
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2004
TENTANG
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANGI. UMUM
Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional, yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk hukum yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional.
Produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional, serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional.
Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillissements-verordening Staatsblad 1905:217juncto Staatsblad 1906:348).
Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat.
Bahwa krisis moneter yang melanda negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional. Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah, hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.
Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah-masalah yang berantai, yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lainnya.
Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya.
Pada tanggal 22 April 1998 berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perubahan dilakukan oleh karena Undang-Undang tentang Kepailitan (Faillisements verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) yang merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk penyelesaian utang-piutang.
Perubahan terhadap Undang-Undang tentang Kepailitan tersebut di atas yang dilakukan dengan memperbaiki, menambah, dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, jika ditinjau dari segi materi yang diatur, masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan.
Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.
Syarat utama untuk dapat dinyatakan pail it adalah bahwa seorang Debitor mempunyai paling sedikit 2 (dua) Kreditor dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh waktu. Dalam pengaturan pembayaran ini, tersangkut baik kepentingan Debitor sendiri, maupun kepentingan para Kreditornya. Dengan adanya putusan pernyataan pailit terse but, diharapkan agar harta pailit Debitor dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang Debitor secara adil dan merata serta berimbang. Pernyataan pailit dapat dimohon oleh salah seorang atau lebih Kreditor, Debitor, atau jaksa penuntut umum untuk kepentingan umum. Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya.
Ada beberapa faktor perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang Pertama, untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari Debitor.
Kedua, untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya.
Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang Kreditor atau Debitor sendiri. Misalnya, Debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang Kreditor tertentu sehingga Kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para Kreditor.
Bertitik tolak dari dasar pemikiran tersebut di atas, perlu dibentuk Undang-Undang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang merupakan produk hukum nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat.
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini didasarkan pada beberapa asas. Asas-asas tersebut antara lain adalah:
1. Asas Keseimbangan
Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak mempedulikan Kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi
Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Undang-Undang baru tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang-piutang.
Cakupan yang lebih luas tersebut diperlukan, karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaian masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif.
Beberapa pokok materi baru dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, ini antara lain:
Pertama, agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam Undang-Undang ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.
Kedua, mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat(1)
Yang dimaksud dengan "Kreditor" dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.
Bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing-masing Kreditor adalah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2.
Yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
Ayat (2)
Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit.
Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
a. Debitor melarikan diri;
b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
e. Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
f. dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
Adapun tata cara pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Debitor atau Kreditor, dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "bank" adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "Perusahaan Asuransi" adalah Perusahaan Asuransi Jiwa dan Perusahaan Asuransi Kerugian. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Usaha Perasuransian. Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan, Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.
Yang dimaksud dengan "Dana Pensiun" adalah Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Dana Pensiun. Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.
Yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Kewenangan Menteri Keuangan dalam pengajuan permohonan pailit untuk instansi yang berada di bawah pengawasannya seperti kewenangan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "hal-hal lain" adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.
Hukum Acara yang berlaku dalam mengadili perkara yang termasuk "hal-hal lain" adalah sama dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi perkara permohonan pernyataan pailit termasuk mengenai pembatasan jangka waktu penyelesaiannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal menyangkut putusan atas permohonan pernyataan pailit oleh lebih dari satu pengadilan yang berwenang mengadili Debitor yang sama pada tanggal yang berbeda, maka putusan yang diucapkan pada tanggal yang lebih awal berlaku.
Dalam hal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan oleh Pengadilan yang berbeda pada tanggal yang sama mengenai Debitor yang sama, maka yang berlaku adalah putusan Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum Debitor.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Ketentuan ini hanya berlaku, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor. Persetujuan dari suami atau istri diperlukan, karena menyangkut harta bersama. Ikatan pernikahan yang sah harus dibuktikan dengan akta nikah yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Yang dimaksud dengan "tempat tinggal" adalah tempat pesero tercatat sebagai penduduk. Dalam hal tidak diketahui tempat tinggal pesero maka disebutkan tempat kediamannya.
"Nama dan tempat tinggal" dalam ketentuan ini sesuai dengan yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP).
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat(2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Panitera yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "alasan yang cukup", antara lain adanya surat keterangan sakit dari dokter.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat(4)
Yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pertimbangan hukum atau pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis hakim dimuat sebagai lampiran dari putusan pengadilan tersebut.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan "pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit" adalah Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Upaya pengamanan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini bersifat preventif dan sementara, dan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan bagi Debitor melakukan tindakan terhadap kekayaannya sehingga dapat merugikan kepentingan Kreditor dalam rangka pelunasan utangnya. Namun demikian, untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan Debitor dan Kreditor, Pengadilan dapat mempersyaratkan agar Kreditor memberikan uang jaminan dalam jumlah yang wajar apabila upaya pengamanan tersebut dikabulkan. Dalam menetapkan persyaratan tentang uang jaminan atas keseluruhan kekayaan Debitor, jenis kekayaan Debitor dan besarnya uang jaminan yang harus diberikan sebanding dengan kemungkinan besarnya kerugian yang diderita oleh Debitor apabila permohonan pernyataan pailit ditolak oleh Pengadilan.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 6 ayat (3).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat(3)
Yang dimaksud dengan "independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan" adalah bahwa kelangsungan keberadaan Kurator tidak tergantung pada Debitor atau Kreditor, dan Kurator tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis Debitor atau Kreditor.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "paling sedikit 2 (dua) surat kabar harian" adalah:
1. surat kabar harian yang beredar secara nasional; dan
2. surat kabar harian lokal yang beredar di tempat domisili Debitor.
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pemberesan" dalam ketentuan ini adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "segala perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator", meliputi setiap perbuatan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Yang dimaksud dengan "tetap sah dan mengikat Debitor", adalah bahwa perbuatan Kurator tidak dapat digugat di pengadilan mana pun.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan biaya kepailitan dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan yang memutus perkara kepailitan berdasarkan rincian yang diajukan oleh Kurator setelah mendengar pertimbangan Hakim Pengawas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "panitia kreditor sementara", adalah panitia kreditor yang dibentuk sebelum rapat verifikasi. Sedangkan panitia kreditor yang dibentuk setelah rapat verifikasi merupakan panitia kreditor tetap.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Lihat Penjelasan Pasal 17 ayat (2).
Ayat(4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Lihat Penjelasan Pasal 6 ayat (3).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Dalam hal Debitor adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah wewenang Kurator.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "waktu setempat" adalah waktu tempat putusan pernyataan pailit diucapkan oleh Pengadilan Niaga, misalnya, putusan diucapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2001 pukul 13.00 WIB, maka putusan tersebut dihitung mulai berlaku sejak pukul 00.00 WIB tanggal 1 Juli 2001.
Ayat (3)
Transfer dana melalui bank perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian sistem transfer melalui bank.
Ayat (4)
Transaksi Efek di Bursa Efek perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas Transaksi Efek di Bursa Efek.
Ada pun penyelesaian Transaksi Efek di Bursa Efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat(1)
Yang dimaksud dengan "mengambil alih perkara" adalah pengalihan kedudukan Kreditor sebagai tergugat, dialihkan kepada Kurator.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58 ketentuan ini tidak berlaku bagi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya" antara lain pencoretan terhadap penyitaan tanah atau kapal yang terdaftar.
Ayat(3)
Yang dimaksud dengan "penahanan" dalam ketentuan ini adalah gijzeling.
Pasal 32
Uang paksa dalam ketentuan Pasal ini mencakup uang paksa yang dikenakan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Pasal 33
Hasil penjualan benda milik Debitor masuk dalam harta pailit dan tidak diberikan kepada pemohon eksekusi.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, Kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "upah" adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atas jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarga.
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan" dalam ketentuan ini, termasuk pihak untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut diadakan.
Ayat (3)
Perbuatan yang wajib dilakukan karena Undang-Undang, misalnya, kewajiban pembayaran pajak.
Pasal 42
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Angka 1)
Yang dimaksud dengan "anak angkat" adalah anak yang diangkat berdasarkan penetapan pengadilan maupun anak angkat berdasarkan hukum adat Debitor Pailit.
Yang dimaksud dengan "keluarganya" adalah hubungan yang timbul karena perkawinan atau keturunan baik secara horizontal maupun vertikal.
Angka 2)
Yang dimaksud dengan "anggota direksi" adalah anggota badan pengawas, atau orang yang ikut serta dalam kepemilikan, termasuk setiap orang yang pernah menduduki posisi tersebut dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun sebelum dilakukannya perbuatan tersebut.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "kepemilikan" adalah kepemilikan modal atau modal saham.
Huruf e
Pengendalian adalah kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengancara apapun pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan. Pihak yang memjliki saham yang besarnya 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada perseroan dianggap mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan tidak melakukan pengendalian, sedangkan pihak yang memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah sahamyang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara pada perseroan dianggap tidak mengendalikan perseroan tersebut, kecuali yang bersangkutan dapat dibuktikan melakukan pengendalian.
Huruf f
Dalam penerapan ketentuan ini, suatu badan hukum yang merupakan anggota direksi yang berbentuk badan hukum diperlakukan sebagai direksi yang berbentuk badan hukum tersebut.
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 43
Dengan ketentuan ini, Kurator tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "itikad baik dan tidak dengan cuma-cuma termasuk juga pemegang hak agunan atas benda tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perjumpaan utang" adalah kompensasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Penangguhan yang dimaksud ketentuan ini bertujuan, antara lain:
- untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau
- untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau
- untuk memungkinkan Kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.
Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, dan baik Kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan.
Ayat (2)
Termasuk dalam pengecualian terhadap penangguhan dalam hal ini adalah hak Kreditor yang timbul dari perjumpaan utang (set off) yang merupakan bagian atau akibat dari mekanisme transaksi yang terjadi di Bursa Efek dan Bursa Perdagangan Berjangka.
Ayat(3)
Harta pailit yang dapat dijual oleh Kurator terbatas pada barang persediaan (inventory) dan atau benda bergerak (current assets), meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan.
Yang dimaksud dengan "perlindungan yang wajar" adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Dengan pengalihan harta yang bersangkutan, hak kebendaan tersebut dianggap berakhir demi hukum.
Perlindungan dimaksud, antara lain, dapat berupa:
a. ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit;
b. hasil penjualan bersih;
c. hak kebendaan pengganti; atau
d. imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin) lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "insolvensi" adalah keadaan tidak mampu membayar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat(5)
Cukup jelas .
Ayat(6)
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh Hakim Pengawas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi Hakim Pengawas untuk mempertimbangkan hal-hal sepanjang memang perlu untuk mengamankan dan mengoptimalkan nilai harta pailit.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tentang perlindungan yang diberikan bagi kepentingan Kreditor atau pihak ketiga dimaksud, lihat penjelasan Pasal 56 ayat (3).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "harus melaksanakan haknya" adalah bahwa Kreditor sudah mulai melaksanakan haknya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "jumlah terkecil" adalah jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dibandingkan dengan besarnya jumlah utang yang dijamin dengan benda agunan.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kreditor yang diistimewakan" adalah Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Hak untuk menahan atas benda milik Debitor berlangsung sampai utangnya dilunasi.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Pasal ini merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 62 ayat (3).
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "keluarga sedarah" termasuk anak angkat,
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "keahlian khusus" adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan Kurator dan pengurus.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "terdaftar" adalah telah memenuhi syarat-syarat pendaftaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan adalah anggota aktif organisasi profesi Kurator dan pengurus.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Dalam menetapkan pedoman besarnya imbalan jasa bagi Kurator, Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan mempertimbangkan tingkat kemampuan atau keahlian Kurator dan tingkat kerumitan perkara.
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Kreditor yang dikenal" adalah Kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Jangka waktu 3 (tiga) hari tersebut setelah tanggal panitia kreditor meminta penetapan Hakim Pengawas, kecuali Hakim Pengawas membenarkan Kurator sebelum lewatnya 3 (tiga) hari tersebut.
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kuasa" dalam ayat ini tidak harus advokat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Yang dimaksud dengan "penetapan" adalah penetapan administratif, misalnya penetapan tentang honor Kurator, pengangkatan atau pemberhentian Kurator.
Yang dimaksud dengan "Pengadilan dalam tingkat terakhir" adalah bahwa terhadap penetapan tersebut tidak terbuka upaya hukum.
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95 Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "wakil dari Pemerintah Daerah setempat", adalah lurah atau kepala desa atau yang disebutdengan nama lain.
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Ayat (1)
Lihat ketentuan Pasal 84
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 105
Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69, sejak putusan pailit diucapkan semua wewenang Debitor untuk menguasai dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai pembukuan, catatan, rekening bank, dan simpanan Debitor dari bank yang bersangkutan beralih kepada Kurator.
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Yang dimaksud dengan "disimpan oleh Kurator sendiri" dalam pengertian tidak mengurangi kemungkinan efek atau surat berharga tersebut disimpan oleh kustodian, tetapi tanggung jawab tetap atas nama Debitor Pailit. Misalnya, deposito atas nama Kurator, qq Debitor Pailit.
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Yang dimaksud dengan "komisaris" termasuk badan pengawas.
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Kuasa yang dimaksud dalam Pasal ini bukan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan bagi pembuatan surat kuasa tersebut berlaku peraturan perundang-undangan dari negara tempat dibuatnya surat kuasa tersebut.
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Ayat (1)
Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapatberupa akta otentik atau akta di bawah tangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengadilan" dalam ayat ini adalah pengadilan negeri, pengadilan tinggi, atau Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 128
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "advokat" dalam ayat ini adalah advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Kreditor yang bijak seharusnya mengecek sendiri kepada panitera dan Kurator tentang pencocokan piutangnya.
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136 Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas
Pasal 139
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kurs Tengah Bank Indonesia dihitung dari Kurs Transaksi Bank Indonesia yang diumumkan secara harian, dengan perhitungan:
Kurs Jual Bank Indonesia + Kurs Beli Bank Indonesia
Pasal 140
Cukup jelas
Pasal 141
Cukup jelas
Pasal 142
Cukup jelas
Pasal 143
Cukup jelas
Pasal 144
Cukup jelas
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Cukup jelas
Pasal 148
Cukup jelas
Pasal 149
Cukup jelas
Pssal 150
Cukup jelas
Pasal 151
Yang dimaksud dengan "disetujui" adalah persetujuan Kreditor yang hadir dan menyatakan secara tegas dalam rapat Kreditor yang bersangkutan.
Dalam hal Kreditor hadir dan tidak menggunakan hak suara, hak suaranya dihitung sebagai suara tidak setuju sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2).
Pasal 152
Cukup jelas
Pasal 153
Cukup jelas
Pasal 154
Cukup jelas
Pasal 155
Cukup jelas
Pasal 156
Cukup jelas
Pasal 157
Cukup jelas
Pasal 158
Cukup jelas
Pasal 159
Cukup jelas
Pasal 160
Cukup jelas
Pasal 161
Cukup jelas
Pasal 162
Cukup jelas
Pasal 163
Cukup jelas
Pasal 164
Cukup jelas
Pasal 165
Cukup jelas
Pasal 166
Cukup jelas
Pasal 167
Cukup jelas
Pasal 168
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penetapan oleh Hakim Pengawas diperlukan apabila tidak ada kesepakatan untuk pembagian tersebut antara Debitor, Kurator, dan para Kreditor.
Pasal 169
Cukup jelas
Pasal 170
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kelonggaran hanya dapat diberikan 1(satu) kali dalam seluruh proses.
Pasal 171
Cukup jelas
Pasal 172
Cukup jelas
Pasal 173
Cukup jelas
Pasal 174
Cukup jelas
Pasal 175
Cukup jelas
Pasal 176
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pro rata", adalah pembayaran menurut besar-kecilnya piutang masing-masing.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sebagian" adalah bagian berapa pun.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 177
Cukup jelas
Pasal 178
Lihat Penjelasan Pasal 57 ayat (1).
Pasal 179 Cukup jelas
Pasal 180
Cukup jelas
Pasal 181
Cukup jelas
Pasal 182
Cukup jelas
Pasal 183
Cukup jelas
Pasal 184
Cukup jelas
Pasal 185
Cukup jelas
Pasal 186
Cukup jelas
Pasal 187
Cukup jelas
Pasal 188
Cukup jelas
Pasal 189
Cukup jelas
Pasal 190
Cukup jelas
Pasal 191
Cukup jelas
Pasal 192
Cukup jelas
Pasal 193
Cukup jelas
Pasal 194
Cukup jelas
Pasal 195
Cukup jelas
Pasal 196
Cukup jelas
Pasal 197
Cukup jelas
Pasal 198
Cukup jelas
Pasal 199
Cukup jelas
Pasal 200
Cukup jelas
Pasal 201
Cukup jelas
Pasal 202
Cukup jelas
Pasal 203
Cukup jelas
Pasal 204
Cukup jelas
Pasal 205
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dibuat dalam bentuk putusan yang dapat dilaksanakan" adalah ikhtisar berita acara rapat yang mempunyai titel eksekutorial.
Pasal 206
Cukup jelas
Pasal 207
Cukup jelas
Pasal 208
Cukup jelas
Pasal 209
Cukup jelas
Pasal 210
Cukup jelas
Pasal 211
Cukup jelas
Pasal 212
Cukup jelas
Pasal 213
Ayat (1)
Kewajiban menganti kepada harta pailit adalah sebesar pelunasan yang diper oleh Kreditor penerima peralihan piutang atas harta Debitor Pailit di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 214
Ayat (1)
Kewajiban mengganti kepada harta pailit adalah sebesar hasil perjumpaan utang yang diperoleh penerima peralihan utang atau piutang di luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 215
Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" pemulihan nama baik Debitor yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan Pengadilan yang berisi keterangan bahwa Debitor telah memenuhi kewajibannya.
Pasal 216
Yang dimaksud dengan "pembayaran secara memuaskan" adalah bahwa Kreditor yang diakui tidak akan mengajukan tagihan lagi terhadap Debitor, sekalipun mereka mungkin tidak menerima pembayaran atas seluruh tagihannya.
Pasal 217
Cukup jelas
Pasal 218
Cukup jelas
Pasal 219
Cukup jelas
Pasal 220
Cukup jelas
Pasal 222
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "Kreditor" adalah setiap Kreditor baik Kreditor konkuren maupun Kreditor yang didahulukan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 223
Lihat penjelasan Pasal 2 ayat (3).
Pasal 224
Dalam hal Debitor adalah termohon pailit maka Debitor tersebut dapat mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Dalam hal Debitor adalah perseroan terbatas maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atas prakarasanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan kuorum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan pailit.
Pasal 225
Cukup jelas
Pasal 226
Cukup jelas
Pasal 227
Cukup jelas
Pasal 228
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kuasa" dalam ayat ini bukanlah kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "Kreditor" adalah baik Kreditor konkuren, Kreditor Separatis, maupun Kreditor lainnya yang didahulukan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang berhak untuk menentukan apakah kepada Debitor akan diberikan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangtetap adalah Kreditor konkuren, sedangkan Pengadilan hanya berwenang menetapkannya berdasarkan persetujuan Kreditor konkuren.
Pasal 229
Cukup jelas
Pasal 230
Ayat (1)
Persetujuan terhadap rencana perdamaian harus dicapai paling lambat pada hari ke-270 (dua ratus tujuh puluh) sedangkan pengesahan perdamaian dapat diberikan sesudahnya.
Ayat (2)
Bagi Debitor, hal ini merupakan konsekuensi dari ketentuan pasal ini yang menentukan bahwa dalam hal permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap ditolak maka Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit.
Seimbang dengan hal tersebut maka apabila permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap dikabulkan, Kreditor yang tidak menyetujuinya juga tidak lagi dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
Pasal 231
Cukup jelas
Pasal 232
Cukup jelas
Pasal 233
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidang yang akan diperiksa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 234
Cukup jelas
Pasal 235
Cukup jelas
Pasal 236
Cukup jelas
Pasal 237
Cukup jelas
Pasal 238
Cukup jelas
Pasal 239
Cukup jelas
Pasal 240
Cukup jelas
Pasal 241
Yang dimaksudd engan "aktiva" adalah seluruh kekayaan Debitor, sedangkan "pasiva" adalah seluruh utang Debitor.
Pasal 242
Cukup jelas
Pasal 243
Cukup jelas
Pasal 244
Cukup jelas
Pasal 245
Cukup jelas
Pasal 246
Cukup jelas
Pasal 247
Cukup jelas
Pasal 248
Cukup jelas
Pasal 249
Cukup jelas
Pasal 250
Cukup jelas
Pasal 251
Cukup jelas
Pasal 252
Cukup jelas
Pasal 253
Cukup jelas
Pasal 254
Cukup jelas
Pasal 255
Cukup jelas
Pasal 256
Cukup jelas
Pasal 257
Cukup jelas
Pasal 258
Cukup jelas
Pasal 259
Cukup jelas
Pasal 260
Yang dimaksud dengan "penundaan kewajiban pembayaran utang berlangsung" adalah bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang belum berakhir.
Pasal 261
Cukup jelas
Pasal 262
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung sejak putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara yang pertama diucapkan.
Pasal 263
Cukup jelas
Pasal 264
Cukup jelas
Pasal 265
Cukup jelas
Pasal 266
Cukup jelas
Pasal 267
Cukup jelas
Pasal 268
Cukup jelas
Pasal 269
Ayat(1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kuasa" bukanlah kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 270
Cukup jelas
Pasal 271
Cukup jelas
Pasal 272
Cukup jelas
Pasal 273
Cukup jelas
Pasal 274
Cukup jelas
Pasal 275
Cukup jelas
Pasal 276
Cukup jelas
Pasal 277
Cukup jelas
Pasal 278
Cukup jelas
Pasal 279
Cukup jelas
Pasal 280
Cukup jelas
Pasal 281
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "nilai jaminan"adalah nilai jaminan yang dapat dipilih di antara nilai jaminan yang telah ditentukan dalam dokumen jaminan atau nilai objek jaminan yang ditentukan oleh penilai yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 282
Cukup jelas
Pasal 283
Cukup jelas
Pasal 284
Cukup jelas
Pasal 285
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "hak untuk menahan benda" dalam ketentuan ini adalah hak retensi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 286
Cukup jelas
Pasal 287
Cukup jelas
Pasal 288
Cukup jelas
Pasal 289
Cukup jelas
Pasal 290
Cukup jelas
Pasal 291
Cukup jelas
Pasal 292
Ketentuan dalam Pasal ini berarti bahwa putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta pailit Debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi.
Pasal 293
Cukup jelas
Pasal 294
Cukup jelas
Pasal 295
Cukup jelas
Pasal 296
Cukup jelas
Pasal 297
Cukup jelas
Pasal 298
Cukup jelas
Pasal 299
Cukup jelas
Pasal 300
Cukup jelas
Pasal 301
Cukup jelas
Pasal 302
Cukup jelas
Pasal 303
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka buat memuat klausula arbitrase.
Pasal 304
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan "belum diperiksa" adalah belum disidangkan.
Pasal 305
Cukup jelas
Pasal 306
Cukup jelas
Pasal 307
Cukup jelas
Pasal 308
Cukup jelas