[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, dan pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
(2) Fungsi pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah mengatur penyelenggaraan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, standar kompetensi dokter dan dokter gigi, penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, dan pembinaan praktik kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Fungsi pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, standar kompetensi dokter dan dokter gigi, dan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Fungsi penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah menetapkan kebijakan dan regulasi terkait standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, standar kompetensi dokter dan dokter gigi, penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, dan pembinaan praktik kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Fungsi pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah membina dokter dan dokter gigi dalam rangka peningkatan mutu praktik kedokteran, penerapan disiplin dokter dan dokter gigi, dan perlindungan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Tugas

Pasal 3
KKI mempunyai tugas:
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Pasal 4
(1) Registrasi dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat.
(2) Ketentuan mengenai tata cara registrasi dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perkonsil.

(1) Untuk melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, dilakukan bersama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan organisasi profesi terkait, serta lembaga lain yang terkait sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perkonsil.

Bagian Ketiga
Wewenang

Pasal 7
(1) KKI mempunyai wewenang:
a. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
c. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
d. mengesahkan standar pendidikan dan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran;
g. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
h. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi; dan
i. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi disiplin oleh MKDKI / MKDKI-P dan sanksi hukum oleh pengadilan yang terkait dengan pelanggaran praktik kedokteran.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perkonsil.

BAB III
ORGANISASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
Perangkat organisasi KKI terdiri dari:
a. Rapat Pleno Anggota KKI (rapat pleno);
b. Pimpinan KKI;
c. Pimpinan KK dan Pimpinan KKG;
d. Pimpinan Divisi;
e. penegak disiplin praktik kedokteran, terdiri dari MKDKI dan MKDKI-P; dan
f. Sekretariat KKI.

Bagian Kedua
Rapat Pleno

Rapat pleno memutuskan:
a. regulasi KKI;
b. pemilihan dan pengangkatan Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, Pimpinan dan Anggota Divisi;
c. rencana strategik KKI;
d. pengesahan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi ;
e. pengesahan standar kompetensi dokter dan dokter gigi ;
f. pengesahan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi ;
g. usulan pengangkatan Anggota KKI yang berasal dari unsur tokoh masyarakat ;
h. sanksi pelanggaran Kode Etik KKI terhadap Anggota KKI;
i. pembentukan MKDKI-P ;
j. pengesahan pertanggungjawaban MKDKI dan MKDKI-P ;
k. usulan pemberhentian dan usulan penggantian Anggota KKI.

Bagian Ketiga
Pimpinan KKI

Pasal 11
(1) Pimpinan KKI terdiri dari seorang Ketua KKI merangkap Anggota KKI dan 2 (dua) orang Wakil Ketua KKI merangkap Anggota KKI.
(2) Pimpinan KKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penanggung jawab tertinggi pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKI.
(3) Pimpinan KKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara kolektif.

Ketua KKI bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, Pimpinan MKDKI / MKDKI-P, dan Sekretaris KKI;
b. menandatangani regulasi KKI yang telah diputuskan rapat pleno;
c. menetapkan fungsi, tugas, dan wewenang Wakil Ketua KKI;
d. menetapkan fungsi, tugas, dan wewenang Sekretaris KKI ;
e. menetapkan pemberhentian sementara Anggota KKI yang menjadi tersangka tindak pidana kejahatan ;
f. melantik Anggota MKDKI / MKDKI-P ;
g. menyelenggarakan dan memimpin rapat pleno ;
h. melakukan koordinasi dengan para pimpinan pemangku kepentingan terkait.

Bagian Keempat
Pimpinan KK dan Pimpinan KKG

Pasal 14
(1) Pimpinan KK adalah seorang ketua merangkap Anggota KKI.
(2) Pimpinan KKG adalah seorang ketua merangkap Anggota KKI.
(3) Pimpinan KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penanggung jawab pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KK.
(4) Pimpinan KKG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penanggung jawab pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKG.

Ketua KKG bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKG dengan Pimpinan KKI;
b. mengoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan Divisi KKG dan Sekretariat KKI;
c. mengoordinasikan penyusunan norma, standar, pedoman, dan kebijakan lainnya bersama para pemangku kepentingan terkait dalam ruang lingkup KKG;
d. menyusun dan menetapkan ketentuan dan kebijakan yang bersifat internal KKG;
e. mengoordinasikan penerapan standar pendidikan, standar kompetensi, dan cabang ilmu kedokteran gigi bersama dengan para pemangku kepentingan terkait;
f. selaku registrar menerbitkan dan/atau mencabut Surat Tanda Registrasi dokter gigi;
g. memelihara dan menjaga registrasi dokter gigi;
h. mengoordinasikan pembinaan praktik kedokteran, pemantauan, dan evaluasi penerapan sanksi disiplin bagi dokter yang telah diputuskan oleh MKDKI / MKDKI-P bersama para pemangku kepentingan.

Bagian Kelima
Pimpinan Divisi

Pasal 17
(1) Divisi pada KK dan KKG masing-masing terdiri dari 3 (tiga) divisi, yaitu:
a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi (Divisi Pendidikan);
c. Divisi Pembinaan;
(2) Pimpinan Divisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing adalah seorang ketua merangkap Anggota KKI.
(3) Pimpinan Divisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penanggung jawab pelaksanaan tugas divisi masing-masing.

Pasal 18
Ketua Divisi Registrasi KK / KKG bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Divisi Registrasi dengan Pimpinan KK / KKG ;
b. mengoordinasikan pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi warga negara Indonesia dan warga negara asing di Indonesia;
c. mengoordinasikan penyusunan dan pengembangan sistem registrasi dokter dan dokter gigi di Indonesia;
d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan registrasi dokter dan dokter gigi di Indonesia;
e. melakukan koordinasi penyelenggaraan kegiatan Divisi Registrasi bekerja sama dengan para pemangku kepentingan;
f. memberikan pertimbangan kepada Ketua KK dan Ketua KKG dalam pelaksanaan registrasi ulang; dan
g. melakukan koordinasi dengan Anggota Divisi Registrasi dan divisi lain serta Sekretariat KKI dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Divisi Registrasi.

Ketua Divisi Pembinaan KK / KKG bertugas:
a. mengoordinasikan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Divisi Pembinaan dengan Pimpinan KK / KKG ;
b. mengoordinasikan perumusan sistem pembinaan praktik kedokteran bersama para pemangku kepentingan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan praktik kedokteran, perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi;
c. mengoordinasikan pembinaan praktik kedokteran bersama para pemangku kepentingan sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing;
d. memberikan pertimbangan kepada Ketua KK dan Ketua KKG dalam melakukan registrasi ulang;
e. melakukan koordinasi penyelenggaraan kegiatan Divisi Pembinaan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan; dan
f. melakukan koordinasi dengan Anggota Divisi Pembinaan dan divisi lain serta Sekretariat KKI dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Divisi Pembinaan.

Bagian Keenam
Penegak Disiplin Praktik Kedokteran

Pasal 21
Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran dibentuk MKDKI dan/atau MKDKI-P.

Pembentukan MKDKI-P dilakukan atas usul MKDKI dengan memperhatikan:
a. jumlah pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang praktik ; dan
b. luas wilayah kerja.

Pasal 24
Pimpinan MKDKI / MKDKI-P terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris.

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja MKDKI / MKDKI-P diatur dengan Perkonsil.

Bagian Ketujuh
Sekretariat KKI

Pasal 26
(1) Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, KKI dibantu Sekretariat KKI yang dipimpin oleh seorang Sekretaris KKI.
(2) Sekretaris KKI diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris KKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota KKI.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris KKI berada di bawah koordinasi Ketua KKI dan bertanggung jawab kepada Pimpinan KKI.
(5) Ketentuan fungsi dan tugas Sekretaris KKI ditetapkan oleh Ketua KKI.

Pasal 27
Sekretariat KKI mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan KKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. memfasilitasi kegiatan KKI, MKDKI / MKDKI-P;
c. melakukan tugas-tugas kesekretariatan lainnya dan di luar kesekretariatan yang diberikan oleh Pimpinan KKI yang terkait pelaksanaan tugas dan wewenang KKI yang kemudian melaporkan penugasan di luar kesekretariatan tersebut dalam rapat pleno periode berikutnya.

Pasal 28
(1) Pelaksanaan tugas Sekretariat KKI dilakukan oleh pegawai KKI.
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian.

Pasal 29
Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Sekretariat KKI diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV
TATA KERJA

Bagian Kesatu
Tata Hubungan Kerja

Pasal 30
Semua perangkat organisasi KKI dalam melaksanakan tugasnya masing-masing wajib bekerja sama di bawah koordinasi Ketua KKI.

Pasal 31
Semua perangkat organisasi KKI dalam melaksanakan tugasnya masing-masing wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan KKI sendiri, maupun dalam hubungan antar KKI dengan para pemangku kepentingan terkait.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata hubungan kerja antar perangkat organisasi KKI diatur dengan Perkonsil.

Bagian Kedua
Rangkap Jabatan

Pasal 33
(1) Untuk menerapkan dan mencapai akuntabilitas kinerja KKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Anggota KKI dilarang memangku jabatan struktural di pemerintahan dan/atau jabatan lainnya di instansi atau lembaga negara, pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau swasta.
(2) Dalam hal jabatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), larangan memangku jabatan yang dimaksud adalah jabatan lainnya yang dapat mengganggu fungsi, tugas, dan wewenang sebagai Anggota KKI dari segi waktu dan pertentangan kepentingan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur berdasarkan kesepakatan internal KK dan KKG masing-masing.

Bagian Ketiga
Pengucapan Sumpah/Janji

Pasal 34
(1) Sebelum memangku jabatan, Anggota KKI wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya masing-masing di hadapan Presiden.
(2) Pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keempat
Penetapan dan Masa Jabatan Pimpinan dan Anggota

Pasal 35
(1) Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, Pimpinan dan Anggota Divisi dipilih dari dan oleh Anggota KKI melalui rapat pleno.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, dan Pimpinan dan Anggota Divisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh rapat pleno.

Pasal 36
(1) Masa jabatan Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, Pimpinan dan Anggota Divisi sama dengan masa bakti keanggotaan KKI.
(2) Dalam hal tertentu masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penggantian antar waktu.

Bagian Kelima
Evaluasi Kinerja

Pasal 37
(1) Untuk peningkatan kinerja, KKI dapat melakukan evaluasi kinerja terhadap seluruh Anggota KKI melalui musyawarah kerja.
(2) Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno.

Bagian Keenam
Pemberhentian dan Penggantian Pimpinan

Pasal 38
(1) Pimpinan KKI, Pimpinan KK, Pimpinan KKG, dan Pimpinan Divisi berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena tidak memenuhi persyaratan sebagai Anggota KKI.
(2) Masa jabatan pimpinan pengganti adalah sama dengan sisa masa bakti keanggotaan KKI.

Pasal 39
(1) Jika Ketua KKI berhalangan sementara karena alasan yang jelas dan dapat diterima, rapat pleno menetapkan salah satu Wakil Ketua KKI sebagai pelaksana tugas sementara Ketua KKI.
(2) Jika Ketua KK / Ketua KKG berhalangan sementara karena alasan yang jelas dan dapat diterima, rapat pleno menetapkan salah satu ketua divisi terkait sebagai pelaksana tugas sementara Ketua KK / Ketua KKG.
(3) Jika ketua divisi berhalangan sementara karena alasan yang jelas dan dapat diterima, rapat pleno menetapkan anggota divisi sebagai pelaksana tugas sementara ketua divisi terkait.

Bagian Ketujuh
Pelaksanaan Rapat

Paragraf 1
Umum

Pasal 40
Dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang, KKI dapat melakukan rapat-rapat yang terdiri dari:
a. rapat pleno;
b. rapat pimpinan;
c. rapat KK / KKG;
d. rapat lain yang dianggap perlu.

Pasal 41
Setiap pelaksanaan rapat harus dilengkapi dengan daftar hadir dan notulen.

Pasal 42
(1) Dalam hal Anggota KKI berhalangan hadir dalam rapat yang telah ditentukan, anggota tersebut harus memberitahukan kepada pimpinan rapat secara tertulis dengan menyebutkan alasan yang jelas dan dapat diterima oleh peserta rapat.
(2) Pengertian Anggota KKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pimpinan yang merangkap Anggota KKI.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan oleh Anggota KKI sebanyak lebih dari 3 (tiga) kali yang dihitung secara kumulatif per tahun berjalan untuk setiap jenis rapat, anggota tersebut dapat dikenakan tindakan administratif yang diputuskan dalam rapat pleno.
(4) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pembatasan kewenangan dan/atau hak, dan pengusulan pemberhentian kepada Presiden dengan tembusan kepada Menteri.

Paragraf 2
Pengambilan Keputusan

Pasal 43
(1) Pengambilan keputusan dalam rapat pada dasarnya dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat dilakukan setelah kepada peserta rapat yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, yang kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh rapat sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan.

Pasal 44
(1) Jika ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 tidak terpenuhi, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pemungutan suara (suara terbanyak).
(2) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup.
(3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan jika menyangkut kebijakan dan pembentukan regulasi.
(4) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan jika menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam rapat.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diputuskan dalam rapat.

Paragraf 3
Rapat Pleno

Pasal 45
(1) Rapat pleno dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu dan wajib dihadiri oleh seluruh Anggota KKI.
(2) Rapat pleno dapat pula dihadiri oleh Ketua MKDKI / MKDKI-P atau yang mewakili, Sekretaris KKI, dan/atau pegawai KKI yang ditunjuk sesuai kebutuhan.
(3) Dalam keadaan tertentu yang bersifat rahasia, rapat pleno hanya dihadiri oleh Anggota KKI dengan notulis yang ditunjuk di antara Anggota KKI yang hadir.

Pasal 46
(1) Rapat pleno dianggap sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang Anggota KKI.
(2) Dalam hal rapat pleno dihadiri kurang dari 10 (sepuluh) orang Anggota KKI, keputusan rapat pleno tidak mengikat dan dibahas pada rapat pleno berikutnya (rapat pleno yang kedua).
(3) Dalam hal rapat pleno yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai quorum, pengambilan keputusan dilakukan pada rapat pleno yang ketiga .
(4) Keputusan rapat pleno yang ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sah.
(5) Setiap keputusan rapat pleno bersifat mengikat.

Pasal 47
(1) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KKI.
(2) Dalam hal Ketua KKI berhalangan, rapat pleno dapat dipimpin oleh salah satu Wakil Ketua KKI, Ketua KK, atau Ketua KKG berdasarkan kesepakatan Anggota KKI yang hadir dalam rapat pleno.

Pasal 48
(1) Keputusan rapat pleno diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Jika tidak diperoleh keputusan rapat pleno berdasarkan musyawarah, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan pemungutan suara (suara terbanyak).
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, yang mempunyai hak suara hanya Anggota KKI yang hadir dalam rapat pleno.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan suara berlaku secara mutatis mutandis ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.

Paragraf 4
Rapat Pimpinan

Pasal 49
(1) Rapat pimpinan dilakukan dalam rangka koordinasi kebijakan dan pengembangan program KKI, yang dipimpin oleh Ketua KKI.
(2) Dalam hal Ketua KKI berhalangan, rapat pimpinan dapat dipimpin oleh salah satu pimpinan yang hadir.
(3) Rapat pimpinan terdiri atas rapat pimpinan terbatas dan rapat pimpinan lengkap.
(4) Rapat pimpinan terbatas dihadiri oleh Ketua KKI, Wakil Ketua KKI, Ketua KK, dan Ketua KKG.
(5) Rapat pimpinan lengkap dihadiri oleh Ketua KKI, Wakil Ketua KKI, Ketua KK, dan Ketua KKG, serta para Ketua Divisi.
(6) Rapat pimpinan dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu.

Paragraf 5
Rapat KK / KKG

Pasal 50
(1) Rapat KK / KKG dilakukan dalam rangka koordinasi antar divisi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program divisi, yang dipimpin oleh Ketua KK / Ketua KKG.
(2) Dalam hal Ketua KK / Ketua KKG berhalangan, rapat dapat dipimpin oleh salah satu ketua divisi yang hadir.
(3) Rapat KK / KKG dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam seminggu dan dihadiri oleh Ketua KK / Ketua KKG, ketua divisi, dan anggota divisi.
(4) Dalam keadaan tertentu, rapat KK / KKG dapat mengundang para pemangku kepentingan terkait.

Paragraf 6
Rapat Lain yang Dianggap Perlu

Pasal 51
(1) Rapat lain yang dianggap perlu merupakan rapat yang dilaksanakan oleh KKI di luar jenis rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, huruf b, dan huruf c.
(2) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas-tugas tertentu berdasarkan keputusan rapat Pleno KKI dan tidak untuk mengambil keputusan.
(3) Pimpinan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Ketua KKI.

Bagian Kedelapan
Rencana Strategik

Pasal 52
(1) Dalam setiap masa bakti, KKI harus menyusun rencana strategik 5 (lima) tahun mendatang dengan memperhatikan rencana strategik sebelumnya.
(2) Rencana strategik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyusunan rencana strategik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikutsertakan semua perangkat organisasi KKI.
(4) Rencana strategik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan dalam rapat pleno dan ditetapkan dalam Perkonsil paling lambat akhir tahun kedua masa bakti tersebut.

Pasal 53
(1) Setiap tahun harus disusun rencana kerja berdasarkan rencana strategik dan anggaran yang tersedia.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disahkan dalam rapat pleno.
(3) Dalam pelaksanaan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan sinkronisasi antar divisi.

Bagian Kesembilan
Penggantian Antar Waktu

Pasal 54
(1) Anggota KKI berhenti antar waktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Anggota KKI dapat diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
a. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
b. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan karena sakit;
c. tidak melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan tanpa alasan yang jelas dan yang dapat diterima oleh rapat pleno;
d. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan/atau
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota KKI karena:
1. usia telah mencapai 65 (enam puluh lima) tahun;
2. bagi Anggota KKI yang berasal dari pegawai negeri sipil yang mewakili Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan telah mencapai batas usia pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian;
3. memangku jabatan struktural di pemerintahan dan/atau jabatan lainnya di instansi atau lembaga negara, pemerintah, atau swasta yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan dalam KK / KKG.

Pasal 55
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno.

Pasal 56
(1) Dalam hal Ketua KKI menyampaikan usulan pemberhentian berdasarkan keputusan rapat pleno kepada Presiden melalui Menteri, salinan usulan pemberhentian harus disampaikan pula kepada unsur asal anggota yang mengusulkan.
(2) Anggota KKI yang diusulkan untuk diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap menjalankan tugas sebagaimana mestinya sampai dengan terbitnya Keputusan Presiden tentang pemberhentian anggota tersebut.
(3) Unsur asal anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempersiapkan usulan daftar nama Calon Anggota KKI pengganti antar waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak menerima salinan usulan pemberhentian tersebut kepada Menteri.
(4) Usulan daftar nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikirimkan setelah terbit Keputusan Presiden tentang pemberhentian Anggota KKI yang diusulkan berhenti tersebut.
(5) Calon Anggota KKI pengganti antar waktu harus berasal dari unsur yang sama dengan Anggota KKI yang digantikan.

Pasal 57
(1) Penggantian antar waktu Anggota KKI dapat dilakukan bilamana masa bakti Anggota KKI yang digantikan mempunyai sisa waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai Anggota KKI dalam rangka penggantian antar waktu, yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 58
Masa jabatan Anggota KKI pengganti antar waktu adalah sisa masa jabatan Anggota KKI yang digantikan.

Bagian Kesepuluh
Pemberhentian Sementara

Pasal 59
(1) Anggota KKI diberhentikan sementara karena:
a. menjadi tersangka dalam perkara tindak pidana kejahatan; atau
b. mencalonkan diri menjadi peserta dalam pemilihan umum sebagai calon anggota legislatif atau eksekutif.
(2) Dalam hal Anggota KKI dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota yang bersangkutan diaktifkan kembali sebagai Anggota KKI.
(3) Dalam hal Anggota KKI dinyatakan terpilih sebagai anggota legislatif atau eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan penetapan instansi yang berwenang untuk itu, anggota yang bersangkutan diberhentikan sebagai Anggota KKI.
(4) Dalam hal Anggota KKI dinyatakan tidak terpilih sebagai anggota legislatif atau eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, anggota yang bersangkutan diaktifkan kembali sebagai Anggota KKI.

Pasal 60
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno.

Pasal 61
Anggota KKI yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan segala haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesebelas
Serah Terima Tugas dan Tanggung Jawab

Pasal 62
Ketentuan mengenai pelaksanaan serah terima tugas dan tanggung jawab Anggota KKI yang berhenti atau diberhentikan dibahas dan diputuskan dalam rapat pleno.

Bagian Keduabelas
Pembentukan Regulasi

Pasal 63
(1) Setiap pengaturan ketentuan yang bersifat mengatur dan mengikat secara umum harus dibuat dalam format peraturan (Perkonsil).
(2) Format peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pasal-pasal dan dapat disertai dengan lampiran.

Pasal 64
(1) Setiap pengaturan ketentuan yang bersifat menetapkan dan mengikat secara invidual (beschikking) harus dibuat dalam format keputusan (Kepkonsil).
(2) Format keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa diktum-diktum dan dapat disertai dengan lampiran.

Pasal 65
(1) Pembentukan regulasi merupakan proses pembuatan berbagai rancangan peraturan atau keputusan (rancangan regulasi) yang terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKI, yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan rancangan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
(2) Rancangan regulasi disusun oleh perangkat organisasi KKI atau dapat mengikutsertakan para pemangku kepentingan terkait dan diputuskan dalam rapat pleno.
(3) Setiap penyusunan rancangan regulasi harus disertai naskah akademik.
(4) Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan sekurang-kurangnya memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Pasal 66
Setiap pembentukan regulasi harus dilakukan tahapan sebagai berikut:
a. tahap perencanaan program regulasi KKI, yang dilakukan dengan ketentuan:
1. Divisi pada KK / KKG yang terkait dengan substansi regulasi yang akan dibentuk harus menjelaskan garis besar tujuan dan alasan pembentukan regulasi tersebut kepada rapat pleno untuk disetujui;
2. persetujuan rapat pleno sebagaimana dimaksud pada angka 1 dicatat sebagai program regulasi KKI;
b. tahap pembentukan tim kecil (timcil), yang dilakukan dengan ketentuan:
1. tahap ini merupakan tahap penyusunan dan pembahasan rancangan serta pengharmonisasian dan pemantapan konsepsi meliputi aspek teknis, substansi, dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan;
2. ketua timcil diputuskan dalam rapat pleno;
3. anggota timcil ditunjuk oleh ketua timcil dengan mengutamakan Anggota KKI yang berasal dari divisi yang terkait dengan substansi rancangan regulasi yang akan dibahas dan dapat mengikutsertakan Anggota MKDKI / MKDKI-P serta dibantu oleh Sekretariat KKI;
4. keanggotaan timcil terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang termasuk ketua dan sekretaris;
5. susunan keanggotaan timcil ditetapkan dalam bentuk surat tugas yang ditandatangani oleh Ketua KKI;
6. dalam setiap pembahasan rancangan regulasi yang dilakukan timcil dapat melibatkan para pemangku kepentingan;
7. rancangan regulasi yang telah dibahas timcil secara keseluruhan disampaikan kepada semua Anggota KKI melalui
mailing list (email) paling lambat 1 (satu) minggu sebelum dibahas dalam rapat pleno;
c. tahap pengesahan, yang dilakukan dengan ketentuan:
1. setiap pembahasan satu rancangan regulasi pada rapat pleno dibatasi waktunya yaitu paling lama 2 (dua) kali rapat pleno ;
2. rapat pleno hanya membahas masukan atau tanggapan yang disampaikan oleh Anggota KKI secara tertulis ;
3. rapat pleno memutuskan persetujuan rancangan regulasi menjadi regulasi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan pengambilan keputusan rapat pleno berdasarkan ketentuan dalam Perkonsil ini;
4. persetujuan rapat pleno sebagaimana dimaksud pada angka 3 dituangkan dalam berita acara persetujuan regulasi dan diparaf oleh seluruh Anggota KKI yang hadir dalam rapat pleno;
5. regulasi yang telah disetujui rapat pleno ditandatangani oleh Ketua KKI paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan rapat pleno;
6. pengesahan Perkonsil yang akan dipublikasikan hanya ditandatangani Ketua KKI tanpa dibubuhi paraf;
7. untuk Anggota KKI yang hadir dalam rapat pleno dan mengajukan pendapat berbeda (
dissenting opinion), pendapat tersebut dibubuhkan dalam berita acara persetujuan regulasi tersebut;
d. tahap penomoran dan pencetakan, yang dilakukan dengan ketentuan:
1. regulasi yang telah disetujui rapat pleno dan ditandatangani oleh Ketua KKI harus diberi nomor regulasi ;
2. penomoran regulasi dilakukan menggunakan pola:

Nomor X Tahun Y

dengan ketentuan:
a) X, menunjukkan nomor urut regulasi dengan jumlah digit tergantung angka urutannya;
b) Y, menunjukkan tahun ditetapkannya regulasi tersebut.
3. penomoran regulasi dilakukan secara urut dan berkelanjutan ;
4. pencetakan regulasi untuk halaman pertama dilakukan di atas kertas resmi KKI berlogo burung garuda;
5. pencetakan regulasi halaman selanjutnya dilakukan di atas kertas tanpa logo burung garuda;
e. tahap pengundangan dan penyebarluasan, yang dilakukan dengan ketentuan:
1. regulasi yang bersifat mengatur umum yang telah disetujui rapat pleno dan ditandatangani Ketua KKI harus diundangkan oleh Sekretariat KKI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. regulasi yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada angka 1, disebarluaskan oleh Sekretariat KKI secara umum baik melalui pengiriman salinan regulasi atau melalui media elektronik;
3. dalam hal diperlukan, regulasi yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diterjemahkan ke dalam bahasa internasional.

Pasal 67
Teknik penyusunan rancangan regulasi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 68
(1) Regulasi yang telah diberlakukan harus dipantau dan dievaluasi secara berkala.
(2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1) ditemukan ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam pelaksanaan regulasi tersebut, KKI harus segera melakukan perubahan dan/atau pencabutan regulasi yang dimaksud.

Bagian Ketigabelas
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter Dan Dokter Gigi

Pasal 69
Ketentuan mengenai tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi, yang meliputi tata cara pengaduan, tata cara pemeriksaan, pemberian keputusan, dan tata cara pelaksanaan keputusan diatur dengan Perkonsil.

Bagian Keempatbelas
Penanganan Surat Masuk dan Surat Ke luar

Pasal 70
(1) Penanganan surat masuk dan surat ke luar di lingkungan KKI dilakukan secara terintegrasi, akurat, dan tepat waktu.
(2) Arsip surat masuk dan surat ke luar wajib disimpan, dijaga, dipelihara, dan dirapikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan surat masuk dan surat ke luar diatur dengan Perkonsil.

Bagian Kelimabelas
Pelaporan Pelaksanaan Tugas

Pasal 71
(1) Ketua KKI melaporkan hasil pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKI secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Presiden.
(2) Sebelum dilaporkan ke Presiden, isi dari laporan tersebut terlebih dahulu harus disetujui oleh rapat pleno.

Pasal 72
Ketua MKDKI / MKDKI-P melaporkan hasil pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali kepada KKI.

Pasal 73
(1) Sekretaris KKI melaporkan hasil pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat KKI kepada Pimpinan KKI sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(2) Laporan lengkap pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat KKI disampaikan dalam rapat pleno sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun.

Bagian Keenambelas
Kelompok Kerja

Pasal 74
(1) Pimpinan KKI dapat membentuk kelompok kerja yang bersifat sementara dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKI.
(2) Pembentukan kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan dalam rapat pleno.
(3) Keanggotaan kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Anggota KKI, para pakar di bidang yang terkait yang berasal dari luar KKI, Sekretaris KKI, dan/atau pegawai KKI.
(4) Pembiayaan pelaksanaan tugas kelompok kerja dibebankan dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

BAB V
KODE ETIK

Pasal 75
Rapat pleno KKI menetapkan Kode Etik KKI yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota KKI selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas KKI.

Pasal 76
Rapat pleno MKDKI menetapkan Kode Etik MKDKI dan MKDKI-P yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota MKDKI dan MKDKI-P selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas MKDKI dan MKDKI-P.

BAB VI
PEMBIAYAAN

Pasal 77
Biaya untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang KKI, MKDKI, MKDKI-P, dan Sekretariat KKI dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78
Pada saat Perkonsil ini mulai berlaku, Perkonsil Nomor 36/KKI/PER/VIII/2007 tentang Fungsi, Tugas, Wewenang, dan Tata Kerja Konsil Kedokteran Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 79
Perkonsil ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Maret 2011
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

MENALDI RASMIN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN