[Aktifkan javascript untuk melihat halaman ini.]
BAB I
KETENTUAN UMUM
BTP yang digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
c. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.


BAB II
PENGGOLONGAN BTP
Pasal 3
(1) BTP yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut:
1. Antibuih (Antifoaming agent);
2. Antikempal (Anticaking agent);
3. Antioksidan (Antioxidant);
4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent);
5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt);
6. Gas untuk kemasan (Packaging gas)
7. Humektan (Humectant);
8. Pelapis (Glazing agent);
9. Pemanis (Sweetener);
10. Pembawa (Carrier);
11. Pembentuk gel (Gelling agent);
12. Pembuih (Foaming agent);
13. Pengatur keasaman (Acidity regulator);
14. Pengawet (Preservative);
15. Pengembang (Raising agent);
16. Pengemulsi (Emulsifier);
17. Pengental (Thickener);
18. Pengeras (Firming agent);
19. Penguat rasa (Flavour enhancer);
20. Peningkat volume (Bulking agent);
21. Penstabil (Stabilizer);
22. Peretensi warna (Colour retention agent);
23. Perisa (Flavouring);
24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent);
25. Pewarna (Colour);
26. Propelan (Propellant); dan
27. Sekuestran (Sequestrant).
(2) Golongan BTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas beberapa jenis BTP.
(3) Selain golongan BTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat menetapkan golongan BTP lainnya.


BAB III
JENIS DAN BATAS MAKSIMUM BTP YANG DIIZINKAN
Pasal 4
(1) Jenis BTP yang diizinkan pada golongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Penambahan dan pengurangan jenis BTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan.


Penetapan penambahan dan pengurangan jenis BTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), serta penetapan batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus mempertimbangkan:
a. persyaratan kesehatan berdasarkan bukti ilmiah yang sahih;
b. ADI/MTDI/PTWI; dan
c. kajian paparan konsumsi produk pangan.

Pasal 7
Setiap penambahan dan pengurangan jenis BTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), serta penetapan batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus dilaporkan secara berkala kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setiap 6 (enam) bulan.

BAB IV
BAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN SEBAGAI BTP
Pasal 8
(1) Bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Kepala Badan dapat menetapkan bahan lain yang dilarang digunakan sebagai BTP setelah mendapat persetujuan Menteri.


BAB V
PRODUKSI, PEMASUKAN, DAN PEREDARAN BTP
(1) BTP hanya dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia oleh Importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasukan BTP ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan.


Pasal 11
BTP yang akan diproduksi, dimasukan ke dalam wilayah Indonesia, dan diedarkan harus memiliki izin edar dari Kepala Badan yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
LABEL

(1) Untuk pangan yang mengandung BTP, pada label wajib dicantumkan golongan BTP.
(2) Pada label pangan yang mengandung BTP golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa, wajib dicantumkan pula nama jenis BTP, dan nomor indeks khusus untuk pewarna.
(3) Pada label pangan yang mengandung pemanis buatan, wajib dicantumkan tulisan ”Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”.
(4) Pada label pangan untuk penderita diabetes dan/atau makanan berkalori rendah yang menggunakan pemanis buatan wajib dicantumkan tulisan "Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”.
(5) Pada label pangan olahan yang menggunakan pemanis buatan aspartam, wajib dicantumkan peringatan “Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik”.
(6) Pada label pangan olahan yang menggunakan pemanis poliol, wajib dicantumkan peringatan “Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif”.
(7) Pada label pangan olahan yang menggunakan gula dan pemanis buatan wajib dicantumkan tulisan ”Mengandung gula dan pemanis buatan”.
(8) Pada label pangan olahan yang mengandung perisa, wajib dicantumkan nama kelompok perisa dalam daftar bahan atau ingredient.
(9) Pada label pangan olahan yang mengandung BTP ikutan (carry over) wajib dicantumkan BTP ikutan (carry over) setelah bahan yang mengandung BTP tersebut.


Pasal 14
(1) Pada label sediaan BTP wajib dicantumkan:
a. tulisan “Bahan Tambahan Pangan”;
b. nama golongan BTP;
c. nama jenis BTP; dan
d. nomor Pendaftaran Produsen BTP, kecuali untuk sediaan pemanis dalam bentuk table top.
(2) Pada label sediaan pemanis buatan, wajib dicantumkan:
a. kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan gula;
b. tulisan "Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”;
c. tulisan ”Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”; dan
d. jumlah mg pemanis buatan yang dapat digunakan tiap hari per kg bobot badan (Acceptable Daily Intake, ADI).
(3) Pada label sediaan pemanis poliol, wajib dicantumkan peringatan “Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif”.
(4) Pada label sediaan pemanis buatan aspartam, wajib dicantumkan:
a. peringatan ”Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik”; dan
b. tulisan “Tidak cocok digunakan untuk bahan yang akan dipanaskan”.
(5) Pada label sediaan pewarna, mencantumkan:
a. nomor indeks (Color Index, CI);
b. tulisan pewarna pangan yang ditulis dengan huruf besar berwarna hijau di dalam kotak persegi panjang berwarna hijau; dan
c. logo huruf M di dalam suatu lingkaran berwarna hitam.


BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
(1) Pengawasan terhadap industri dan penggunaan BTP dilakukan oleh Kepala Badan.
(2) Kepala Badan menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui Direktur Jenderal secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Kepala Badan.


Pasal 17
(1) Dalam rangka pengawasan, Kepala Badan dapat mengenakan sanksi administratif terhadap pelanggaran Peraturan Menteri ini berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali dari peredaran;
c. perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu; dan/atau
d. pencabutan izin edar.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Badan dengan atau tanpa usul dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
(1) Semua permohonan izin penggunaan Bahan Tambahan Makanan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999.
(2) Pangan yang telah memiliki izin edar harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan ini paling lama 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini.
(3) Pangan yang sedang diajukan permohonan perpanjangan izin edar tetap diproses dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 dengan ketentuan masa berlaku izin edar untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Menteri ini.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan;
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan; dan
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 208/Menkes/Per/IV/1985 tentang Pemanis Buatan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juli 2012
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

NAFSIAH MBOI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juli 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN


lamp bn757-2012: lamp