a. menerapkan SNI dan memiliki SPPT SNI Asam Sulfat Teknis sesuai dengan ketentuan sertifikasi Sistem 5 atau sertifikasi Sistem 1b;
b. membubuhkan tanda SNI pada kemasan produk pada tempat yang mudah dibaca dengan cara penandaan yang menghasilkan tanda tidak mudah hilang; dan
c. penerapan penandaan SNI untuk Asam Sulfat Teknis dalam bentuk curah dibuktikan dengan Copy SPPT-SNI yang telah di legalisir.
(1) Asam Sulfat Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dicantumkan tanggal, bulan dan tahun produksi pada kemasan produk ditempat yang mudah dibaca dengan cara penandaan yang menghasilkan tanda tidak mudah hilang.
(2) Tanggal, bulan dan tahun produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu objek pengawasan kualitas produk atas pelaksanaan SNI Asam Sulfat Teknis secara wajib.
(1) Asam Sulfat Teknis dengan Nomor Pos Tarif (HS Code) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang digunakan sebagai contoh uji penelitian dan pengembangan atau dalam rangka penerbitan SPPT SNI tidak wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
(2) Importasi Asam Sulfat Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan Surat Pertimbangan Teknis dari Direktur Jenderal Pembina Industri.
Pasal 7(1) Pemberian Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan berdasarkan permohonan perusahaan/lembaga industri.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa produk yang diimpor merupakan contoh uji penelitian dan pengembangan atau dalam rangka penerbitan SPPT SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dan dokumen perizinan perusahaan pemohon serta informasi volume produk yang akan diimpor.
(3) Direktorat Jenderal Pembina Industri dapat berkoodinasi dengan lembaga terkait Dalam membuktikan kebenaran atas keseluruhan dokumen persyaratan untuk memperoleh Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Surat Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat informasi sebagai berikut:
a. identitas perusahaan;
b. kegunaan;
c. kapasitas dan rencana produksi perusahaan;
d. volume impor; dan
e. spesifikasi produk.
(5) Dalam menerbitkan Surat Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Pembina Industri dapat melimpahkan kewenangan penerbitan dimaksud pada Direktur Pembina Industri.
(6) Ketentuan dan persyaratan pemberian Surat Pertimbangan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pembina Industri.
Pasal 8(1) Permohonan Sertifikasi SNI ditujukan kepada LSPro yang telah terakreditasi oleh KAN dan ditunjuk oleh Menteri.
(2) Permohonan Sertifikasi SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Surat Pencatatan Permohonan SPPT-SNI dari Direktur Pembina Industri.
(3) Surat Pencatatan Permohonan SPPT-SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan permohonan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangya harus menginformasikan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang akan melakukan sertifikasi yang dilengkapi dengan:
a. Bagi permohonan SPPT-SNI yang dilakukan langsung oleh produsen terdiri dari:
1. copy formulir permohonan SPPT-SNI yang telah diisi oleh pemohon dan dilegalisasi oleh LSPro yang bersangkutan;
2. Foto copy Izin Usaha Industri Asam Sulfat Teknis atau izin sejenis dari luar negeri;
3. Surat tanda daftar merek / Sertfikat merek dan atau Perjanjian Lisensi yang telah didaftarkan di Direktorat Jenderak Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM;
4. Daftar peralatan produksi yang dimiliki guna mendukung pemenuhan ketentuan SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
5. Daftar jenis produk yang akan disertifikasi;
b. Bagi permohonan SPPT-SNI yang dilakukan oleh perwakilan produsen (Perusahaan Perwakilan atau Importir) dilengkapi:
1. Seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2. Surat penunjukan dari produsen Asam Sulfat Teknis kepada Perusahaan Perwakilan atau Importir sebagai pihak yang bertanggung jawab atas proses permohonan sertifikasi dan kualitas produk hasil produksi dari produsen dimaksud yang beredar yang diwilayah Indonesia dan;
3. Dokumen perizinan perusahaan perwakilan produsen yang terdiri dari:
a) Izin Usaha Industri jika perusahaan perwakilan produsen merupakan perusahaan industri;
b) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
c) Angka Pengenal Importir jika jika perusahaan perwakilan produsen merupakan Perusahaan Importir.
(5) Surat Pencatatan Permohonan SPPT-SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi:
a. Nama dan alamat Produsen Pemohon SPPT-SNI;
b. Nama dan alamat Perusahaan Perwakilan atau importir yang bertanggung jawab di Indonesia bagi produk impor;
c. LSPro yang akan melakukan Sertifikasi SNI sesuai dengan permohonan; dan
d. Jenis produk yang akan disertifikasi.
SPPT-SNI Asam Sulfat Teknis yang diterbitkan LSPro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang-kurangnya mencantukan informasi mengenai:
a. nama dan alamat perusahaan;
b. alamat pabrik;
c. nama penanggung jawab perusahaan;
d. merek;
e. nama dan alamat importir;
f. nomor dan judul SNI; dan
g. jenis produk.
Pasal 11(1) LSPro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib memberitahukan dan menyampaikan kepada Kepala Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri, kepada Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian dan perusahaan pemohon tentang keputusan penerbitan, penundaan, penolakan dan Pelimpahan SPPT-SNI 7 (tujuh) hari kerja sejak penerbitan kepusan dimaksud.
(2) LSPro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 bertanggung jawab atas SPPT-SNI yang diterbitkan.
(1) Asam Sulfat Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dari hasil produksi dalam negeri yang diproduksi sejak diberlakukan Peraturan Menteri ini dan tidak memenuhi ketentuan SNI dilarang beredar dan harus dimusnahkan.
(2) Asam Sulfat Teknis produksi dalam negeri yang diproduksi setelah diberlakuan Peraturan Menteri ini dan telah beredar di pasar namun tidak memenuhi ketentuan SNI harus ditarik dari peredaran dan dimusnahkan oleh produsen yang bersangkutan.
Pasal 14(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pembina Industri yang dilaksanakan oleh PPSP.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap produk mulai di lokasi produksi dengan peredaran produk di luar lokasi produksi yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktorat Jenderal Pembina Industri dapat berkoordinasi dengan Dinas Provinsi dan atau Dinas Kabupaten/Kota atau instansi terkait.
(4) BPKIMI melaksanakan pembinaan terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam rangka penerapan SNI Asam Sulfat Teknis secara wajib.
(5) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPKIMI dapat memberikan teguran tertulis dan sanksi kepada LSPro yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaku usaha, LSPro dan atau Laboratorium Penguji yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17Peraturan Menteri ini mulai berlaku 6 (enam) bulan setelah diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Desember 2013
MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMAD S. HIDAYAT
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN