[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM

(1) Peraturan Menteri ini sebagai pedoman untuk mengatur tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap Bendahara di lingkungan Kementerian Kehutanan.
(2) Kerugian negara terhadap Bendahara di lingkungan Kementerian Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan informasi tentang kerugian negara.

BAB III
INFORMASI DAN TIM PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA

Bagian Kesatu
Informasi

Pasal 3
(1) Informasi tentang kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat diketahui dari hasil:
a. Pemeriksaan BPK;
b. pengawasan aparat pengawasan fungsional;
c. pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung Bendahara atau Kepala Kantor/Satuan Kerja; dan/atau
d. perhitungan Tim
ex-officio.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar bagi Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam melakukan tindak lanjut penyelesaian ganti kerugian negara.

Pasal 4
(1) Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, wajib dikelola oleh masing-masing Kepala Kantor/Satuan Kerja.
(2) Setiap Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib meneliti apakah informasi yang diterima tersebut mengenai/berhubungan dengan kekayaan negara yang diurus/menjadi tanggungjawabnya.
(3) Dalam hal informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berhubungan dengan kekayaan negara yang diurus/menjadi tanggungjawabnya, maka Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja wajib meneliti kembali apakah hal tersebut telah memenuhi syarat untuk ditindak lanjuti dalam rangka proses penyelesaian kerugian negara dengan membentuk tim Ad Hoc.
(4) Tim Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan pengumpulan data/informasi dan verifikasi kerugian negara berdasarkan penugasan dari Kepala Kantor/Satuan Kerja.
(5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan/Berita Acara Pemeriksaan/Penelitian, dimaksudkan untuk memperoleh kepastian mengenai:
a. jumlah/besarnya kerugian negara;
b. pihak-pihak yang harus bertanggungjawab atas terjadinya kerugian negara; dan
c. bukti-bukti tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung huruf a dan b.
(6) Kepala Kantor/Satuan Kerja melaporkan pelaksanaan tugas Tim Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Menteri dengan tembusan kepada TPKN dan Eselon I, untuk diproses lebih lanjut.

(1) Setiap ada peristiwa yang mengakibatkan kerugian negara, paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah peristiwa, Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib melaporkan kepada Menteri, dan memberitahukan peristiwa tersebut kepada BPK, dengan tembusan:
a. Menteri cq Sekretaris Jenderal;
b. Pejabat Eselon I yang terkait;
c. Kepala Biro Keuangan Sekretariat Jenderal; dan
d. Kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal (khusus untuk Barang Milik Negara).
(2) Pelaporan, Pemberitahuan, dan tembusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi paling sedikit dengan Berita Acara Pemeriksaan Kas.
(3) Format Pelaporan, Pemberitahuan, tembusan dan Berita Acara Pemeriksaan Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 4 Peraturan ini.

Bagian Kedua
Tim Penyelesaian Ganti Kerugian Negara

Pasal 7
(1) Untuk menyelesaikan ganti kerugian negara terhadap Bendahara di lingkungan Kementerian Kehutanan, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri membentuk TPKN.
(2) Anggota tim TPKN terdiri dari unsur-unsur Eselon I lingkup Kementerian Kehutanan.

Pasal 8
(1) Tugas Tim TPKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), meliputi:
a. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;
b. menghitung jumlah kerugian negara;
c. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung bahwa Bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;
d. menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian kerugian negara;
e. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
f. memberikan pertimbangan kepada Menteri tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan;
g. menatausahakan penyelesaian kerugian negara; dan
h. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara kepada Menteri dengan tembusan disampaikan kepada BPK.
(2) Dalam menyelenggarakan fungsinya, TPKN dapat berkoordinasi dengan Biro Keuangan Sekretariat Jenderal dalam rangka memberikan bahan pertimbangan dan mengikuti pelaksanaan penyelesaian masalah ganti rugi dan penagihan di lingkungan Kementerian Kehutanan.

(1) TPKN dalam melakukan penelitian dan pemeriksaan dengan cara mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen pendukung laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
(2) TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara Kementerian.
(3) TPKN harus menyelesaikan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memperoleh penugasan dari Menteri.

Pasal 11
Penelitian dan Pemeriksaan untuk peristiwa hilangnya uang kas/kas tekor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat disebabkan:
a. kesalahan Bendahara; atau
b. bukan kesalahan Bendahara.

Dalam hal Bendahara Pengeluaran meninggal dunia, melarikan diri dan/atau di bawah kuratil, Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. melaporkan kepada Menteri cq Sekretaris Jenderal dan mengusulkan Bendahara Pengganti;
b. melakukan tindakan pengamanan sebagai berikut:
1. buku-buku (Buku Kas Umum dan Buku Pembantu Lainnya) pada saat kejadian segera di print out (dicetak) dan diberi batas dengan dua garis penutup agar tidak dapat ditambah oleh yang tidak berkepentingan dan dimintakan tanda tangan kepada Kuasa Pengguna Anggaran;
2. semua uang dan surat-surat berharga disimpan dalam brandkas atau disimpan di tempat yang dianggap aman serta dilakukan penyegelan;
3. semua buku dan dokumen-dokumen bukti penerimaan dan pengeluaran disimpan dalam almari serta dilakukan penyegelan;
4. laci-laci meja kerja Bendahara disegel;
5. tindakan-tindakan pada angka 1 s/d 4 disaksikan oleh ahli waris atau keluarga yang ditinggalkannya.
c.bilamana Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan tidak mempunyai ahli waris/keluarga atau ahli waris/keluarga tidak hadir, maka langkah-langkah sebagaimana pada huruf b, pelaksanaannya disaksikan oleh dua orang Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja;
d. penyegelan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2 sampai dengan angka 4, dibuat Berita Acara Penyegelan yang ditandatangani oleh ahli waris/keluarga/saksi dan Kepala Kantor/Satuan Kerja Format Berita Acara Penyegelan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 Peraturan ini.
e. menunjuk Pejabat ex-officio untuk dan atas nama Menteri dengan tugas sebagai berikut:
1. menyusun perhitungan pertanggungjawaban ex-officio, dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9 Peraturan ini;
2. membuka segel brandkas, almari dan laci-laci meja milik Bendahara, harus disaksikan oleh ahli waris/keluarga yang ditinggalkannya/dua orang saksi dan Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja serta dibuatkan Berita Acara Pembukaan segel;
3. jika Bendahara tidak mempunyai ahli waris/keluarga yang ditinggalkan maka dapat disaksikan dan ditandatangani oleh 2 orang pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja;
4. membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas tentang hasil pemeriksaan ex-officio dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas yang diketahui oleh Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja dan ahli waris/keluarga/dua orang saksi;
5. menyampaikan perhitungan ex-officio dimaksud kepada Menteri cq Sekretaris Jenderal dengan tembusan kepada ahli waris/keluarga;
6. ahli waris dimintakan tanggapannya dalam waktu 14 hari kerja sejak tanggal diterimanya perhitungan ex-officio, dengan surat tanda bukti penerimaan dari yang bersangkutan;
7. perhitungan ex-officio dilengkapi dengan dokumen-dokumen yaitu:
a) laporan yang menyatakan Bendahara meninggal dunia dari dokter/Pamong Praja, melarikan diri dari Kepolisian/Pamong Praja atau di bawah kuratil dari dokter, Kepolisian dan Pamong Praja setempat;
b) berita Acara penyegelan brandkas;
c) penunjukan Pejabat ex-officio;
d) berita Acara pembukaan brandkas;
e) laporan pemeriksaan ex-officio yang menyatakan adanya kerugian negara dengan mengikut sertakan ahli warisnya;
f) surat pemeriksaan ex-officio yang telah diterima oleh ahli waris disertai tanda bukti dan tanggal penerimaan;
g) jawaban pembelaan diri dari ahli waris mengenai hasil pemeriksaan ex-officio;
h) tanda bukti pembayaran yang telah dilaksanakan (jika ada).
8. Melakukan serah terima jabatan kepada Bendahara pengganti dengan Berita Acara Serah Terima.

Pasal 14
Berdasarkan surat BPK yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan terhadap laporan hasil verifikasi kerugian negara yang dilakukan BPK ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Menteri memerintahkan TPKN untuk menghapus dan mengeluarkan kerugian negara dimaksud dari daftar kerugian negara Kementerian.

BAB V
PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA TERHADAP BENDAHARA

Bagian Kesatu
Umum

Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap laporan hasil verifikasi kerugian negara yang dilakukan BPK terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, Menteri memerintahkan kepada TPKN untuk mengupayakan agar Bendahara Pengeluaran bersedia membuat dan menandatangani SKTJM paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari BPK.

Bagian Kedua
Penyelesaian Melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak

Pasal 17
(1) Apabila dari hasil pemeriksaan terhadap Laporan Hasil Verifikasi yang dilakukan oleh BPK terbukti terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada Menteri untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM.
(2) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memerintahkan kepada TPKN mengupayakan agar Bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM dengan Format SKTJM sebagaimana tercantum dalam lampiran 10 Peraturan ini.
(3) TPKN mengupayakan hal sebagaimana tersebut pada ayat (2) melalui unit Eselon I /Satuan Kerja bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat dari BPK.

Pasal 18
Syarat Pembuatan SKTJM, sebagai berikut:
a. SKTJM dibuat dengan sadar tanpa paksa;
b. SKTJM memuat pengakuan salah atau lalai, dan janji/kesanggupan dari yang bersangkutan untuk membayar kembali kerugian negara tersebut dengan angsuran;
c. SKTJM memuat batas waktu angsuran atas kerugian negara tersebut tidak boleh melebihi 40 (empat puluh) hari;
d. SKTJM memuat jumlah uang yang pasti atas kerugian negara yang menjadi tanggungjawab pegawai bersangkutan;
e. SKTJM memuat besarnya kerugian negara yang jumlahnya sesuai penetapan BPK-RI;
f. SKTJM dibuat minimal rangkap 4 (empat) dan harus dibubuhi materai yang cukup dan ditandatangani oleh Pegawai yang bersangkutan dan dua orang saksi serta diketahui oleh Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja;
g. SKTJM yang telah ditandatangani disampaikan kepada Kepala kantor/Satuan Kerja dan kepada:
1. lembar pertama, kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja di mana kerugian Negara terjadi;
2. lembar kedua, kepada atasan langsung Kepala Kantor/Satuan Kerja;
3. lembar ketiga, kepada Pimpinan Unit Eselon I bersangkutan;
4. lembar keempat, kepada TPKN.
h. SKTJM memuat jaminan berupa harta kekayaan dari pegawai yang bersangkutan, dan barang jaminan tersebut bukan merupakan barang yang sedang dalam sengketa, beban hypotik Bank maupun dalam keadaan sita jaminan (Conservatoir beslag) dan disertai surat kuasa menjual jaminan yang dikuatkan/dihadapan Notaris;
i. SKTJM memuat jaminan berupa tanah harus disertai sertifikat tanah asli, sebagai hak pemilikan dan diserahkan kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja, disertai Surat Kuasa dari pemilikan tanah untuk menjual tanah dan Surat Kuasa tersebut dibubuhi materai yang cukup. Nilai tanah ditentukan oleh panitia yang jumlah anggotanya gasal dan terdiri dari instansi yang berwenang dengan membuat Berita Acara;
j. jaminan berupa barang berharga nilainya ditentukan oleh panitia, yang besarnya minimal sama dengan kerugian negaranya dan Jaminan untuk barang berharga agar disertai Surat Kuasa untuk menjual barang jaminan dan surat kuasa tersebut diserahkan kepada Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja;
k. jaminan barang berupa sertifikat tanah yang asli, barang berharga lainnya disimpan oleh Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja di tempat yang aman, antara lain Brandkas, Bank dan sebagainya;
l. besarnya nilai jaminan berupa harta kekayaan baik tanah maupun barang berharga lainnya, minimal sama dengan besarnya kerugian negara yang tercantum dalam SKTJM.

Kewajiban Kepala Kantor/Satuan Kerja bersangkutan dalam penyelesaian melalui SKTJM, yaitu:
a. Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib mengawasi atas pelaksanaan SKTJM yang telah ditandatanganinya.
b. Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib melaporkan pelaksanaan penyelesaian melalui SKTJM kepada TPKN dan mengusulkan agar:
1. terhadap Bendahara bersangkutan dikenakan sanksi administratif berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. terhadap Bendahara yang tidak melaksanakan SKTJM, dilakukan proses penuntutan melalui BPK.

Pasal 21
Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara yang dilakukan oleh Bendahara melalui SKTJM, adalah sebagai berikut:
a. pengembalian kerugian negara dilakukan secara tunai paling lambat 40 (empat puluh) hari sejak SKTJM ditandatangani;
b. dalam rangka pelaksanaan SKTJM, Bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang dijaminkan setelah mendapat persetujuan dan di bawah pengawasan TPKN;
c. dalam hal pengawasan ketentuan tidak dapat dilaksanakan oleh TPKN, TPKN dapat meminta Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk dan atas nama TPKN mengawasi pelaksanaan penjualan dan/ atau pencairan harta kekayaan;
d. Menteri memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan TPKN;
e. dalam hal Bendahara telah mengganti kerugian negara, BPK mengeluarkan surat rekomendasi kepada Menteri agar kasus kerugian negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara dengan Format Daftar Kerugian Negara sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13 Peraturan ini;
f. Menteri memerintahkan kepada TPKN agar kasus kerugian negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara;
g. dalam hal kewajiban Bendahara untuk mengganti kerugian negara dilakukan pihak lain, pelaksanaannya dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.

(1) Dalam rangka pelaksanaan SKTJM, Bendahara Pengeluaran dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang dijaminkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, setelah mendapat persetujuan dan pelaksanaannya di bawah pengawasan TPKN.
(2) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan oleh TPKN, TPKN dapat meminta Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk dan atas nama TPKN mengawasi pelaksanaan penjualan dan atau pencairan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.

Pasal 24
(1) TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM kepada Menteri.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima laporan TPKN.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Melalui Penetapan Surat Keputusan Pembebanan
Sementara (SKPS)

Pasal 25
Proses penyelesaian ganti kerugian negara terhadap Bendahara dengan tahapan Pembebanan Kerugian Negara Sementara yaitu:
(1) Dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak SKTJM tidak diperoleh, maka Kepala Kantor wajib melaporkan kepada TPKN dan Pejabat Eselon I yang bersangkutan secara berjenjang dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, Menteri menerbitkan SKPS dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM Format SKPS dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14 Peraturan ini.
(2) TPKN menyampaikan SKPS yang disertai dengan tanda terima kepada Bendahara pada Kantor yang bersangkutan melalui Eselon I yang bersangkutan, selanjutnya Menteri memberitahukan SKPS kepada BPK.
a. format Tanda terima telah menerima SK Pembebanan KN Sementara sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15 Peraturan ini;
b. format Penyampaian Salinan Keputusan Menteri Kehutanan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 16 Peraturan ini.
(3) SKPS mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan sita jaminan, pelaksanaan sita jaminan diajukan oleh Menteri kepada instansi yang berwenang melakukan penyitaan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya SKPS.
(4) Sebelum diajukan permohonan sita jaminan kepada instansi yang berwenang, Kepala Kantor dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang untuk melakukan pemblokiran terhadap barang jaminan.
(5) Dalam hal pengajuan sita jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Menteri melimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja di mana kasus kerugian negara terjadi.

Pasal 26
BPK mengeluarkan SK-PBW apabila:
a. BPK tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dari Menteri; atau
b. berdasarkan pemberitahuan Menteri tentang pelaksanaan SKTJM, ternyata Bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM.

Pasal 27
SK-PBW disampaikan oleh BPK kepada Bendahara melalui Kepala Kantor/Satuan Kerja, dengan tembusan kepada Menteri dan selanjutnya Kepala Kantor/Satuan Kerja harus menyampaikan SK-PBW kepada Bendahara dan meminta kepada Bendahara untuk menandatangani tanda terima.

Pasal 28
Dalam hal Bendahara di bawah pengampuan/berhalangan tetap/melarikan diri/meninggal dunia, Kepala Kantor/Satuan Kerja menyampaikan SK-PBW kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.

Pasal 29
Tanda terima dari Bendahara/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris disampaikan kepada BPK oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SK-PBW diterima Bendahara.

Pasal 30
(1) Bendahara Pengeluaran/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris dapat mengajukan keberatan atas SK-PBW kepada BPK dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal penerimaan SK-PBW yang tertera pada tanda terima dengan tembusan Menteri dan Eselon I yang bersangkutan, dengan Format Konfirmasi Keberatan Bendahara atas Kasus Kerugian Negara sebagaimana tercantum pada Lampiran 17 Peraturan ini.
(2) Putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diketahui paling lama 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari Bendahara Pengeluaran/Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tersebut diterima oleh BPK .

Pasal 31
Bilamana selama dalam proses keberatan dari SKPS sampai dengan SK-PBW, Bendahara Pengeluaran telah membuat SKTJM, maka proses pembelaan diri/keberatan kepada Bendahara Pengeluaran tersebut tidak berlaku.

Pasal 32
(1) Apabila BPK belum memberikan jawaban atas keberatan Bendahara Pengeluaran dalam kurun waktu 6 (enam) bulan sejak surat keberatan dari Bendahara Pengeluaran/Pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, Menteri memerintahkan TPKN untuk menanyakan lebih lanjut atas kerugian negara dimaksud.
(2) Apabila TPKN telah melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat memintakan lebih lanjut penyelesaian kasus kerugian negara dimaksud karena BPK telah melampaui batas waktu dalam memberikan jawaban atas keberatan Bendahara Pengeluaran.

Pasal 33
BPK mengeluarkan SKP, apabila jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan Bendahara tidak mengajukan keberatan dan/atau Bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak dan/atau telah melampaui jangka waktu 40 (empat puluh) hari sejak ditandatangani SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya.

Pasal 34
Kepala Kantor/Satuan Kerja setelah menerima SKP, selanjutnya harus menyampaikan SKP tersebut kepada Bendahara dan meminta kepada Bendahara yang bersangkutan untuk menandatangani tanda terima.

Pasal 35
SKP yang diterbitkan oleh BPK mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final dan atas tembusan SKP dari BPK, Menteri memerintahkan kepada TPKN untuk menindaklanjuti SKP tersebut.

Pasal 36
(1) Cara penyelesaian/pelaksanaan SKP, dilakukan sebagai berikut:
a. bendahara Pengeluaran wajib mengganti kerugian negara dengan cara menyetorkan secara tunai ke kas negara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima SKP dari BPK.
b. tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas, penyetoran kerugian negara menggunakan blangko SSBP, diuraikan untuk pembayaran kerugian negara antara lain nama pelaku, unit kerja, nominal setorannya, jenis kerugian negara serta mencantumkan Kode MAP Nomor 423442 untuk Bendahara Pengeluaran dan mencantumkan kode Satuan Kerjanya yaitu:
     1. lingkup Sekretariat Jenderal dengan kode 2901;
     2. lingkup Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dengan kode 2902;
     3. lingkup Direktorat Jenderal PHKA dengan kode 2903;
     4. lingkup Direktorat Jenderal BPDAS Dan PS dengan kode 2904;
     5. lingkup Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan dengan kode 2905;
     6. lingkup Inspektorat Jenderal dengan kode 2906;
     7. lingkup Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan dengan kode 2907;
     8. lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dengan kode 2908.
(2) Dalam hal Bendahara Pengeluaran telah menganti kerugian negara secara tunai, maka harta kekayaan yang telah disita dikembalikan kepada yang bersangkutan.
(3) SKP mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita eksekusi dan memiliki hak mendahului.
(4) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana telah terlampaui dan Bendahara Pengeluaran tidak mengganti kerugian negara secara tunai, Menteri menyerahkan pengurusan piutang kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) untuk dilakukan pengurusan sesuai ketentuan di bidang pengurusan piutang negara.
(5) Apabila dari hasil penetapan BPK, terbukti bahwa Bendahara melakukan perbuatan melawan hukum maupun lalai, namun apabila status Bendahara Pengeluaran telah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS dan masih mempunyai kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima Surat Pemberhentian sebagai PNS, Bendahara tidak mengganti kerugian negara secara tunai, maka penagihan dilaksanakan susuai dengan butir 5 di atas.
(6) Apabila Bendahara Pengeluaran tidak memiliki harta kekayaan untuk dijual atau hasil penjualan tidak mencukupi untuk penggantian kerugian negara, maka Kepala Kantor/Satuan Kerja yang bersangkutan mengupayakan pengembalian kerugian negara melalui pemotongan paling rendah sebesar 50 % (lima puluh) persen dari penghasilan tiap bulan sampai lunas.
(7) Apabila Bendahara Pengeluaran memasuki masa pensiun, maka dalam SKPP dicantumkan bahwa yang bersangkutan masih mempunyai utang kepada negara dan Tabungan Asuransi dan Pensiun (Taspen) yang menjadi hak Bendahara dapat diperhitungkan untuk mengganti kerugian negara.

Pasal 37
Laporan Pelaksanaan SKP, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kepala Kantor/Satuan Kerja menyampaikan laporan atas pelaksanaan SKP kepada TPKN dan Eselon yang bersangkutan secara berjenjang;
b. Menteri menyampaikan laporan atas pelaksanaan SKP kepada BPK dengan dilampiri bukti setor.

Pasal 38
Penyelesaian Kerugian Negara Yang Bersumber Dari Perhitungan Ex Officio, dilakukan dengan ketentuan:
(1) Ketentuan-ketentuan dalam petunjuk pelaksanaan ini berlaku pula terhadap penyelesaian kasus kerugian negara yang diketahui berdasarkan perhitungan ex-officio.
(2) Apabila pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris bersedia mengganti kerugian negara secara sukarela, maka yang bersangkutan membuat dan menandatangani surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara sebagai pengganti SKTJM.
(3) Nilai kerugian negara yang dapat dibebankan kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya yang berasal dari Bendahara.
(4) Dalam hal kewajiban Bendahara untuk mengganti kerugian negara dilakukan pihak lain, pelaksanaannya dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.

Bagian Keempat
Penyelesaian Karena Kadaluarsa

Pasal 39
a. Kewajiban Bendahara untuk membayar ganti rugi menjadi kadaluarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian negara atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian negara tidak dilakukan penuntutan ganti rugi.
b. Tanggungjawab ahli waris, pengampu, atau pihak lain yang memperoleh hak dari Bendahara menjadi hapus apabila 3 (tiga) tahun telah lewat sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada Bendahara, atau sejak Bendahara diketahui melarikan diri atau meninggal dunia tidak diberitahukan oleh pejabat yang berwenang tentang kerugian negara.

Bagian Kelima
Penyelesaian Berdasarkan Ketentuan Hukum Pidana

Pasal 40
Kerugian Negara selain diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri ini, juga dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan hukum pidana apabila dalam kasus kerugian negara tersebut perbuatan Bendahara bersangkutan memenuhi unsur-unsur pidana.

Pasal 41
Langkah-langkah Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam upaya penyelesaian kerugian negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana adalah:
a. Apabila dalam suatu peristiwa kerugian negara mengandung unsur-unsur tindak pidana, maka Kepala Kantor/Satuan Kerja di dalam laporannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib menyatakan adanya unsur-unsur tindak pidana tersebut, sedang penyerahan perkaranya kepada kejaksaan dilakukan setelah mendapat petunjuk dari Menteri cq Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kehutanan dengan Format Laporan Kerugian Negara kepada Kepolisian sebagaimana tercantum pada Lampiran 18 dalam Peraturan ini.
b. Memantau perkembangan penyelesaian kasus tersebut, dan melaporkan hasilnya kepada Menteri cq Sekretaris Jenderal secara berjenjang melalui Eselon I bersangkutan dengan Format Laporan Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara sebagaimana tercantum dalam Lampiran 19 dalam Peraturan ini, dengan melampirkan:
1. Putusan Pengadilan;
2. Eksekusi putusan pengadilan, meliputi:
    a) nilai barang-barang yang dirampas untuk negara;
    b) denda, pembayaran uang pengganti; dan/atau
    c) sanksi-sanksi lain yang dapat dinilai dengan uang.
c. Tembusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada:
1. Inspektur Jenderal;
2. Kepala Biro Hukum dan Organisasi;
3. Kepala Biro Keuangan; dan
4. Atasan Langsung Kepala Kantor/Satuan Kerja bersangkutan.

BAB VI
PENYELESAIAN ADMINISTRASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 42
Kekurangan uang dari perhitungan Bendahara terjadi karena terdapat perbedaan antara saldo buku dan saldo kas yang berada dalam pengurusan Bendahara, untuk menanggulangi hal tersebut maka perlu diupayakan penyelesaian administrasi yang meliputi:
1. Penghapusan Kekurangan Uang dari Perhitungan Bendahara;
2. Peniadaan Selisih antara Saldo Buku dan Saldo Kas.

Bagian Kedua
Penghapusan Kekurangan Uang dari Perhitungan Bendahara
Pasal 43
Kegiatan dalam rangka penyelesaian administrasi dalam bentuk penghapusan kekurangan uang dari perhitungan bendahara adalah:
a. Menteri setelah menerima hasil pemeriksaan laporan hasil verifikasi kasus kerugian negara dari BPK yang menyatakan bahwa Bendahara tidak bersalah/lalai di samping menghapus dan mengeluarkan kasus kerugian negara dari daftar kerugian negara dan memberitahukan kepada Bendahara melalui Kepala Kantor/Satuan kerja.
b. Menteri mengajukan usul penghapusan kekurangan uang dari perhitungan Bendahara kepada Menteri Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan melampirkan hasil pemeriksaan laporan hasil verifikasi kerugian negara oleh BPK beserta dokumen pendukung yang telah diverifikasi.
c. Atas dasar persetujuan dari Menteri Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana tersebut huruf b, Menteri cq Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan menyampaikan persetujuan tersebut kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk ditindak lanjuti melalui unit Eselon I.
d. Atas dasar persetujuan sebagaimana huruf c, Bendahara melaksanakan perbaikan pembukuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44
Proses Peniadaan Selisih Antara Saldo Buku dan Saldo Kas, adalah:
a. Apabila terjadi kerugian negara yang disebabkan adanya selisih antara saldo buku dan saldo kas yang tidak segera dapat ditutup, dan belum diselesaikan menurut semestinya, gejala tersebut disebut administrasi/buku Bendahara yang tidak sehat.
b. Untuk menyehatkan administrasi/buku Bendahara dimaksud, maka dilakukan upaya Penghapusan Peniadaan Selisih antara Saldo Buku dan Saldo Kas.

Pasal 45
Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, dilakukan oleh Menteri cq Sekretaris Jenderal setelah menerima hasil pemeriksaan laporan hasil verifikasi kasus kerugian negara dari BPK yang menyatakan bahwa Bendahara bersalah/lalai.

Pasal 46
(1) Menteri setelah menerima hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45, Menteri memerintahkan kepada TPKN agar mengupayakan Bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM.
(2) Menteri selain mengupayakan Bendahara bersedia membuat dan menandatangani SKTJM, Menteri juga mengajukan usul peniadaan selisih antara saldo buku dan saldo kas kepada Menteri Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan dilampiri dokumen pendukung yang telah diverifikasi yaitu:
a. LHP/BAP, terhadap Bendahara oleh Inspektur Jenderal untuk di Pusat atau Kepala Unit Pelaksana Teknis (Satuan Kerja) atas nama Inspektur Jenderal untuk di daerah;
b. surat Keterangan Sisa Uang Persediaan (UP) dari KPPN Pembayar;
c. rekaman/copy Buku Kas Umum pada bulan bersangkutan yang memuat adanya kekurangan kas tersebut, dilegalisir oleh Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara;
d. posisi Rekening Koran (RK) Bendahara pada tanggal kejadian;
e. penilaian dan pendapat dari Sekretaris Jenderal tentang jumlah kerugian negara yang terjadi dan penjelasan bahwa kerugian negara tersebut disebabkan karena kesalahan/kealpaan Bendahara yang bersangkutan;
f. SKTJM/Keputusan Pembebanan Penggantian Sementara.

Pasal 47
(1) Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan cq Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), Menteri cq Sekretaris Jenderal menyampaikan persetujuan tersebut kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja untuk ditindak lanjuti melalui Eselon I.
(2) Atas dasar persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bendahara melaksanakan perbaikan pembukuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENGHAPUSAN KERUGIAN NEGARA
Pasal 48
Apabila terdapat kasus kerugian negara yang mengalami kesulitan dalam penagihannya/penanganannya, Kepala Kantor/Satuan Kerja wajib melakukan penagian dan peringatan secara tertulis (somasi) kepada pelaku kerugian negara sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pasal 49
Dalam hal penagihan dan peringatan secara tertulis (somasi) tersebut tidak dipatuhi oleh pelaku kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, maka Kepala Kantor/Satuan Kerja menyerahkan kerugian negara yang mengalami kesulitan dalam penagihannya/penanganannya secara tertulis kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang melalui KPKLN setempat dengan Format Surat Penyerahan Pengurusan Piutang Negara ke PUPN sebagaimana tercantum pada Lampiran 20 Peraturan ini.

Pasal 50
Pelimpahan Kasus kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dilakukan untuk kasus kerugian negara dalam katagori:
a. kadaluwarsa;
b. pelaku telah meninggal dunia;
c. pelaku melarikan diri;
d. pelaku di bawah pengampuan (kuratil);
e. pelaku tidak mampu dari segi ekonominya; dan
f. pelaku tidak diketahui alamatnya.

Pasal 51
Kepala Kantor/satuan Kerja dalam melimpahkan kasus kerugian negara yang macet kepada PUPN/KPKLN sebagamana dimaksud dalam Pasal 50, dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. hasil Pemeriksaan yang mengungkapkan adanya kerugian negara;
b. berita Acara Pemeriksaan kas;
c. daftar Pertanyaan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Kekurangan Perbendaharaan guna keperluan proses Tuntutan Perbendaharaan;
d. SKTJM;
e. bukti Angsuran kerugian negara;
f. surat Keputusan Menteri/Lembaga Negara tentang Penggantian Sementara;
g. surat Keputusan Pembebanan BPK yang terdiri dari:
1. surat Keputusan untuk penetapan batas waktu untuk menjawab;
2. surat Keputusan Pembebanan; dan /atau
3. surat Keputusan Pembebanan Tingkat Banding.
h. surat Keputusan untuk menjual barang;
i. surat menyurat antara Penyerah Piutang dengan Penanggung Hutang yang berkaitan dengan usaha penagihan antara lain surat peringatan I dan II.

Pasal 52
Kepala Kantor/Satuan Kerja setelah mendapatkan persetujuan penghapusan dari PUPN/KPKLN berupa persetujuan Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT), selanjutnya segera mengusulkan Penghapusan Secara Bersyarat kepada Menteri cq Sekretaris Jenderal dengan dilampiri dokumen sebagai berikut:
a. daftar Nominatif; dan
b. PSBDT.

Pasal 53
Daftar Nominatif memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, paling sedikit:
a. identitas para Penanggung Hutang yang meliputi nama dan alamat;
b. sisa utang masing-masing Penanggung Hutang yang akan dihapuskan;
c. tanggal Perjanjian Kredit/terjadinya piutang, tanggal jatuh tempo/dinyatakan macet, dan tanggal penyerahan pengurusan piutang kepada PUPN Cabang;
d. tanggal dinyatakan sebagai PSBDT oleh PUPN, dalam hal Piutang Perusahaan Negara/Daerah telah dinyatakan sebagai PSBDT, atau tanggal persetujuan penarikan pengurusan dan tanggal pernyataan pengurusan piutang selesai dari PUPN Cabang dalam hal pengurusan Piutang Perusahaan Negara/daerah telah ditarik dari PUPN Cabang; dan
e. keterangan tentang keberadaan dan kemampuan Penanggung Utang, keberadaan dan kondisi barang jaminan, dan/atau keterangan lain yang terkait.

Pasal 54
(1) Setelah Menteri cq Sekretaris Jenderal menerima usulan Penghapusan Secara Bersyarat dari Kepala Kantor/Satuan Kerja, selanjutnya meneliti kelengkapan dokumen dimaksud untuk diproses lebih lanjut.
(2) Bilamana dokumen-dokumen yang disyaratkan telah lengkap, Menteri cq Sekretaris Jenderal selanjutnya mengajukan kasus kerugian negara kepada BPK-RI untuk mendapatkan rekomendasi.
(3) Berdasarkan hasil rekomendasi dari BPK-RI, Menteri cq Sekretaris Jenderal mengusulkan penghapusan secara bersyarat kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.

Pasal 55
Menteri cq Sekretaris Jenderal setelah menerima Keputusan Penghapusan secara bersyarat dari Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menyampaikan keputusan tersebut kepada Kepala Kantor/Satuan Kerja yang bersangkutan, selanjutnya kasus kerugian negara dimaksud dikeluarkan dari daftar kerugian negara lingkup Kementerian.

Pasal 56
Usul Penghapusan secara mutlak atas kerugian negara, dapat diajukan oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak penetapan Penghapusan Secara Bersyarat dan disampaikan secara tertulis kepada Menteri cq Sekretaris Jenderal dengan dilampiri dokumen sekurang-kurangnya:
a. daftar Nominatif Penanggung Hutang;
b. surat Penetapan Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang yang diusulkan untuk dihapuskan secara mutlak; dan
c. surat Keterangan dari aparat/pejabat yang berwenang menyatakan bahwa Penanggung Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk melunasi kewajibannya.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 57
(1) Dalam hal terdapat dibuktikan bahwa atas sejumlah uang yang telah disetorkan ke Rekening Kas Negara sebagai pelunasan kerugian negara ternyata lebih besar dari yang seharusnya disetor, Pelaku Kerugian Negara yang bersangkutan/pengampu/ahli waris atau mereka yang memperoleh hak peninggalan dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan tagihan yang telah disetor ke rekening kas negara melalui prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Kantor/Satuan Kerja yang ikut menandatangani SKTJM dan melalaikan tugasnya dalam menyelamatkan kekayaan negara sehingga kerugian negara tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dapat dinilai sebagai tidak bertanggungjawab kepada kepentingan negara dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 58
TP biasa dapat kadaluarsa apabila setelah 30 (tiga puluh) tahun sejak diketahui kas tekor, kasus dimaksud tidak dilakukan upaya penyelesaian.

Pasal 59
TP khusus dapat kadaluwarsa apabila:
(1) Setelah lewat 3 (tiga) tahun kepada ahli waris tidak diberitahukan hasil perhitungan secara ex-officio.
(2) Setelah lewat 3 (tiga) tahun sejak batas waktu untuk pengajuan pembelaan diri dari Bendahara/Ahli waris yang bersangkutan, BPK-RI tidak mengambil suatu keputusan pembebanan.
(3) Meskipun TP Khusus ini telah kadaluarsa, tidak mengurangi tanggungjawab Bendaharawan / Ahli waris yang bersangkutan kepada negara untuk dituntut oleh negara melalui hukum perdata.

Pasal 60
Tuntutan Ganti Kerugian Negara kepada Bendahara dapat kadaluarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian negara tidak dilakukan penuntutan Perbendaharaan terhadap yang bersangkutan.

Pasal 61
Pejabat Eselon I dan atau Kepala Satuan Kerja dapat mengajukan kasus kerugian yang diduga adanya penyalahgunaan wewenang yang perlu diajukan ke Pengadilan Negeri setempat setelah terlebih dahulu meminta rekomendasi/persetujuan Menteri.

Pasal 62
(1) Sekretaris Jenderal cq Kepala Biro Keuangan melakukan pemantauan atas penyelesaian kerugian Negara lingkup Kementerian, dan melaporkan perkembangan penyelesaian kasus kerugian negara kepada Menteri setiap bulan dengan tembusan disampaikan kepada Inspektur Jenderal dan Eselon I terkait.
(2) Sekretaris Jenderal melaporkan kasus kerugian Negara lingkup Kementerian kepada BPK-RI setiap triwulan.

Pasal 63
(1) Bendahara yang terbukti melanggar hukum, salah atau lalai baik secara langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan kerugian negara dikenakan sanksi disiplin pegawai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan penegakan disiplin dilakukan oleh Pejabat yang bersangkutan sesuai dengan tingkat kesalahan/kelalaian Bendahara yang bersangkutan.
(3) Hukuman disiplin yang telah dikenakan terhadap Bendahara bersangkutan tidak melepaskan tanggungjawab tersebut dari kewajiban mengganti kerugian negara.
(4) Untuk percepatan penyelesaian kerugian Negara lingkup Kementerian dibentuk tim dengan tugas membantu Menteri dalam penyelesaian kasus kerugian Negara dengan susunan tim sebagaimana terlampir.
(5) Apabila terdapat permasalahan kerugian negara yang dianggap berat Kepala Biro Keuangan selaku Sekretaris Tim Panitia Kerugian Negara lingkup Kementerian melakukan penelitian dan penilaian terhadap kasus tersebut sesuai peraturan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Nomor 37/Menhut-II/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Melalui TP dan Tuntutan Ganti Rugi lingkup Kementerian Kehutanan khusus mengenai penyelesaian ganti kerugian negara terhadap Bendahara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 65
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Maret 2012
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA,

ZULKIFLI HASAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Maret 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

lamp