to English

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 1999

TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN

Menimbang :

Mengingat :

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKIIAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang. ini yang dimaksud dengan:

BAB II
PEMBAGIAN DAERAH

Pasal 2

(1) Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang bersifat otonom,

(2) Daerah Propinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administrasi.

Pasal 3

Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua batas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan.

BAB III
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN DAERAH

Pasal 4

(1) Dalam rangka Pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

(2) Daerah-daerah sebagaimana pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama Lain.

Pasal 5

(1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

(2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ekonomi.

(3) Perubahan,batas yang tidak mengakibatkan ghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukota daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

(4) Syarat-syarat pembentukan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 6

(1) Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan Daerah lain.

(2) Daerah dapat dimckarkan menjadi lebih dari satu Daerah.

(3) Kriteria tentang penghapusan, penggabungan, dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(4) Penghapusan, penggabungan dan pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Undang-undang.

BAB IV
KEWENANGAN DAERAH

Pasal 7

(1) Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamananan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.

Pasal 8

(1) Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan penngalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.

(2) Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekosentrasi harus disertai dengan pcmbiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut.

Pasal 9

(1) Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.

(2) Kewenangan propinsi sebagai Daerah Otononi termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

(3) Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.

Pasal 10

(1) Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi:

(3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi.

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.

(2) Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

(3) The authority of a province as an administrative area shall encompass the authority in the governmental area delegated to the governor as the representative of the Government.

Pasal 12

Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7dan Pasal 9 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

(1) Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkannya kepada Pemerintah.

(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan pcrundang-undangan.

BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 14

(1) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.

(2) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala, Daerah beserta perangkat Daerah lainnya.

Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 15

Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRD diatur dengan Undang-undang.

Pasal 16

(1) DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

(2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.

Pasal 17

(1) Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas pimpinan, komisi-komisi, dan panitia- panitia.

(3) DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan merupakan alat kelengkapan DPRD.

(4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 18

(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

(2) Pelaksanaan tugas dan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 19

(1) DPRD mempunyai hak:

(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 20

(1) DPRD dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga maryarakat untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan pembangunan.

(2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat yang menolak permintaan, sebagai dimaksud pada ayat (1), diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun karcna merendahkan martabat dan kehormatan DPRD.

(3) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 21

(1) Anggota DPRD mempunyai hak:

(2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 22

DPRD mempunyai kewajiban:

Pasal 23

(1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam kali dalam setahun.

(2) Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah anggota atau atas pcrmintaan Kepala Daerah, Ketua DPRD dapat mengundang anggotanya untuk mengadakan rapat selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan setelah permintaan itu diterima.

(3) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua DPRD.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 24

Peraturan Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD.

Pasal 25

Rapat-rapat DPRD bersifat tcrbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan Peraturan Tata Tcrtib DPRD atau atas kesepakatan di antara pimpinan DPRD.

Pasal 26

Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai:

Pasal 27

Anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan karena pernyataan dan atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD, baik terbuka maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan atau tertulis, kecuali jika yang bersangkutan mengumumkan ada yang disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam buku Kedua Bab I Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 28

(1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dapat dilaksanakan atas persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD Propinsi dan Gubernur bagi anggota DPRD Kabupaten dan Kota, kecuali jika yang bersangkutan tertangkap tangan melakukan tindak pidana.

(2) Dalam hal auggota DPRD tertangkap tangan melakukan tindak pidana, sebagaimana dimaksud Gubernur berada di bawah dan bertanggungjawab pada ayat (1), selambat-lambatnya dalam tempo 2 kali 24 jam diberitahukan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri dan/atau Gubernur.

Bagian Ketiga
Sekretariat DPRD

Pasal 29

(1) Sekretariat DPRD membantu DPRD dalam menyelenggarakan tugas dan kewenangannya.

(2) Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang Sekretaris DPRD yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas persetujuan pimpinan DPRD.

(3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD.

(4) Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga ahli dengan tugas membantu anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya.

(5) Anggaran Belanja Sekretariat DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Bagian Keempat
Kepala Daerah

Pasal 30

Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah.

Pasal 31

(1) Kepala, Daerah Propinsi disebut Gubernur, yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil Pemerintah.

(2) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai Kepala Daerah, Gubernur bertanggungjawab kepada DPRD Propinsi.

(3) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(4) Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, gubernur berada di bawah dan bertanggungjawab kepada gubernur

(5) Tata cari pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 32

(1) Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati

(2) Kepala Daerah Kota disebut Walikota.

(3) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota bertanggungiawab kepada DPRD Kabupaten/Kota.

(4) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dalam Peraturan Tata Tcrtib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 33

Yang dapat ditetapkan menjadi Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:

Pasal 34

(1) Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan.

(2) Calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah, ditetapkan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan.

(3) Untuk pcncalonan dan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dibentuk Panitia Pemilihan.

(4) Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua panitia Pemilihan merangkap sebagai anggota.

(5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan anggota.

Pasal 35

(1) Panitia pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas:

(2) Bakal calon Kepala Daerah dan-bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada DPRD untuk Ditetapkan sebagai calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.

Pasal 36

(1) Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam Pasal 33.

(2) Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan DPRD.

(3) Dua fraksi atau lebih dapat secara bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 37

(1) Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan penjelasan mengenai bakal calonnya.

(2) Pimpinan DPRD mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta rencana-rencana kcbijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai Kepala Daerah.

(3) Anggota DPRD dapat melakukan tanya jawab dengan para bakal calon.

(4) Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atas kemampuan dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh DPRD.

Pasal 38

(1) Nama-nama, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan Presiden.

(2) Nama-nama calon-Bupati dan calon Wakil Bupati serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan dipilih oieh DPRD ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD.

Pasal 39

(1) Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dilaksanakan dalam Rapat Paripur na DPRD yang dihadiri oleh sckurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota DPRD.

(2) Apabila jumlah anggota DPRD belum mencapai kuorum, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam.

(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum dicapai, rapat paripurna diundur paling lama satu jam Lagi dan selanjutnya pemilihan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah tetap dilaksanakan.

Pasal 40

(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil.

(2) Setiap anggota DPRD dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan oleh pimpinan DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4).

(3) Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dan disahkan oleh Presiden.

Pasal 41

Kepala Daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Pasal 44

(1) Kepala Daerah memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

(2) Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD.

(3) Kepala Daerahlah wajib menyampaikan laporan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun, atau jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Presiden.

Pasal 45

(1) Kepala Daerah wajib menyampaikan pertanggung jawaban kepada DPRD pada setiap akhir tahun anggaran.

(2) Kepala Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD untuk hal tertentu atas permintaan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).

Pasal 46

(1) Kepala Daerah yang ditolak pertanggungiawabannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, baik pertanggungjawaban kebijakan pemerintahan maupun pertanggungjawaban keuangan, harus melengkapi dan/atau menyempurnakannya dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari.

(2) Kepala Daerah yang sudah melengkapi dan/atau menyempurnakan pertanggungjawabannya menyampaikannya, kembali kepada DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Bagi Kepala Daerah yang pcrtanggungjawabannya ditolak untuk kedua kalinya, DPRD dapat mengusulkan pemberhentiannya kepada Presiden.

(4) Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 47

Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa untuk mewakilinya.

Bagian Keenam
larangan bagi Kepala Daerah

Pasal 48

Kepala Daerah dilarang:

Bagian Ketujuh
Pemberhentian Kepala Daerah

Pasal 49

Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena:

Pasal 50

(1) Pemberhentian kepala daerah karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ditetapkan dengan keputusan DPRD dan disahkan oleh presiden

(2) Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota, DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir.

Pasal 51

Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, yang diancam, dengan hukuman lima tahun atau.lebih, atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 52

(1) Kepala Daerah yang diduga melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia diberhentikan untuk sementara dari jabatannya oleh Presiden tanpa melalui Keputusan DPRD.

(2) Kepala Daerah yang terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden, tanpa persetujuan DPRD.

(3) Kepala Daerah yang setelah melalui proses peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan perbuatan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik, Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diaktifkan kembali Dan direhabilitasi selaku Kepala Daerah sampai akhir masa jabatannya.

Pasal 53

(1) DPRD memberitahukan akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah secara tertulis kepada yang bersangkutan, enam bulan sebelumnya.

(2) Dengan adanya pemberitahuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah mempersiapkan pertanggungjawaban akhir masa jabatannya kepada DPRD dan menyampaikan pertanggungjawaban tersebut selambat-lambatnya empat bulan setelah pemberitahuan.

(3) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, DPRD mulai memproses pemilihan Kepala Daerah yang baru.

Pasal 54

Kepala Daerah yang ditolak pertanggungjawabannya oleh DPRD, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, tidak dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah dalam masa jabatan berikutnya.

Bagian Kedelapan
Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah

Pasal 55

(1) Tindakan pcnyidikan terhadap Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden.

(2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

(3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hal itu harus dilaporkan kepada Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali 24 jam.

Bagian Kesembilan
Wakil Kepala Daerah

Pasal 56

(1) Di setiap Daerah terdapat seorang Wakil Kepala Daerah.

(2) Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan dengan pelantikan Kepala Daerah.

(3) Sebelum memangku jabatannya, Wakil Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji.

(4) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menentukan kewajiban saya selaku Wakil Gubernur/Wakil Bupati/wakil Walikota dengan sebaik-baiknja sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Daerah dan Negara kesatuan Republik Indonesia".

(5) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal 43, kecuali huruf g, Pasal 47 sampai dengan Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil Kepala Daerah.

(6) Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil Gubernur, Wakil Kepala Daerah Kabupaten disebut Wakil Bupati dan Wakil Kepala Daerah Kota disebut Wakil Walikota.

Pasal 57

(1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas:

(2) Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.

(3) Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.

Pasal 58

(1) Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya.

(2) Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah tidak diisi.

(3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, sekretaris Daerah melaksanakan tugas Kepala Daerah untuk sementara waktu.

(4) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhalangan tetap, DPRD menyelenggarakan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selambat-lambatnya dalam waktu tiga bulan.

Bagian Kesepuluh
Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 59

Kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesebelas
Perangkat Daerah

Pasal 60

Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan Daerah.

Pasal 61

(1) Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.

(2) Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh Gubernur alas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.

(3) Sekretaris Daerah Propinsi karena jabatannya adalah Sekretaris Wilayah Administrasi.

(4) Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.

(5) Sekretaris Daerah berkewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan serta membina hubungan kerja dengan dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana lainnya.

(6) Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

(7) Apabila Sekretaris Daerah berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas Sekretaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala (3) Daerah.

Pasal 62

(1) Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah.

(2) Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat alas usul Sekretaris Daerah.

(3) Kepala Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 63

Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), dilaksanakan oleh Dinas Propinsi.

Pasal 64

(1) Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang menjadi wewenang Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan oleh instansi vertikal.

(2) Pembentukan, susunan organisasi, formasi dan tata laksananya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 65

Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai dengan kebutuhan Daerah.

Pasal 66

(1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan.

(2) Kepala Kecamatan disebut Camat.

(3) Camat diangkat oleh Bupati/Walikota alas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/ kota dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat.

(4) Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota.

(5) Camat bertanggungjawab kepada Bupati atau Walikota.

(6) Pembentulan Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 67

(1) Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan.

(2) Kepala Kelurahan disebut Lurah.

(3) Lurah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat oleh Walikota/Bupati atas usul Camat.

(4) Lurah menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Camat.

(5) Lurah bertanggung jawab kepada Camat.

(6) Pembentukan Kelurahan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 68

(1) Susunan organisasi perangkat Daerah ditetapkan (1) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

(2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat Daerah (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

BAB VI
PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN
KEPALA DAERAH

Pasal 69

Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 70

Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah lain dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 71

(1) Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.

(2) Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 72

(1) Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan alas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, Kepala Daerah menetapkan keputusan Kepala Daerah.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 73

(1) Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah.

Pasal 74

(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Dengan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah.

BAB VII
KEPEGAWAIAN DAERAH

Pasal 75

Norma, standar, dan prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun gaji , tunjungan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, serta kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil di Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, ditetapkan dengan pcraturan perundang-undangan.

Pasal 76

Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77

Pemerintah Wilayah Propinsi melakukan pengawasan pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karir pegawai di wilayahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII
KEUANGAN DAERAH

Pasal 78

(1) Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiayai dari dan atas bebas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 79

Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:

Pasal 80

(1) Dana perimbangan, sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas:

(2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perdesaan, perkotaan, dan perkebunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima langsung oleh Daerah penghasil.

(3) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diterima oleh, Daerah penghasil dan Daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 81

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan persetujuan DPRD.

(2) Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada Pemerintah dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapatkan persetetujuan Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Tata cara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 82

(1) Pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan Undang-undang.

(2) Penentuan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

Pasal 83

(1) Untuk mendorong pemberdayaan Daerah, Pemerintah memberi intensif fiskal dan nonfiskal tertentu.

(2) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 84

Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pembentukannya diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 85

(1) Barang milik Daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapa digadaikan, dibebani hak tanggungan dan/atau dipindahtangankan.

(2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang:

Pasal 86

(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(3) Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.

(4) Pedoman tentang penyusunan, perubahan, dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(5) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah disampaikan kepada Gubernur bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi Pemerintah Propinsi untuk diketahui.

(6) Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pcndapatan dan Belanja Daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan Dacrah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Dacrah ditetapkan sesuai dcngan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
KERJA SAMA DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 87

(1) Beberapa Daerah dapat mengadakan kerjasama antar Daerah yang diatur dengan keputusan bersama.

(2) Daerah dapat membentuk Badan Kerja Sama Antar Daerah.

(3) Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.

(4) Keputusan bersama dan/atau kerjasama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang membebani masyarakat dan Daerah harus mendapatkan persctujuan DPRD masing-masing.

Pasal 88

Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan luar negeri, yang diatur dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut kewenangan Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Tata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 89

(1) Perselisihan antar Daerah diselesaikan oleh Pemerintah secara musyawarah.

(2) Apabila dalam penyelesaian perselisihan antar Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat salah satu pihak yang tidak menerima keputusan Pemerintah, pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Mahkamah Agung.

BAB X
KAWASAN PERKOTAAN

Pasal 90

Selain Kawasan Perkotaan yang berstatus Daerah Kota, perlu ditetapkan Kawasan Perkotaan yang terdiri atas:

Pasal 91

(1) Pemerintah Kota dan/atau Pemerintah Kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola Kawasan perkotaan.

(2) Di Kawasan Perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi Kawasan Perkotaan di Daerah Kabupaten, dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan hal-hal lain mengenai pengelolaan Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 92

(1) Dalam penyelenggaraan pembangunan Kawasan Perkotaan, Pemerintah Daerah perlu mengikut sertakan masyarakat dan pihak swasta.

(2) Pengikutsertaan masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perkotaan.

(3) Pengaturan mengenai Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
DESA

Bagian Pertama
Pembentukan, Penghapusan dan/atau Penggabungan Desa

Pasal 93

(1) Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.

(2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 94

Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa, yang merupakan Pemerintahan Desa.

Bagian Kedua
Pemerintah Desa

Pasal 95

(1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat Desa.

(2) Kepala Desa dipilih langsung oleh Penduduk Desa dari calon yang memenuhi syarat.

(3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati.

Pasal 96

Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Pasal 97

Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa warga negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:

Pasal 98

(1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.

(2) Sebelum memangkujabatannya,Kepala Desa mengucapkan sumpah/janji.

(3) Susunan kata-kata sumpal/janji dimaksud adalah sebagai berikut:

"Demi Allah (Tithan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara setia segala peraturan perundang~undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pasal 99

Kewenangan Desa mencakup:

Pasal 100

Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Pasal 101

Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:

Pasal 102

Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Kepala Desa:

Pasal 103

(1) Kepala Desa berhenti karena:

(2) Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan Desa.

Bagian Ketiga
Badan Perwakilan Desa

Pasal 104

Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Pasal 105

(1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.

(2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh anggota.

(3) Badan Perwakilan Desa bersama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.

(4) Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

Bagian Keempat
Lembaga Lain

Pasal 106

Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Bagian Kelima
Keuangan Desa

Pasal 107

(1) Sumber pendapatan Desa terdiri atas:

(2) Sumber pendapatan desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui anggaran pendapatan dan belanja desa.

(3) Kepala desa bersama Badan Perwakilan Desa menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa setiap tahun dengan peraturan desa.

(4) Pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa ditetapkan oleh bupati.

(5) Tatacara dan pungutan objek pendapatan dan belanja desa dan badan perwakilan desa.

Pasal 108

Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Kerja Sama Antar Desa

Pasal 109

(1) Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat.

(2) Untuk pciaksanaan kerja sama, scbagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja Sama.

Pasal 110

Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yang merencanakan pembangunan bagian wilayah Desa menjadi wilayah permukiman, industri, dan jasa wajib mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya.

Pasal 111

(1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten, sesuai dengan pedoman umum yang ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan undang-undang ini.

(2) Peraturan Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat(1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul dan adat istiadat Desa.

BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 112

(1) Dalam rangka pembinaan, Pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan Otonomi Daerah.

(2) Pedoman mengenai pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 113

Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerahdisampaikan kepada Pemerintah selabat-lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan.

Pasal 114

(1) Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.

(2) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan mcnyebutkan alasan-alasannya.

(3) Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat(2), Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan pelaksanaannya.

(4) Daerah yang tidak dapat mcnerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan kcbcratan kcpada Mahkamah Agung setelah mengajukannya kepada Pemerintah.

BAB XIII
DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH

Pasal 115

(1) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai:

(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Sekretaris Negara, menteri lain sesuai dengan kebutuhan, perwakilan Asosiasi Pemerintah Daerah,dan wakil-wakil Dacrah yang dipilih oleh DPRD.

(3) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.

(4) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengadakan rapat sekurang-kurangnya satu kali dalam enam bulan.

(5) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah bertanggungjawab kepada Presiden.

(6) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 116

Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dibantu oleh Kepala Sekretariat yang membawahkan Bidang Otonomi Daerah dan Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 117

Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta karena kedudukannya diatur tersendiri dengan Undang-undang.

Pasal 118

(1) Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur dapat diberikan otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Pengaturan mengenai penyelenggaraan otonomi khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 119

(1) Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, berlaku juga di kawasan otoritas yang terletak di Daerah Otonom, yang mcliputi badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan bandar udara, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan,kawasan, pariwisata, kawasan jalan bebas hambatan,dan kawasan lain yang sejenis.

(2) Pengaturan lebih lanjut, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 120

(1) Dalam rangka menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum serta untuk menegakkan Peraturan Daerah dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Pemerintah Daerah.

(2) Susunan organisasi, formasi, kedudukan, wewenang, hak, tugas, dan kewajiban Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 121

Sebutan Propinsi Daerah Tingkat I, Kabupaten Daerah Tingkat II, dan Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, berubah masing-masing menjadi Propinsi, Kabupaten, dan Kota.

Pasal 122

Keistimewaan untuk Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, adalah tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Propinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada undang-undang ini.

Pasal 123

Kewenangan Daerah, baik kewenangan pangkal alas dasar pembentukan Daerah maupun kewenangan tambahan alas dasar Peraturan Pemerintah dan/atau dasar peraturan perundang-undangan lainnya,penyelenggaraannya disesuaikan dengan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 undang-undang ini.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 124

Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas dan ibukota Propinsi Daerah Tingkat I, Daerah Istimewa, Kabupaten Daerah Tingkat II, dan Kotamadya Daerah Tingkat II, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan adalah tetap.

Pasal 125

(1) Kotamadya Batam, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Simuelue, dan semua Kota Administratif dapat ditingkatkan menjadi Daerah Otonom dengan memperhatikan Pasal 5 undang-undang ini.

(2) Selambat-lambatnya dua tahun setelah tanggal ditetapkannya undang-undang ini, Kotamadya,Kabupaten, dan Kota Administratif, scbagaimana dimaksud pada ayat (1), sudah harus berubah statusnya menjadi Kabupaten/Kota jika memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 5 UU ini.

(3) Kotamadya, Kabupatenan dan Kota Administratif,sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dihapus jika tidak memenuhi ketentuan untuk ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Otonom.

Pasal 126

(1) Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap sebagai Kecamatan, Kelurahan, dan Desa atau yang disebut dengan nama lain, sebagainiana yang dimaksud dalam Pasal 1 huruf m, huruf n, dan huruf o undang-undang ini, kecuali ditentukan lain oleh peraturan pcrundang-undangan.

(2) Desa-desa yang ada dalam wilayah Kotamadya ,Kotamadya Administratif, dan Kota Administratif berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pada saat mulai berlakunya undang-undang ini ditetapkan sebagai Kelurahan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf n undang-undang ini.

Pasal 127

Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini, seluruhinstruksi, petunjuk atau pedoman yang ada atau yang diadakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah j1ka tidak bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.

Pasal 128

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Bupati Kepala Daerah Tingkat II, Wakil Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Bupati,Walikotamadya, Walikota, Camat, Lurah, dan Kepala Desa beserta perangkatnya yang ada, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, pada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap menjalankan tugasnya, kecuali ditentukan lain berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 129

(1) Dengan diberlakukannya undang-undang ini, Lembaga Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati, pembantu Walikotamadya, dan Badan Pertimbangan Daerah, sebagaimana dimaksud dalain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dihapus.

(2) Instansi verlikal di Daerah selain yang menangani bidang-bidang luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter, dan fiskal, serta agama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, menjadi perangkat Daerah.

(3) Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),kekayaannya dialihkan menjadi milik Daerah.

Pasal 130

(1) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih awal daripada masa jabatan Kepala Daerah, jabatan wakil Kepala Daerah tidak diisi.

(2) Apabila masa jabatan Wakil Kepala Daerah berakhir lebih lambat dari pada masa jabatan Kepala Daerah, masa jabatan Wakil Kepala Daerah disesuaikan dengan masa jabatan Kepala Daerah.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 131

Pada saat bcrlakunya undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi:

Pasal 132

(1) Undang-undang ini sudah selesai sclambat-lambatnya satu tahun sejak undang-undang ini ditetapkan.

(2) Pelaksanaan undang-undang ini dilakukan secara efektif selambat- lambatnya dalam waktu dua tahun sejak ditetapkannya undang-undang ini.

Pasal 133

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan undang-undang ini, diadakan penyesuaian.

Pasal 134

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundang.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd.

AKBAR TANJUNG


PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999