BAB I
KETENTUAN UMUM
Setiap perkawinan, perceraian dan rujuk dilaksanakan menurut ketentuan atau tuntunan agama yang dianut oleh Pegawai Departemen Pertahanan yang bersangkutan dan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3(1) Pada dasarnya seorang Pegawai baik pria/wanita hanya diizinkan mempunyai satu orang istri/suami.
(2) Dalam hal seorang suami dapat mempunyai istri lebih dari satu, apabila hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya; harus memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) pasal ini.
(3) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ialah:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri;
b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
(4) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ialah:
a. ada persetujuan tertulis dari istri;
b. Pegawai yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari satu istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai yang bersangkutan untuk berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Pasal 4(1) Pegawai dilarang hidup bersama dengan lawan jenis sebagai ikatan suami-istri tanpa dasar perkawinan yang sah.
(2) Setiap atasan harus menegur, memperingatkan dan melarang anggotanya yang melakukan perbuatan dimaksud pada ayat (1).
BAB III
PERKAWINAN
(1) Surat izin perkawinan hanya berlaku selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkan.
(2) Pegawai yang telah melaksanakan perkawinan, wajib menyerahkan salinan surat izin kawin kepada Pejabat kepegawaian di kesatuannya.
(3) Dalam hal perkawinan tidak dilaksanakan, yang bersangkutan wajib melaporkan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan izin.
Pasal 7Pemberian izin perkawinan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ditolak apabila:
a. calon suami/istri sedang dalam menjalani hukuman yang diputuskan oleh pengadilan dan telah mempunyai ketetapan hukum yang tetap;
b. calon suami/istri masih terikat perkawinan dengan orang lain;
c. tabiat, kelakukan dan reputasi calon suami/istri yang bersangkutan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah/norma kehidupan yang berlaku dalam masyarakat;
d. ada kemungkinan, bahwa perkawinan itu akan dapat merendahkan martabat atau mengakibatkan kerugian terhadap nama baik anggota/satuan ataupun negara, baik langsung maupun tidak langsung;
e. calon suami/istri tidak seiman; dan
f. persyaratan administrasi dan kesehatan tidak terpenuhi.
Pasal 8Tata cara permohonan izin perkawinan di lingkungan Dephan akan diatur tersendiri melalui Juknis.
BAB IV
PERCERAIAN
Pemberian izin perceraian sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ditolak apabila:
a. perceraian yang akan dilakukan bertentangan dengan hukum agama yang dianut; dan
b. alasan-alasan yang dikemukakan untuk melaksanakan perceraian tidak cukup kuat.
Pasal 11(1) Dalam hal perceraian diputuskan, salinan surat perceraian berikut salinan surat izin perceraian diserahkan kepada Pejabat kepegawaian di kesatuannya.
(2) Hak dan kewajiban yang muncul akibat perceraian, diberlakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan campuran bagi Pegawai Departemen Pertahanan yang dilangsungkan di Indonesia diatur berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
GUGATAN PERCERAIAN
Pasal 14(1) Gugatan perceraian terhadap Pegawai oleh suami/istri yang bukan Pegawai Departemen Pertahanan, disampaikan langsung kepada pengadilan.
(2) Setiap Pegawai yang digugat melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan kepada Pejabat yang berwenang.
(3) Dalam hal Pegawai digugat melalui pengadilan, atasan yang berwenang wajib memberikan pembelaan.
BAB VII
TATA CARA RUJUK
Kewenangan pemberian izin perkawinan, perceraian dan rujuk bagi Pegawai di lingkungan Departemen Pertahanan adalah:
(1) Presiden untuk Pejabat Menteri Pertahanan.
(2) Menteri Pertahanan untuk Pejabat:
a. Pejabat Eselon I dan II PNS di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
b. PNS Golongan Ruang IV/d sampai dengan IV/e di lingkungan Departemen Pertahanan.
(3) Panglima TNI untuk Pejabat Perwira Tinggi yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan.
(4) Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan untuk Pejabat:
a. Pejabat Eselon III dan IV PNS di lingkungan Departemen Pertahanan;
b. Prajurit TNI berpangkat Letnan Kolonel dan Mayor yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
c. PNS Golongan Ruang IV/a sampai dengan IV/c di lingkungan Departemen Pertahanan.
(5) Kepala Staf Umum TNI untuk Pejabat Perwira menengah berpangkat Kolonel di lingkungan Departemen Pertahanan.
(6) Ka Satker/Sub Satker Dephan untuk:
a. PNS Golongan Ruang III/d ke bawah di lingkungan Departemen Pertahanan; dan
b. Prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah yang bertugas di lingkungan Departemen Pertahanan.
BAB IX
SANKSI
Pasal 17Dalam hal Pegawai melanggar ketentuan-ketentuan tentang tata cara perkawinan, perceraian dan rujuk diatur berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
PENUTUP
Pasal 18Dalam penyelesaian perkawinan, perceraian, dan rujuk, dipergunakan bentuk-bentuk formulir sesuai lampiran peraturan ini.
Peraturan Menteri Pertahanan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Pertahanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
Ditetapkan diJakarta
pada tanggal 27 Oktober 2008
MENTERI PERTAHANAN,
JUWONO SUDARSONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA