to English

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 1997

TENTANG
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS

Menimbang :

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53).

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

BAB II
JENIS DAN TARIF

Pasal 2

(1) Kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi:

(2) Kecuali jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tercakup dalam kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang belum tercakup dalam kelompok Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 3

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ditetapkan dengan memperhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya, biaya penyelenggaraan kegiatan Pemerintah sehubungan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.

(2) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ditetapkan dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah yang menetapkan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan.

BAB III
PENGELOLAAN

Pasal 4

Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung secepatnya ke Kas Negara.

Pasal 5

Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 6

(1) Menteri dapat menunjuk Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(2) Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyetor langsung Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diterima ke Kas Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(3) Tidak dipenuhinya kewajiban Instansi Pemerintah untuk menagih dan atau memungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyetor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 7

(1) Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), wajib menyampaikan rencana dan laporan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tertulis dan berkala kepada Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian rencana dan atau laporan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1) Dengan tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, sebagian dana dari suatu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan.

(2) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan:

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

(1) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditentukan dengan cara:

(2) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutangnya ditentukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10

(1) Penetapan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang oleh Instansi Pemerintah terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) menjadi kedaluwarsa setelah 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersangkutan.

(2) Ketentuan kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila Wajib Bayar melakukan tindak pidana di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 11

(1) Wajib Bayar membayar jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

(2) Instansi Pemerintah atas permohonan Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Bayar yang bersangkutan untuk mengangsur atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penentuan jumlah, pembayaran termasuk angsuran dan penundaan pembayaran, dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

(1) Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dan Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), wajib mengadakan pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup untuk dijadikan dasar penghitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(2) Pencatatan wajib diselenggarakan di Indonesia dalam satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau mata uang asing dan bahasa asing yang diizinkan Menteri.

(3) Buku, catatan dan dokumen lainnya yang menjadi dasar perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun.

BAB IV
PEMERIKSAAN

Pasal 14

(1) Terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) atas permintaan Instansi Pemerintah dapat dilakukan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.

(2) Terhadap Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) atas permintaan Menteri dapat dilakukan pemeriksaan khusus oleh instansi yang berwenang.

(3) Permintaan Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada:

(4) Dalam rangka pemeriksaan, Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) sebagai pihak yang diperiksa wajib:

(5) Dalam hal pejabat dari Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(6) Dalam hal Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutangnya ditetapkan secara jabatan dan ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

Pasal 15

(1) Dalam hal diperlukan keterangan atau bukti dari pihak lain dalam rangka pemeriksaan, pihak lain yang bersangkutan wajib memberikan keterangan atau seluruh bukti yang diminta atas dasar permintaan pemeriksa.

(2) Dalam hal pihak lain tersebut adalah bank, pemberian keterangan atau bukti yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin terlebih dahulu dari Menteri.

Pasal 16

(1) Hasil pemeriksaan terhadap Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) disampaikan kepada Menteri, dan Menteri memberitahukan hasil pemeriksaan tersebut kepada Instansi Pemerintah yang bersangkutan guna penyelesaian lebih lanjut.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) terhadap Wajib Bayar untuk Penrimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) disampaikan kepada Instansi Pemerintah untuk penetapan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang bersangkutan.

Pasal 17

(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdapat kekurangan pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar yang bersangkutan wajib melunasi kekurangannya dan ditambah dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dari jumlah kekurangan tersebut.

(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) terdapat kelebihan pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, jumlah kelebihan tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembalikan kepada Wajib Bayar selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran.

(4) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
KEBERATAN

Pasal 19

(1) Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dalam bahasa Indonesia kepada Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal penetapan.

(2) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan pelaksanaan penagihan.

(3) Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan penelitian atas keberatan yang diajukan setelah surat keberatan diterima secara lengkap.

(4) Selambat -lambatnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah surat keberatan diterima secara lengkap, Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengeluarkan penetapan atas keberatan.

(5) Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan penetapan yang bersifat final.

(6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah lewat, dan Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memberi suatu penetapan, keberatan yang diajukan Wajib Bayar tersebut dianggap dikabulkan.

(7) Dalam hal keberatan ditolak dan ternyata masih terdapat kekurangan pembayaran terhadap jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang tercantum dalam penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Bayar wajib melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran ditambah sanksi berupa denda bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari kekurangan tersebut untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(8) Dalam hal keberatan dikabulkan dan ternyata terdapat kelebihan pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang tercantum dalam penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat kelebihan pembayaran tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(9) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, maka jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikembalikan kepada Wajib Bayar selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak dikeluarkan ketetapan kelebihan pembayaran.

(10) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (9), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib Bayar dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 20

Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), yang karena kealpaannya:

sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak sebesar 2 (dua) kali jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

Pasal 21

(1) Wajib Bayar untuk jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) yang terbukti dengan sengaja:

(2) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilipatkan 2 (dua) apabila Wajib Bayar melakukan lagi tindak pidana di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalankan sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan.

Pasal 22

Pihak lain yang menurut Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) wajib memberi keterangan atau bukti yang diminta, tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda setinggi tingginya Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

(1) Jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang telah diatur dalam undang-undang sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.

(2) Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diatur dengan peraturan perundang undangan di bawah undang-undang masih tetap berlaku sebelum dilakukan penyesuaian berdasarkan Undang-undang ini.

(3) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-undang ini berlaku.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO


PENJELASAN ATAS