(1) Personel Intelijen Negara dalam menjalankan tugasnya terikat pada Kode Etik Intelijen Negara.
(2) Kode Etik Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan Intelijen Negara.
(1) Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Intelijen Negara dilakukan oleh Dewan Kehormatan Intelijen Negara.
(2) Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh masing-masing penyelenggara Intelijen Negara dan bersifat ad hoc.
(3) Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik Intelijen Negara yang dilakukan oleh Personel Intelijen Negara.
(4) Ketentuan mengenai susunan dan tata kerja Dewan Kehormatan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Badan Intelijen Negara.
Bagian Kelima
Perekrutan dan Pengembangan Profesi
Paragraf 1
Perekrutan
(1) Pengembangan kemampuan profesional Personel Intelijen Negara dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan Intelijen secara berjenjang dan berkelanjutan.
(2) Pengembangan kemampuan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan masing-masing penyelenggara Intelijen Negara.
Bagian Keenam
Pelindungan Personel Intelijen Negara
Pasal 24(1) Negara wajib memberikan pelindungan terhadap setiap Personel Intelijen Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen.
(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelindungan pribadi dan pelindungan terhadap keluarganya.
BAB V
KERAHASIAAN INTELIJEN
Pasal 25(1) Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara.
(2) Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikategorikan dapat:
a. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
b. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
c. merugikan ketahanan ekonomi nasional;
d. merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
e. mengungkapkan memorandum atau surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan;
f. membahayakan sistem Intelijen Negara;
g. membahayakan akses, agen, dan sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Intelijen;
h. membahayakan keselamatan Personel Intelijen Negara; atau
i. mengungkapkan rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi Intelijen.
(3) Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki Masa Retensi.
(4) Masa Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(5) Rahasia Intelijen dapat dibuka sebelum Masa Retensinya berakhir untuk kepentingan pengadilan dan bersifat tertutup.
Pasal 26Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen.
BAB VI
BADAN INTELIJEN NEGARA
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 27Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 28(1) Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam negeri dan di luar negeri.
(2) Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara.
Bagian Ketiga
Tugas
Pasal 29Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) bertugas:
a. melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang Intelijen;
b. menyampaikan produk Intelijen sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan pemerintah;
c. melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas Intelijen;
d. membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing; dan
e. memberikan pertimbangan, saran, dan rekomendasi tentang pengamanan penyelenggaraan pemerintahan.
Bagian Keempat
Wewenang
Pasal 30Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Badan Intelijen Negara berwenang:
a. menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen secara menyeluruh;
b. meminta bahan keterangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lain sesuai dengan kepentingan dan prioritasnya;
c. melakukan kerja sama dengan Intelijen negara lain; dan
d. membentuk satuan tugas.
Pasal 31Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan:
a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
Pasal 32(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
(2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan
c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua pengadilan negeri.
Pasal 33(1) Pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen; dan
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap aliran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bank Indonesia, bank, penyedia jasa keuangan, atau lembaga analisis transaksi keuangan wajib memberikan informasi kepada Badan Intelijen Negara.
Pasal 34(1) Penggalian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara;
c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan; dan
d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
(2) Dalam melakukan penggalian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penegak hukum terkait wajib membantu Badan Intelijen Negara.
Bagian Kelima
Organisasi
Pasal 35(1) Badan Intelijen Negara dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang wakil kepala.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Kepala dan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 36(1) Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Untuk mengangkat Kepala Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mengusulkan satu orang calon untuk mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap calon Kepala Badan Intelijen Negara yang dipilih oleh Presiden disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan pertimbangan calon Kepala Badan Intelijen Negara diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 37Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Badan Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VII
KOORDINASI INTELIJEN NEGARA
Pasal 38(1) Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara.
(2) Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.
(3) Ketentuan mengenai koordinasi Intelijen Negara diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 39Badan Intelijen Negara dalam kedudukannya sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) bertugas:
a. mengoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara;
b. memadukan produk Intelijen;
c. melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan
d. mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan pimpinan nasional.
Pasal 40Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, Badan Intelijen Negara berwenang:
a. mengoordinasikan kebijakan di bidang Intelijen;
b. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi Intelijen kepada penyelenggara Intelijen Negara;
c. menata dan mengatur sistem Intelijen Negara;
d. menetapkan klasifkasi Rahasia Intelijen; dan
e. membina penggunaan peralatan dan material Intelijen.
BAB VIII
PEMBIAYAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 41Biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan Intelijen Negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian Kedua
Pertanggungjawaban
Pasal 42(1) Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disampaikan secara tertulis kepada Presiden.
(2) Laporan dan pertanggungjawaban penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e disampaikan secara tertulis kepada pimpinan masing-masing.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 43(1) Pengawasan internal untuk setiap penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh pimpinan masing-masing.
(2) Pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen.
(3) Dalam melaksanakan Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komisi membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen serta keanggotaaannya disahkan dan disumpah dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan ketentuan wajib menjaga Rahasia Intelijen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pengawas tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 44Setiap Orang yang dengan sengaja mencuri, membuka, dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 45Setiap Orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan bocornya Rahasia Intelijen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 46(1) Setiap Personel Intelijen Negara yang membocorkan upaya, pekerjaan, kegiatan, sasaran, informasi, fasilitas khusus, alat peralatan dan perlengkapan khusus, dukungan, dan/atau Personel Intelijen Negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi dan aktivitas Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh puluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Personel Intelijen Negara dalam keadaan perang dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari masing-masing ancaman pidana maksimumnya.
Pasal 47Setiap Personel Inteljien Negara yang melakukan penyadapan di luar fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 49Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Intelijen Negara dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 50Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AMIR SYAMSUDIN