to English

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI
NOMOR 14 TAHUN 2002

TENTANG
PENGADILAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN

Menimbang :

Mengingat :

Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN PAJAK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 2

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak.

Bagian Ketiga
Tempat Kedudukan

Pasal 3

Dengan Undang-undang ini dibentuk Pengadilan Pajak yang berkedudukan di ibukota Negara.

Pasal 4

(1) Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di tempat kedudukannya dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain.

(2)Tempat sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Ketua.

Bagian Keempat
Pembinaan

Pasal 5

(1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung.

(2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan.

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

BAB II
SUSUNAN PENGADILAN PAJAK

Bagian Pertama
Umum

Pasal 6

Susunan Pengadilan Pajak terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Sekretaris, dan Panitera.

Pasal 7

Pimpinan Pengadilan Pajak terdiri dari seorang Ketua dan paling banyak 5 (lima) orang Wakil Ketua.

Bagian Kedua
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim

Pasal 8

(1) Hakim diangkat oleh Presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(2) Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(3) Ketua, Wakil Ketua dan Hakim diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(4) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim adalah pejabat negara yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di bidang Sengketa Pajak.

Pasal 9

(1) Untuk dapat diangkat menjadi Hakim, setiap calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(2) Dalam memeriksa dan memutus perkara Sengketa Pajak tertentu yang memerlukan keahlian khusus, Ketua dapat menunjuk Hakim Ad Hoc sebagai Hakim Anggota.

(3) Untuk dapat ditunjuk sebagai Hakim Ad Hoc, seseorang harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kecuali huruf b dan huruf f.

(4) Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf f tidak berlaku bagi Hakim Ad Hoc.

(5) Tata cara penunjukan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 10

(1) Sebelum memangku jabatannya, Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim harus bersumpah atau berjanji menurut agamanya atau kepercayaannya, yang berbunyi sebagai berikut:

(2) Ketua dan Wakil Ketua mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Mahkamah Agung.

(3) Hakim mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua.

Pasal 11

(1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.

(2) Ketua melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku Wakil Ketua, Hakim, dan Sekretaris/Panitera.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

Pasal 12

(1) Hakim tidak boleh merangkap menjadi:

(2) Selain jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jabatan lain yang tidak boleh dirangkap oleh Hakim diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena :

(2)Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung karena tenaganya dibutuhkan oleh negara untuk menjalankan tugas negara lainnya.

(3) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim yang meninggal dunia, dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden.

Pasal 14

Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Menteri, setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung dengan alasan:

Pasal 15

Usul pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d dan usul pemberhentian tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diajukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.

Bagian Ketiga
Majelis Kehormatan Hakim

Pasal 16

(1) Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan diri Hakim ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dan Menteri.

(2) Majelis Kehormatan Hakim bertugas:

Bagian Keempat
Pemberhentian Sementara Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim

Pasal 17

(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat, diberhentikan sementara oleh Presiden atas usul Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung.

(2) Seorang Hakim yang diberhentikan dari jabatannya, tidak dengan sendirinya diberhentikan dari statusnya sebagai pegawai negeri.

Pasal 18

(1) Apabila terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dikeluarkan surat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara terlebih dahulu dari jabatannya.

(2) Apabila Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pasal 19

(1) Apabila dalam pemeriksaan terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim yang telah ditangkap dan ditahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula.

(2) Apabila tuntutan pidana terhadap Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) tidak terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dimaksud dikembalikan ke jabatan semula.

Pasal 20

(1) Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim dapat ditangkap dan/atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal:

(2) Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam harus sudah dilaporkan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak dengan hormat Ketua, Wakil Ketua, atau Hakim serta hak- haknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Protokoler dan Tunjangan

Pasal 22

(1) Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Tunjangan dan ketentuan lainnya bagi Ketua, Wakil Ketua, Hakim, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri.

Bagian Keenam
Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti

Pasal 23

Sekretaris memimpin sekretariat yang mempunyai tugas pelayanan di bidang administrasi umum, dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.

Pasal 24

Sebelum memangku jabatan, Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti wajib diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua menurut agama atau kepercayaannya yang berbunyi sebagai berikut :

Saya bersumpah/berjanji :

Pasal 25

(1) Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti, dan pegawai Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan.

(2) Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti dapat merangkap tugas-tugas kepaniteraan.

Pasal 26

Untuk dapat diangkat menjadi Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Pasal 27

Kedudukan Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Sekretaris Pengganti diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 28

(1) Tugas, tanggung jawab, dan susunan organisasi kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Tata kerja kesekretariatan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3) Tata Tertib persidangan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Ketua.

Bagian Ketujuh
Panitera

Pasal 29

(1) Pada Pengadilan Pajak ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Panitera Pengadilan Pajak dibantu oleh seorang Wakil Panitera dan beberapa orang Panitera Pengganti.

(3) Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan Undang-undang, Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti tidak boleh merangkap menjadi:

(4) Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh Menteri.

(5) Pembinaan teknis Panitera dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Pasal 30

Sebelum memangku jabatannya, Panitera, Wakil Panitera, dan Panitera Pengganti harus bersumpah atau berjanji menurut agama atau kepercayaannya, yang berbunyi sebagai berikut :

BAB III
KEKUASAAN PENGADILAN PAJAK

Pasal 31

(1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

(2) Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pasal 32

(1) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua.

Pasal 33

(1) Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

(2) Untuk keperluan pemeriksaan Sengketa Pajak, Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
HUKUM ACARA

Bagian Pertama
Kuasa Hukum

Pasal 34

(1) Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus.

(2) Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(3) Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak diperlukan.

Bagian Kedua
Banding

Pasal 35

(1) Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.

(2) Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

Pasal 36

(1) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

(2) Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.

(3) Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.

(4) Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

Pasal 37

(1) Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya.

(2) Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit.

(3) Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Pasal 38

Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Pasal 39

(1) Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.

(2) Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihapus dari daftar sengketa dengan :

(3) Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak dapat diajukan kembali.

Bagian Ketiga
Gugatan

Pasal 40

(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.

(2) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.

(3) Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.

(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat.

(5) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.

(6) Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan.

Pasal 41

(1) Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

(2) Apabila selama proses Gugatan, penggugat meninggal dunia, Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.

(3) Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggung jawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

Pasal 42

(1) Terhadap Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.

(2) Gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihapus dari daftar sengketa dengan :

(3) Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 43

(1) Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan.

(2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam Gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.

(4) Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan Pajak yang digugat itu dilaksanakan.

Bagian Keempat
Persiapan Persidangan

Pasal 44

(1) Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.

(2) Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud.

Pasal 45

(1) Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dalam jangka waktu:

(2) Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima.

(3) Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan.

(5) Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon Banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (3), Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.

Pasal 46

Pemohon Banding atau penggugat dapat memberitahukan kepada Ketua untuk hadir dalam persidangan guna memberikan keterangan lisan.

Pasal 47

(1) Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak.

(2) Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, Ketua menunjuk salah seorang Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa Pajak.

(3) Majelis atau Hakim Tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa.

Pasal 48

(1) Majelis/Hakim Tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding.

(2) Dalam hal Gugatan, Majelis/Hakim Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Surat Gugatan.

Bagian Kelima
Pemeriksaan dengan Acara Biasa

Pasal 49

Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh Majelis.

Pasal 50

(1) Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum.

(2) Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan Banding atau Gugatan.

(3) Apabila Banding atau Gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sepanjang bukan merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), dan Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6), pelengkapan dan/atau kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan.

Pasal 51

(1) Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Hakim atau Panitera pada Majelis yang sama.

(2) Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan pemohon Banding atau penggugat atau kuasa hukum.

(3) Hakim Ketua, Hakim Anggota, atau Panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan/atau Panitera yang berbeda.

(4) Dalam hal hubungan keluarga sedarah, semenda, atau hubungan suami istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya hubungan dimaksud.

Pasal 52

(1) Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila berkepentingan langsung atau tidak langsung atas satu sengketa yang ditanganinya.

(2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan salah satu atau pihak-pihak yang bersengketa.

(3) Ketua berwenang menetapkan pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat.

(4) Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan susunan Majelis dan Panitera, Wakil Panitera, atau Panitera Pengganti yang berbeda, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

(5) Dalam hal kepentingan langsung atau tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diketahui sebelum melewati jangka waktu 1 (satu) tahun setelah sengketa diputus sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), sengketa dimaksud disidangkan kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kepentingan dimaksud.

Pasal 53

(1) Hakim Ketua memanggil terbanding atau tergugat dan dapat memanggil pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan lisan.

(2) Dalam hal pemohon Banding atau penggugat memberitahukan akan hadir dalam persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Hakim Ketua memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada pemohon Banding atau penggugat.

Pasal 54

(1) Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-pihak yang bersengketa.

(2) Majelis menanyakan kepada terbanding atau tergugat mengenai hal-hal yang dikemukakan pemohon Banding atau penggugat dalam Surat Banding atau Surat Gugatan dan dalam Surat Bantahan.

(3) Apabila Majelis memandang perlu dan dalam hal pemohon Banding atau penggugat hadir dalam persidangan, Hakim Ketua dapat meminta pemohon Banding atau penggugat untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian Sengketa Pajak.

Pasal 55

(1) Atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, atau karena jabatan, Hakim Ketua dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan.

(2) Saksi yang diperintahkan oleh Hakim Ketua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)wajib datang di persidangan dan tidak diwakilkan.

(3) Dalam hal saksi tidak datang meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis dapat mengambil putusan tanpa mendengar keterangan saksi, Hakim Ketua melanjutkan persidangan.

(4) Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut, dan Majelis mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang, serta Majelis tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan.

(5) Biaya untuk mendatangkan saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersangkutan menjadi beban dari pihak yang meminta.

Pasal 56

(1) Saksi dipanggil ke persidangan seorang demi seorang.

(2) Hakim Ketua menanyakan kepada saksi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, derajat hubungan keluarga, dan hubungan kerja dengan pemohon Banding/penggugat atau dengan terbanding/tergugat.

(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.

Pasal 57

(1) Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 adalah:

(2) Apabila dipandang perlu, Hakim Ketua dapat meminta pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c untuk didengar keterangannya.

Pasal 58

Pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dapat menolak permintaan Hakim Ketua untuk memberikan keterangan.

Pasal 59

Setiap orang yang karena pekerjaan atau jabatannya wajib merahasiakan segala sesuatu sehubungan dengan pekerjaan atau jabatannya, untuk keperluan persidangan kewajiban merahasiakan dimaksud ditiadakan.

Pasal 60

(1) Pertanyaan yang diajukan kepada saksi oleh salah satu pihak disampaikan melalui Hakim Ketua.

(2) Apabila pertanyaan dimaksud menurut pertimbangan Hakim Ketua tidak ada kaitannya dengan sengketa, pertanyaan itu ditolak.

Pasal 61

(1) Apabila pemohon Banding atau penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia, Hakim Ketua menunjuk ahli alih bahasa.

(2) Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan yang dipahami oleh pemohon Banding atau penggugat atau saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ke dalam Bahasa Indonesia dan sebaliknya, ahli alih bahasa dimaksud diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya.

(3) Orang yang menjadi saksi dalam sengketa tidak boleh ditunjuk sebagai ahli alih bahasa dalam sengketa dimaksud.

Pasal 62

(1) Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli serta tidak dapat menulis, Hakim Ketua menunjuk orang yang pandai bergaul dengan pemohon Banding atau penggugat atau saksi, sebagai ahli alih bahasa.

(2) Sebelum melaksanakan tugasnya, ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepecayaannya.

(3) Dalam hal pemohon Banding atau penggugat atau saksi, ternyata bisu dan/atau tuli tetapi dapat menulis, Hakim Ketua dapat memerintahkan Panitera menuliskan pertanyaan atau teguran kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi, dan memerintahkan menyampaikan tulisan itu kepada pemohon Banding atau penggugat atau saksi dimaksud, agar ia menuliskan jawabannya, kemudian segala pertanyaan dan jawaban harus dibacakan.

Pasal 63

(1) Saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya dalam persidangan dengan dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

(2) Apabila terbanding atau tergugat telah dipanggil secara patut, tetapi tidak dapat datang tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, saksi diambil sumpah atau janji dan didengar keterangannya tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

(3) Dalam hal saksi yang akan didengar tidak dapat hadir di persidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, Majelis dapat datang ke tempat tinggal saksi untuk mengambil sumpah atau janji dan mendengar keterangan saksi dimaksud tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

Pasal 64

(1) Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada 1 (satu) hari persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya yang ditetapkan.

(2) Hari persidangan berikutnya diberitahukan kepada terbanding atau tergugat dan dapat diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat.

(3) Dalam hal terbanding atau tergugat tidak hadir pada persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, sekalipun ia telah diberi tahu secara patut, persidangan dapat dilanjutkan tanpa dihadiri oleh terbanding atau tergugat.

Bagian Keenam
Pemeriksaan dengan Acara Cepat

Pasal 65

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal.

Pasal 66

(1) Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:

(2) Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 37 ayat (1), Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6).

Pasal 67

Pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa Surat Bantahan.

Pasal 68

Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat.

Bagian Ketujuh
Pembuktian

Pasal 69

(1) Alat bukti dapat berupa:

(2) Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.

Pasal 70

Surat atau tulisan sebagai alat bukti terdiri dari :

Pasal 71

(1) Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.

(2) Seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) tidak boleh memberikan keterangan ahli.

Pasal 72

(1) Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli.

(2) Seorang ahli dalam persidangan harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya.

Pasal 73

Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.

Pasal 74

Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis atau Hakim Tunggal.

Pasal 75

Pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya.

Pasal 76

Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1).

Bagian Kedelapan
Putusan

Pasal 77

(1) Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).

(3) Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung.

Pasal 78

Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.

Pasal 79

(1) Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak.

(2) Apabila Majelis di dalam mengambil putusan dengan cara musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak.

Pasal 80

(1) Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa:

(2) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat lagi diajukan Gugatan, Banding, atau kasasi.

Pasal 81

(1) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.

(2) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima.

(3) Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.

(4) Dalam hal-hal khusus, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.

(5) Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak diputus dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampaui.

Pasal 82

(1) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut :

(2)Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c berupa membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.

(3) Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima.

(4) Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang.

Pasal 83

(1) Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), putusan Pengadilan Pajak tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan karena itu putusan dimaksud harus diucapkan kembali dalam sidang terbuka untuk umum.

Pasal 84

(1) Putusan Pengadilan Pajak harus memuat :

(2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun.

(3) Ringkasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e tidak diperlukan dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c, huruf d, dan Pasal 66 ayat (2).

(4) Putusan Pengadilan Pajak harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera.

(5) Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal yang menyidangkan berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal.

(6) Apabila Hakim Anggota berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Hakim Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Anggota dimaksud.

Pasal 85

(1) Pada setiap pemeriksaan, Panitera harus membuat Berita Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.

(2) Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera dan apabila salah seorang dari mereka berhalangan, alasan berhalangannya itu dinyatakan dalam Berita Acara Sidang.

(3) Pabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan menandatangani, Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua bersama salah seorang Panitera dengan menyatakan alasan berhalangannya Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera.

Bagian Kesembilan
Pelaksanaan Putusan

Pasal 86

Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain.

Pasal 87

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Pasal 88

(1) Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan.

(2) Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan.

(3) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku.

Bagian Kesepuluh
Pemeriksaan Peninjauan Kembali

Pasal 89

(1) Permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.

(2) Permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

(3) Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Pasal 90

Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang- undang ini.

Pasal 91

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

Pasal 92

(1) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf a dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf b dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

(3) Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim.

Pasal 93

(1) Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan:

(2) Putusan atas permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 94

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku:

Pasal 95

(1) Banding atau Gugatan yang diajukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dan belum diputus, dalam hal:

(2) Perkara Sengketa Pajak yang diperiksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat diajukan peninjauan kembali berdasarkan Undang-undang ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 96

Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 97

Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Pengadilan Pajak.

Pasal 98

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 April 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.

BAMBANG KESOWO


PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002