
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 20082008
TENTANG
REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 42 ayat (3),
Pasal 44 ayat (3), dan
Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
MEMUTUSKAN:Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
2. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
3. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.
4. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
5. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
6. Hutan dan lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktivitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem DAS.
7. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
8. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan.
9. Penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan untuk mengembalikan fungsi lahan.
10. Pengayaan tanaman adalah kegiatan memperbanyak keragaman dengan cara pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal melalui penanaman pohon.
11. Pemeliharaan hutan adalah kegiatan untuk menjaga, mengamankan, dan meningkatkan kualitas tanaman hasil kegiatan reboisasi, penghijauan jenis tanaman, dan pengayaan tanaman.
12. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang selanjutnya disebut penggunaan kawasan hutan adalah penggunaan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkanm, antara lain, kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, instalasi air, dan kepentingan religi serta kepentingan pertahanan keamanan.
13. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan.
16. Menteri teknis adalah menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang energi dan sumber daya mineral.
17. Menteri terkait adalah menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang pertanian, lingkungan hidup, dan/atau dalam negeri.
Pasal 2Rehabilitasi dan reklamasi hutan merupakan bagian dari pengelolaan hutan.
Pasal 3Untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan reklamasi hutan ditetapkan pola umum, kriteria, dan standar rehabilitasi dan reklamasi hutan.
Pasal 4(1) Pola umum rehabilitasi dan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, memuat:
a. prinsip penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan
b. pendekatan penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
(2) Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem penganggaran yang berkesinambungan (multi years);
b. kejelasan kewenangan;
c. pemahaman sistem tenurial;
d. andil biaya (cost sharing);
e. penerapan sistem insentif;
f. pemberdayaan masyarakat dan kapasitas kelembagaan;
g. pendekatan partisipatif; dan
h. transparansi dan akuntabilitas.
(3) Pendekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi aspek:
a. politik;
b. sosial;
c. ekonomi;
d. ekosistem; dan
e. kelembagaan dan organisasi.
Pasal 5(1) Kriteria dan standar rehabilitasi dan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi aspek:
a. kawasan;
b. kelembagaan; dan
c. teknologi.
(2) Aspek kawasan meliputi kepastian penanganan kawasan yang ditentukan melalui analisis perencanaan berdasarkan ekosistem DAS, kejelasan status penguasaan lahan, dan berdasarkan fungsi kawasan.
(3) Aspek kelembagaan meliputi sumberdaya manusia yang kompeten, organisasi yang efektif menurut kerangka kewenangan masing-masing, dan tata hubungan kerja.
(4) Aspek teknologi meliputi penerapan teknologi yang ditentukan oleh kesesuaian lahan atau tapak setempat, tingkat partisipasi masyarakat, dan penyediaan input yang cukup.
Pasal 6Reklamasi hutan, selain menggunakan kriteria dan standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus menggunakan kriteria dan standar:
a. karakteristik lokasi kegiatan;
b. jenis kegiatan;
c. penataan lahan;
d. pengendalian erosi dan limbah;
e. revegetasi; dan
f. pengembangan sosial ekonomi.
Pasal 7Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan pola umum, kriteria, dan standar rehabilitasi dan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 6 diatur dengan peraturan Menteri.
BAB II
REHABILITASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8(1) Kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan.
(2) Kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
(3) Kegiatan rehabilitasi di luar kawasan hutan dilakukan di semua lahan kritis.
Pasal 9(1) Seluruh hutan, kawasan hutan, dan lahan kritis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) berada dalam beberapa wilayah DAS.
(2) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan menggunakan DAS sebagai unit pengelolaan.
(3) DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan wilayah DAS yang diprioritaskan.
Pasal 10(1) DAS yang diprioritaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kriteria paling sedikit memuat:
a. kondisi spesifik biofisik;
b. sosial ekonomi;
c. lahan kritis pada bagian hulu DAS; dan
d. wilayah hutan yang rentan perubahan iklim.
(2) DAS prioritas sebagaimana dimaksud ayat pada (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Pasal 11(1) Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui tahapan:
a. perencanaan; dan
b. pelaksanaan.
(1) Rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan pola umum, kriteria, dan standar rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Bagian Kedua
Perencanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 12Perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS);
b. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL); dan
c. Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL).
Paragraf 2
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan
dan Lahan Daerah Aliran Sungai
Pasal 13(1) RTkRHL-DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, untuk setiap wilayah pengelolaan DAS, disusun dan ditetapkan oleh Menteri.
(2) RTkRHL-DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengacu pada:
a. rencana kehutanan nasional;
b. rencana tata ruang; dan
c. rencana pengelolaan DAS terpadu dan rencana pengelolaan sumberdaya air.
(3) RTkRHL-DAS paling sedikit memuat:
a. rencana pemulihan hutan dan lahan;
b. pengendalian erosi dan sedimentasi;
c. pengembangan sumberdaya air; dan
d. kelembagaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RTkRHL-DAS diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pasal 14(1) Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, disusun berdasarkan:
a. RTkRHL-DAS;
b. wilayah administratif;
c. rencana pengelolaan hutan; dan
d. potensi sumberdaya yang tersedia, antara lain, tenaga, sarana prasarana, dan pendanaan.
(2) Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan terdiri atas:
a. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi di dalam kawasan hutan (RPRH); dan
b. Rencana Pengelolaan Rehabilitasi di lahan (RPRL).
Pasal 15(1) RPRH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a paling sedikit memuat kebijakan dan strategi, lokasi, jenis kegiatan, kelembagaan, pembiayaan, dan tata waktu.
(2) RPRH pada hutan produksi dan hutan lindung ditetapkan oleh bupati/walikota.
(3) RPRH pada hutan konservasi ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPRH diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 16(1) RPRL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat kebijakan dan strategi, lokasi, jenis kegiatan, kelembagaan, pembiayaan, dan tata waktu.
(2) RPRL ditetapkan oleh bupati/walikota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPRL diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pasal 17(1) Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c disusun berdasarkan RPRHL.
(2) RTnRHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rancangan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, detil lokasi dan volume kegiatan fisik, kebutuhan biaya, tata waktu, kelembagaan, pembinaan, pelatihan, pendampingan, penyuluhan, pemantauan, dan evaluasi.
Pasal 18(1) Rencana Tahunan Rehabilitasi di dalam kawasan hutan (RTnRH) yang telah dibebani hak atau izin disusun oleh pemegang hak atau pemegang izin.
(2) RTnRH yang belum dibebani hak atau izin disusun oleh Menteri.
Pasal 19Rencana Tahunan Rehabilitasi di lahan (RTnRL) ditetapkan oleh bupati/walikota.
Pasal 20Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RTnRHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 19 diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 21(1) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dilakukan di:
a. dalam kawasan hutan; dan/atau
b. lahan.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kegiatan pendukung rehabilitasi hutan dan lahan.
(3) Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan/atau pemegang hak atau izin.
Pasal 22(1) Rehabilitasi hutan dilaksanakan sesuai RTnRH.
(2) Rehabilitasi lahan dilaksanakan sesuai RTnRL.
Paragraf 2
Rehabilitasi Hutan
Pasal 23Rehabilitasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a diselenggarakan melalui kegiatan:
a. reboisasi;
b. pemeliharaan tanaman;
c. pengayaan tanaman; atau
d. penerapan teknik konservasi tanah.
Pasal 24(1) Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a dilakukan di dalam kawasan:
a. hutan lindung;
b. hutan produksi; atau
c. hutan konservasi.
(2) Reboisasi di dalam kawasan hutan lindung ditujukan untuk memulihkan fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
(3) Reboisasi di dalam kawasan hutan produksi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi.
(4) Reboisasi di dalam kawasan hutan konservasi ditujukan untuk pembinaan habitat dan peningkatan keanekaragaman hayati.
(5) Reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan persemaian/pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pengamanan, dan kegiatan pendukung.
Pasal 25(1) Pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dilaksanakan oleh:
a. Pemerintah untuk kawasan hutan konservasi;
b. pemerintah kabupaten/kota atau Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk kawasan hutan produksi dan hutan lindung;
c. pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk taman hutan raya sesuai dengan kewenangannya; atau
d. pemegang hak atau izin untuk kawasan hutan yang telah dibebani hak atau izin.
(2) Sumber dana untuk melakukan pemeliharaan dibebankan kepada:
a. Pemerintah untuk kawasan hutan konservasi;
b. pemerintah kabupaten/kota atau Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk kawasan hutan produksi dan hutan lindung;
c. pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk taman hutan raya sesuai dengan kewenangannya; atau
d. pemegang hak atau izin untuk kawasan hutan yang telah dibebani hak atau izin.
(3) Pemeliharaan tanaman pada hutan produksi dan hutan lindung didanai oleh Pemerintah dan dilaksanakan sejak tahun pertama sampai dengan tahun ketiga.
(4) Pemeliharaan tanaman pada hutan produksi dan hutan lindung setelah tahun ketiga diserahkan oleh Pemerintah kepada pemerintah kabupaten/kota atau Kesatuan Pengeloaan Hutan.
(5) Pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. perawatan; dan
b. pengendalian hama dan penyakit.
Pasal 26(1) Pengayaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hutan.
(2) Pengayaan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal dengan memperbanyak jumlah dan keragaman jenis tanaman.
(3) Pengayaan tanaman dilaksanakan pada hutan rawang, baik di hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi kecuali, pada cagar alam dan zona inti taman nasional.
(4) Pengayaan tanaman meliputi kegiatan persemaian/pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengamanan.
Pasal 27(1) Penerapan teknik konservasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d dilakukan secara sipil teknis.
(2) Selain teknik konservasi tanah secara sipil teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerapan teknik konservasi tanah dapat dilakukan melalui teknik kimiawi.
Paragraf 3
Rehabilitasi Lahan
Pasal 28Rehabilitasi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b diselenggarakan melalui kegiatan:
a. penghijauan;
b. pemeliharaan tanaman;
c. pengayaan tanaman; atau
d. penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.
Pasal 29(1) Penghijauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, dilakukan di luar kawasan hutan ditujukan untuk memulihkan dan meningkatkan produktivitas lahan yang kondisinya rusak agar dapat berfungsi secara optimal.
(1) Penghijauan dilakukan dengan cara membangun hutan hak, hutan kota, atau penghijauan lingkungan.
(2) Penghijauan meliputi kegiatan persemaian/pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengamanan.
Pasal 30(1) Pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota atau pemegang hak.
(2) Pemeliharaan.
(2) Pemeliharaan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. perawatan; dan
b. pengendalian hama dan penyakit.
Pasal 31(1) Pengayaan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan.
(2) Pengayaan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemanfaatan ruang tumbuh secara optimal dengan memperbanyak jumlah dan keragaman jenis tanaman.
(3) Pengayaan tanaman dilaksanakan pada hutan hak.
(4) Pengayaan tanaman meliputi kegiatan persemaian/pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengamanan.
Pasal 32(1) Penerapan teknik konservasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf d dilakukan secara:
a. vegetatif; dan/atau
b. sipil teknis.
(6) Selain secara vegetatif dan sipil teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerapan teknik konservasi tanah dapat dilakukan melalui teknik kimiawi.
Pasal 33Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 32 diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 4
Kegiatan Pendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pasal 34(1) Untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dilakukan kegiatan yang meliputi:
a. pengembangan perbenihan;
b. teknologi rehabilitasi hutan dan lahan;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan;
d. penyuluhan;
e. pelatihan;
f. pemberdayaan masyarakat;
g. pembinaan; dan/atau
h. pengawasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pendukung rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 5
Pelaksana Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pasal 35(1) Rehabilitasi hutan pada kawasan hutan konservasi dilaksanakan oleh Pemerintah kecuali taman hutan raya.
(2) Rehabilitasi hutan pada taman hutan raya dilaksanakan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Rehabilitasi hutan pada hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan harus:
a. menanam jenis tumbuhan asli setempat;
b. menanam tumbuhan yang sesuai keadaan habitat setempat; dan
c. menanam dengan berbagai jenis tanaman hutan.
Pasal 36(1) Rehabilitasi pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang hak pengelolaannya dilimpahkan kepada Badan Usaha Milik Negara, atau diberikan izin pemanfaatan hutan, atau izin penggunaan kawasan hutan dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin.
(2) Rehabilitasi pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang tidak dibebani hak atau izin dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3) Rehabilitasi pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan:
a. jenis tumbuhan yang ditanam harus sesuai dengan fungsi hidroorologis;
b. tumbuhan yang ditanam dapat bersifat monokultur atau campuran; dan
c. sejauh mungkin menghindari jenis tumbuhan eksotis atau jenis tumbuhan asing.
Pasal 37(1) Rehabilitasi hutan pada kawasan hutan yang dikelola oleh lembaga yang diberi hak pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus dilakukan oleh pengelola.
(2) Rehabilitasi pada kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat hukum adat sebagai hutan adat, dilaksanakan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pasal 38(1) Rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(2) Rehabilitasi lahan yang dibebani hak atas tanah, menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemegang hak.
Pasal 39(1) Pemegang hak atau pemegang izin dalam melaksanakan rehabilitasi hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 ayat (2) dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan dari Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan/atau lembaga swadaya masyarakat.
(2) Pendampingan, pelayanan, dan dukungan Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan tujuan perlindungan dan konservasi.
Pasal 40(1) Untuk kegiatan rehabilitasi yang telah berhasil maka Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dapat memberikan insentif, baik berupa kemudahan pelayanan maupun penghargaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 6
Pemanfaatan Hasil Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Pasal 41(1) Pemanfaatan hasil rehabilitasi hutan yang dibiayai oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemanfaatan hasil rehabilitasi hutan yang dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemanfaatan hasil rehabilitasi lahan dilaksanakan oleh pemegang hak atau pemegang izin.
(4) Pemanfaatan hasil rehabilitasi lahan yang dibiayai oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota diatur dengan peraturan Menteri.
BAB III
REKLAMASI HUTAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 42(1) Reklamasi hutan dilakukan pada lahan dan vegetasi hutan pada kawasan hutan yang telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah.
(2) Perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi akibat:
a. penggunaan kawasan hutan; atau
b. bencana alam.
Pasal 43(1) Reklamasi hutan meliputi kegiatan:
a. inventarisasi lokasi;
b. penetapan lokasi;
c. perencanaan; dan
d. pelaksanaan reklamasi.
(2) Reklamasi hutan dapat dilakukan pada kegiatan bekas pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon, instalasi air, kepentingan religi, kepentingan pertahanan keamanan, atau bencana alam.
(3) Dalam hal kegiatan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada kawasan bekas areal pertambangan, maka dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan pertambangan.
(4) Reklamasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemegang izin penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan.
Bagian Kedua
Inventarisasi Lokasi
Pasal 44(1) Inventarisasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a, merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi terhadap seluruh areal kawasan hutan yang akan terganggu dan/atau terganggu akibat penggunaan kawasan hutan.
(2) Inventarisasi lokasi dilakukan melalui survey untuk memperoleh data primer maupun pengumpulan data sekunder berupa data biofisik dan sosial ekonomi, serta rencana kerja penggunaan kawasan hutan.
(3) Kegiatan inventarisasi menghasilkan data numerik dan data spasial seluruh areal kawasan hutan yang akan terganggu dan/atau terganggu akibat penggunaan kawasan hutan.
Bagian Ketiga
Penetapan Lokasi Reklamasi Hutan
Pasal 45(1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf b, merupakan kegiatan pemilihan dan penunjukan lokasi yang terganggu sebagai akibat penggunaan kawasan hutan yang siap direklamasi.
(2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menganalisis dan mengevaluasi data spasial dan numerik hasil inventarisasi lokasi.
(3) Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi data spasial dan data numerik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan luas dan lokasi reklamasi.
Bagian Keempat
Perencanaan Reklamasi Hutan
Pasal 46(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menghasilkan rencana reklamasi hutan.
(2) Rencana reklamasi hutan disusun berdasarkan inventarisasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
(3) Rencana reklamasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang memuat:
a. kondisi kawasan hutan sebelum dan sesudah aktivitas;
b. rencana pembukaan kawasan hutan;
c. program reklamasi hutan;
d. rancangan teknis reklamasi;
e. tata waktu pelaksanaan;
f. rencana biaya; dan
g. peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi.
(4) Rencana reklamasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijabarkan lebih lanjut dalam rencana tahunan.
Pasal 47(1) Rencana reklamasi yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dilakukan penilaian oleh menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, dalam melakukan penilaian rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan Menteri.
(3) Menteri teknis, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menyetujui rencana reklamasi hutan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Reklamasi Hutan
Pasal 48(1) Pelaksanaan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf d dilakukan oleh pemegang izin penggunaan kawasan hutan berdasarkan rencana reklamasi yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3).
(2) Pengamanan hasil reklamasi hutan menjadi tanggung jawab pemegang izin penggunaan kawasan hutan.
Pasal 49(1) Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, pemegang izin penggunaan kawasan hutan wajib membayar dana jaminan reklamasi.
(2) Besarnya dana jaminan reklamasi diusulkan oleh pemegang izin dan ditetapkan oleh menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya setelah mendapat pertimbangan dari Menteri.
(3) Bentuk dana jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh pemegang izin penggunaan kawasan hutan dan harus mendapat persetujuan dari menteri teknis, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Ketentuan mengenai besaran, bentuk, tata cara penempatan, dan pencairan atau pelepasan dana jaminan reklamasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan
Pasal 50(1) Penilaian terhadap pelaksanaan reklamasi hutan dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan menteri teknis dan menteri yang membidangi pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria reklamasi hutan.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penentuan keberhasilan reklamasi hutan.
(4) Keberhasilan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menjadi salah satu unsur penilaian seluruh kewajiban dalam pengembalian kawasan hutan dari penggunaan kawasan hutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian keberhasilan reklamasi hutan diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Reklamasi Hutan Akibat Bencana Alam
Pasal 51(1) Reklamasi hutan akibat bencana alam dalam kawasan hutan dapat terjadi:
a. secara murni; atau
b. sebagai akibat kelalaian pemegang hak pengelolaan atau izin pemanfaatan hutan.
(2) Reklamasi hutan pada areal bencana alam dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
(3) Reklamasi hutan pada areal bencana alam secara murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
(4) Reklamasi hutan pada areal bencana alam sebagai akibat kelalaian pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan hutan dalam mengelola kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi tanggung jawab pemegang hak atau izin.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan fasilitasi dalam pelaksanaan reklamasi hutan yang dilakukan oleh pemegang hak pengelolaan dan/atau pemegang izin pemanfaatan hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman reklamasi hutan pada areal bencana alam diatur dengan peraturan Menteri.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 52(1) Kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan dilaksanakan dengan melibatkan peran serta masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat dalam rehabilitasi dan reklamasi hutan dapat dilakukan melalui konsultasi publik, kemitraan, dan penyampaian informasi.
BAB V
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 53(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan:
a. pembinaan;
b. pengendalian; dan
c. pengawasan.
(2) Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan, Menteri dalam melaksanakan kewenangannya melakukan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kebijakan gubernur dan bupati/walikota.
Bagian Kedua
Pembinaan dan Pengendalian
Pasal 54(1) Pembinaan meliputi pemberian:
a. pedoman;
b. bimbingan;
c. pelatihan;
d. arahan; dan/atau
e. supervisi.
(2) Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan terhadap penyelenggaraan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
(3) Pemberian bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditujukan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja.
(4) Pemberian pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan terhadap para pihak terkait.
(5) Pemberian arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup kegiatan penyusunan rencana, program, dan kegiatan yang bersifat nasional.
(6) Supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan terhadap pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
Pasal 55(1) Pengendalian meliputi kegiatan:
a. monitoring;
b. evaluasi;
c. pelaporan; dan
d. tindak lanjut.
(2) Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
(3) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan yang dilakukan secara periodik.
(4) Kegiatan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk menyelarasakan pencapaian kinerja yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran.
(5) Kegiatan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi guna penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan secara periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 56(1) Hasil pengendalian yang dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ditindaklanjuti oleh pelaksana rehabilitasi dan reklamasi hutan.
(2) Pelaksana rehabilitasi dan reklamasi hutan melaporkan pelaksanaan hasil pengendalian kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota.
Pasal 57Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 56 diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 58Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf c diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 59(1) Pemegang hak atau izin yang tidak melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), serta pemegang izin penggunaan kawasan hutan yang tidak melaksanakan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), dikenai sanksi berupa:
a. teguran, dan/atau
b. pembatalan.
(1) Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menyangkut peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang menyangkut izin pemanfaatan hutan dan/atau izin pinjam pakai penggunaan kawasan hutan diterbitkan oleh pemberi izin sesuai dengan kewenangannya.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 60(1) Rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilaksanakan dalam bentuk Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, atau program rehabilitasi hutan dan lahan yang lain tetap berlaku, dan untuk pelaksanaan selanjutnya harus disesuaikan dengan peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal RTkRHL-DAS belum tersusun, maka RTkRHL-DAS yang ada dalam bentuk Rencana Rehabilitasi Lima Tahun, dianggap sebagai RTkRHL-DAS.
(3) Dalam hal RPRHL belum tersusun, maka RTnRHL dapat mengacu kepada Rencana Rehabilitasi Lima Tahun.
(4) Hasil reklamasi yang telah dinilai dan diterima oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya peraturan Pemerintah ini, dinyatakan sah dan berlaku.
(5) Hasil reklamasi yang belum dinilai atau telah dinilai tetapi belum diterima Pemerintah, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. Penyusunan RTkRHL-DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus sudah selesai paling lama 1 (satu) tahun; dan
b. Penyusunan RPRHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 harus sudah selesai paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 62Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Desember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ANDI MATTALATTA