Pasal 31

(1) Dalam hal barang impor yang ditimbun oleh Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), barang tersebut harus:

(2) Dalam hal Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak melakukan ekspor kembali atau melunasi pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) terlewati, izin Pengusaha Gudang Berikat atau izin PDGB yang bersangkutan dibekukan sampai dengan barang dimaksud diekspor kembali atau diselesaikan pungutan yang terutang dan barang dimaksud telah dikeluarkan dan Gudang Berikat.

Pasal 32

Sebelum dilakukan pencabutan izin, berdasarkan manejemen risiko terhadap Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat dan/atau PDGB dapat dilakukan audit kepabeanan dan/atau audit cukai atau pemeriksaan sederhana.

Pasal 33

(1) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan kepabeanan dan cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari Gudang Berikat, Kepala Kantor Pabean harus melakukan penelitian secara mendalam.

(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan pelanggaran yang bersifat administratif, pelanggaran dimaksud harus segera ditindaklajuti dengan pengenaan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan.

(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana kepabeanan dan cukai, bukti permulaan tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai ketentuan perundang-undangan.

(4) Dalam hal orang yang bertanggungjawab atas Penyelenggara Gudang Berikat, Pengusaha Gudang Berikat, atau PDGB terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal

Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.04/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Agustus 2011
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO