(1) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, yang pembayaran kewajibannya terkait langsung dengan aset yang mendasari (pass through), baik yang dapat dibeli kembali maupun tidak dapat dibeli kembali (non redemption) oleh penerbit, didasarkan pada:
(2) Penilaian atas kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Surat Berharga Syariah berupa sertifikat reksadana, didasarkan pada:
a. untuk Surat Berharga Syariah yang memiliki peringkat dan/atau aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, ditetapkan berdasarkan kualitas terendah antara:
b. Surat Berharga Syariah yang berdasarkan karakteristiknya tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan tidak memiliki peringkat, digolongkan berdasarkan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain.
(1) Penyertaan Modal dengan pangsa Bank lebih rendah dari 20% (dua puluh persen) wajib dicatat dengan metode biaya (cost method) dan digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian kumulatif;
b. Kurang Lancar, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari modal perusahaan;
c. Diragukan, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari modal perusahaan; atau
d. Macet, apabila berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit, perusahaan tempat Bank melakukan penyertaan mengalami kerugian lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal perusahaan;
(2) Penyertaan Modal dengan pangsa Bank 20% (dua puluh persen) atau lebih wajib dicatat dengan metode ekuitas (equity method) dan digolongkan Lancar.
(3) Dalam rangka Penyertaan Modal, Bank wajib juga tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam penyertaan modal, dan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.
Pasal 24(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara dinilai berdasarkan jangka waktu penyertaan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila belum melampaui jangka waktu 1 (satu ) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun dan belum melampaui jangka waktu 4 (empat) tahun;
c. Diragukan, apabila telah melampaui jangka waktu 4 (empat) tahun dan belum melampaui 5 (lima) tahun; atau
d. Macet, apabila telah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun atau belum ditarik kembali meskipun perusahaan nasabah telah memiliki laba kumulatif.
(3) Bank Indonesia berwenang menurunkan kualitas Penyertaan Modal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila terdapat bukti yang memadai bahwa:
a. penjualan Penyertaan Modal Sementara diperkirakan akan dilakukan dengan harga yang lebih rendah dari nilai buku; dan/atau
b. penjualan Penyertaan Modal Sementara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diperkirakan sulit untuk dilakukan.
(4) Dalam rangka Penyertaan Modal Sementara, Bank wajib juga tunduk pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan penyertaan modal dan fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia yang berlaku.
Bagian Kelima
Penempatan Pada Bank Lain
Pasal 25Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain, dengan ketentuan:
a. kebijakan penempatan wajib disetujui oleh Dewan Komisaris;
b. prosedur penempatan wajib disetujui paling kurang oleh Direksi;
c. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan penempatan; dan
d. kebijakan dan prosedur penempatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Pasal 26(1) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk akad qardh;
ii. dapat ditarik setiap saat untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. tidak terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari atau sama dengan 80% (delapan puluh persen) untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin untuk Pembiayaan Murabahah.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi sampai dengan 5 (lima) hari kerja dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari 30% (tiga puluh persen) dan lebih kecil dari 80% (delapan puluh persen), atau rasio RBH terhadap PBH sama atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin sampai dengan 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Murabahah.
c. Macet, apabila:
1) bank yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM lebih rendah dari ketentuan yang berlaku;
2) bank yang menerima penempatan telah ditetapkan dalam pengawasan khusus, telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha, atau telah dicabut izin usahanya; dan/atau
3) Penempatan Pada Bank Lain memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk giro dan tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi lebih dari 5 (lima) hari kerja dan/atau rasio RBH terhadap PBH sama dengan atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) lebih dari 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin lebih dari 5 (lima) hari kerja untuk Pembiayaan Murabahah.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain berupa Pembiayaan kepada BPRS dalam rangka Linkage Program dengan pola executing digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok untuk akad qardh;
ii. dapat ditarik setiap saat untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. tidak terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari atau sama dengan 80% (delapan puluh persen) untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin untuk Pembiayaan Murabahah.
b. Kurang Lancar, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM paling rendah sama dengan ketentuan yang berlaku; dan
2) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi sampai dengan 30 (tiga puluh) hari dan/atau rasio RBH terhadap PBH lebih besar dari 30% (tiga puluh persen) dan lebih kecil dari 80% (delapan puluh persen), atau rasio RBH terhadap PBH sama atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin sampai dengan 30 (tiga puluh) hari untuk Pembiayaan Murabahah.
c. Macet, apabila:
1) BPRS yang menerima penempatan memiliki rasio KPMM lebih rendah dari ketentuan yang berlaku;
2) BPRS yang menerima penempatan telah ditetapkan dalam pengawasan khusus, telah dikenakan sanksi pembekuan seluruh kegiatan usaha, atau telah dicabut izin usahanya; dan/atau
3) penempatan pada BPRS memenuhi kondisi sebagai berikut:
i. terdapat tunggakan pembayaran pokok lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk akad qardh;
ii. tidak dapat ditarik lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan berdasarkan akad wadiah;
iii. terdapat tunggakan pembayaran nominal investasi dan/atau bagi hasil lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk tabungan atau deposito berdasarkan akad mudharabah;
iv. terdapat tunggakan pembayaran pokok investasi lebih dari 30 (tiga puluh) hari dan/atau rasio RBH terhadap PBH sama dengan atau lebih kecil dari 30% (tiga puluh persen) lebih dari 3 (tiga) periode pembayaran untuk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah; atau
v. terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau marjin lebih dari 30 (tiga puluh) hari untuk Pembiayaan Murabahah.
Pasal 27Kualitas tagihan akseptasi digolongkan sebagai berikut:
a. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah bank lain; atau
b. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila pihak yang wajib melunasi tagihan adalah nasabah.
Bagian Keenam
Transaksi Rekening Administratif
Pasal 28Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Transaksi Rekening Administratif digolongkan sebagai berikut:
a. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Penempatan Pada Bank Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 apabila pihak lawan transaksi dari Transaksi Rekening Administratif tersebut adalah bank lain; atau
b. mengikuti kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila pihak lawan transaksi dari Transaksi Rekening Administratif tersebut adalah nasabah.
Pasal 29(1) Penetapan kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Transaksi Rekening Administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak berlaku untuk kewajiban komitmen dan kontinjensi yang:
a. dapat dibatalkan sewaktu-waktu tanpa syarat oleh Bank; atau
b. dibatalkan secara otomatis oleh Bank apabila kondisi nasabah menurun menjadi Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet.
(1) Bank yang memiliki kewajiban komitmen dan kontinjensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan klausula sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b ke dalam perjanjian antara Bank dengan nasabah.
BAB IV
AKTIVA NON PRODUKTIF
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30Bank wajib menilai kualitas Aktiva Non Produktif secara bulanan.
Bagian Kedua
Agunan yang Diambil Alih
Pasal 31Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA.
Pasal 32(1) Bank dapat mengambilalih agunan dalam rangka penyelesaian Pembiayaan.
(2) Pengambilalihan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap nasabah Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.
Pasal 33(1) Bank wajib menilai AYDA pada saat pengambilalihan agunan atas dasar net realizable value.
(2) Penetapan net realizable value sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh Penilai Independen, untuk AYDA dengan nilai Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) atau lebih.
(3) Maksimum net realizable value adalah sebesar nilai Pembiayaan yang diselesaikan dengan AYDA.
Pasal 34(1) Bank yang mengambil alih agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 wajib mencairkan AYDA paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pengambilalihan.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya pencairan AYDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 35Kualitas Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila AYDA dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun; atau
b. Macet, apabila AYDA dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun.
Bagian Ketiga
Properti Terbengkalai
Pasal 36(1) Bank wajib melakukan identifikasi dan penggolongan terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Penetapan Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui oleh Direksi dan didokumentasikan.
(3) Dalam hal sebagian besar dari suatu properti digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim maka bagian lainnya yang tidak digunakan tidak digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
(4) Dalam hal sebagian kecil dari suatu properti digunakan untuk kegiatan usaha Bank yang lazim maka bagian lainnya yang tidak digunakan digolongkan sebagai Properti Terbengkalai.
Pasal 37(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap Properti Terbengkalai yang dimiliki.
(2) Bank wajib mendokumentasikan upaya penyelesaian Properti Terbengkalai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 38(1) Kualitas Aktiva Non Produktif dalam bentuk Properti Terbengkalai digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun;
b. Kurang Lancar, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun;
c. Diragukan, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun; atau
d. Macet, apabila Properti Terbengkalai dimiliki lebih dari 5 (lima) tahun.
(2) Properti Terbengkalai yang tidak dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, ditetapkan memiliki kualitas satu tingkat di bawah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat
Rekening Antar Kantor dan Suspense Account
Pasal 39(1) Bank wajib melakukan upaya penyelesaian Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
(2) Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Rekening Antar Kantor dan Suspense Account digolongkan sebagai berikut:
a. Lancar, apabila Rekening Antar Kantor dan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
b. Macet, apabila Rekening Antar Kantor dan Suspense Account tercatat dalam pembukuan Bank lebih dari 6 (enam) bulan.
BAB V
PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 40(1) Bank wajib membentuk PPA terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif.
(2) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif; dan
b. cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif.
(3) PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibentuk paling kurang sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Bagian Kedua
Tata Cara Pembentukan
Pasal 41(1) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a, ditetapkan paling rendah sebesar 1 % (satu persen) dari seluruh Aktiva Produktif yang digolongkan Lancar.
(2) Pembentukan cadangan umum PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam bentuk SBIS, Surat Berharga Syariah yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, dan bagian Aktiva Produktif yang dijamin dengan jaminan Pemerintah Indonesia atau agunan tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a dan huruf b.
(3) Pembentukan cadangan khusus PPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) ditetapkan paling rendah sebesar:
a. 5% (lima persen) dari Aktiva Produktif yang digolongkan Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan;
b. 15% (lima belas persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;
c. 50% (lima puluh persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Diragukan setelah dikurangi nilai agunan; atau
d. 100% (seratus persen) dari Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif yang digolongkan Macet setelah dikurangi nilai agunan.
(4) Kewajiban membentuk PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku bagi Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan Ijarahatau Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
(5) Bank wajib membentuk penyusutan atau amortisasi Aktiva Produktif dalam bentuk:
a. Pembiayaan Ijarahsesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi Bank bagi aktiva yang sejenis; dan/atau
b. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamliksesuai dengan masa sewa.
(6) Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dilakukan untuk Aktiva Produktif.
Pasal 42Pembentukan PPA untuk Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Istishna', dan Pembiayaan multijasa dihitung berdasarkan saldo harga pokok;
b. Pembiayaan Salam dihitung berdasarkan harga perolehan; dan
c. Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, dan Pembiayaan Qardh dihitung berdasarkan saldo baki debet.
Bagian Ketiga
Penilaian Agunan
Pasal 43Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk agunan berupa jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebesar 100% (seratus persen) dari nilai yang dijamin;
b. untuk agunan tunai berupa giro, tabungan, deposito, setoran jaminan, dan/atau emas yang diblokir dan disertai dengan surat kuasa pencairan, paling tinggi sebesar 100% (seratus persen);
c. untuk agunan berupa surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia, paling tinggi sebesar 100% (seratus persen);
d. untuk agunan berupa Surat Berharga Syariah yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi yang diikat secara gadai, paling tinggi sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai yang tercatat di bursa efek pada akhir bulan;
e. untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal yang diikat dengan hak tanggungan, paling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian oleh Penilai Independen dilakukan dalam 18 (delapan belas) bulan terakhir; atau
b) penilaian oleh penilai intern dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir;
2) 50% (lima puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir;
3) 30% (tiga puluh persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan namun belum melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir;
4) 0% (nol persen) dari nilai wajar apabila:
a) penilaian yang dilakukan oleh Penilai Independen telah melampaui 30 (tiga puluh) bulan terakhir; atau
b) penilaian yang dilakukan oleh penilai intern telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir;
f. untuk agunan berupa tanah dan/atau bangunan bukan untuk tempat tinggal dan mesin yang dianggap sebagai satu kesatuan dengan tanah yang diikat dengan hak tanggungan; pesawat udara dan kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter kubik yang diikat dengan hipotek; kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia; serta resi gudang yang diikat dengan hak jaminan atas resi gudang, paling tinggi sebesar:
1) 70% (tujuh puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian dilakukan dalam 12 (dua belas) bulan terakhir;
2) 50% (lima puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 12 (dua belas) bulan namun belum melampaui 18 (delapan belas) bulan terakhir;
3) 30% (tiga puluh persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 18 (delapan belas) bulan namun belum melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir; atau
4) 0% (nol persen) dari nilai wajar apabila penilaian yang dilakukan telah melampaui 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Pasal 44(1) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA dilarang melebihi nilai pengikatan agunan.
(2) Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan berdasarkan nilai terendah antara perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dengan nilai pengikatan agunan.
Pasal 45(1) Penilaian agunan wajib dilakukan oleh Penilai Independen bagi Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atau grup nasabah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Penilaian agunan dapat dilakukan oleh penilai intern Bank bagi Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atau grup nasabah paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(3) Dalam hal penilaian agunan tidak dilakukan oleh Penilai Independen bagi Pembiayaan lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka hasil penilaian agunan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang PPA.
(4) Bank wajib menggunakan nilai yang terendah apabila terdapat beberapa nilai dari Penilai Independen atau penilai intern.
Pasal 46(1) Bank Indonesia berwenang melakukan penghitungan kembali atas nilai agunan yang telah dikurangkan dalam PPA, antara lain apabila:
a. agunan tidak dilengkapi dengan dokumen terkait dan pengikatan agunan belum sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
b. penilaian tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45; atau
c. perjanjian asuransi yang melindungi agunan tidak mencantumkan banker's clause yaitu klausula yang memberikan hak kepada Bank untuk menerima uang pertanggungan dalam hal terjadi pembayaran klaim.
(2) Perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan terhadap agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus:
a. memenuhi ketentuan permodalan sesuai ketentuan yang ditetapkan institusi yang berwenang; dan
b. bukan merupakan pihak terkait dengan Bank atau kelompok peminjam dengan nasabah Bank, kecuali agunan dimaksud direasuransikan kepada perusahaan asuransi yang bukan merupakan pihak terkait dengan Bank atau kelompok peminjam dengan nasabah Bank.
(3) Bank wajib menyesuaikan perhitungan PPA sesuai dengan perhitungan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam laporan-laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau laporan publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, paling lambat pada periode laporan berikutnya setelah pemberitahuan dari Bank Indonesia.
BAB VI
HAPUS BUKU DAN HAPUS TAGIH
Pasal 47(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih Pembiayaan yang antara lain mencakup sebagai berikut:
a. kebijakan hapus buku dan hapus tagih wajib disetujui oleh Dewan Komisaris;
b. prosedur hapus buku dan hapus tagih wajib disetujui paling kurang oleh Direksi;
c. Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan hapus buku dan hapus tagih; dan
d. kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
(2) Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet.
(3) Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan (partial write off).
(4) Hapus tagih dapat dilakukan baik untuk sebagian maupun untuk seluruh Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan.
Pasal 48(1) Hapus buku dan/atau hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 hanya dapat dilakukan setelah Bank melakukan berbagai upaya yang maksimal untuk menyelesaikan Aktiva Produktif yang digolongkan Macet.
(2) Bank wajib menatausahakan dokumen mengenai upaya yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dasar pertimbangan pelaksanaan hapus buku dan/atau hapus hak tagih.
(3) Bank wajib menatausahakan data dan informasi mengenai Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan yang telah dihapus buku dan/atau dihapus tagih.
BAB VII
SANKSI
Pasal 49(1) Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam
Pasal 2,
Pasal 4 ayat (1),
Pasal 4 ayat (3),
Pasal 5 ayat (1),
Pasal 5 ayat (3),
Pasal 6,
Pasal 7 ayat (1),
Pasal 11 ayat (1),
Pasal 11 ayat (2),
Pasal 11 ayat (3),
Pasal 12 ayat (5),
Pasal 13 ayat (2),
Pasal 13 ayat (3),
Pasal 13 ayat (4),
Pasal 16,
Pasal 19 ayat (1),
Pasal 23,
Pasal 24 ayat (4),
Pasal 25,
Pasal 30,
Pasal 31,
Pasal 32 ayat (2),
Pasal 33 ayat (1),
Pasal 33 ayat (2),
Pasal 34,
Pasal 36 ayat (1),
Pasal 36 ayat (2),
Pasal 37,
Pasal 39 ayat (1),
Pasal 40 ayat (1),
Pasal 41 ayat (5),
Pasal 44 ayat (1),
Pasal 45 ayat (1),
Pasal 45 ayat (4),
Pasal 46 ayat (3),
Pasal 47 ayat (1),
Pasal 47 ayat (2), dan/atau
Pasal 48 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 19 wajib membentuk PPA sebesar 100% (seratus persen) terhadap aktiva dimaksud.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50Penggolongan kualitas dan pembentukan PPA untuk Aktiva Non Produktif dalam bentuk AYDA yang dimiliki Bank sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 52Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini, maka:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah; dan
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 54Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
GUBERNUR BANK INDONESIA,
DARMIN NASUTION
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 24 Maret 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR