Teks tidak dalam format asli.
Kembali


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI

No. 4379YUDIKATIF. KEHAKIMAN. HUKUM. PERADILAN. Peradilan Umum. Pengadilan Tinggi. Pengadilan Negeri. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34)

PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG
PERADILAN UMUM


I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga membawa konsekuensi perlunya pembentukan atau perubahan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman. Pembentukan atau perubahan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan dalam usaha memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman yang telah dilakukan adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan–ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Sehubungan dengan hal tersebut telah diubah pula Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum merupakan salah satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung perlu pula dilakukan perubahan. Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum telah meletakkan dasar kebijakan bahwa segala urusan mengenai peradilan umum, baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Kebijakan tersebut bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum antara lain sebagai berikut:
1. syarat untuk menjadi hakim dalam pengadilan di lingkungan peradilan umum;
2. batas umur pengangkatan hakim dan pemberhentian hakim;
3. pengaturan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;
4. pengaturan pengawasan terhadap hakim.
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum pada dasarnya untuk menyesuaikan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1
Pasal 2
Di samping peradilan umum yang berlaku bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, pelaku kekuasaan kehakiman lain yang merupakan peradilan khusus bagi golongan rakyat tertentu yaitu peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Yang dimaksud dengan "rakyat pencari keadilan" adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia.

Angka 2
Pasal 4
Ayat (1)
Pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan negeri berada di ibukota Kabupaten/Kota, yang daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pengecualian.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 3
Pasal 5
Cukup jelas.

Angka 4
Pasal 7
Cukup jelas.

Angka 5
Pasal 12
Cukup jelas.

Angka 6
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengawasan umum" adalah meliputi pengawasan melekat (built-in control) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 7
Pasal 14
Cukup jelas.

Angka 8
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "lulus eksaminasi" dalam ketentuan ini adalah penilaian yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap putusan yang dijatuhkan oleh hakim yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 9
Pasal 16
Cukup jelas.

Angka 10
Pasal 17
Cukup jelas.

Angka 11
Pasal 18
Cukup jelas.

Angka 12
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Pemberhentian dengan hormat Hakim Pengadilan atas permintaan sendiri mencakup pengertian pengunduran diri dengan alasan hakim yang bersangkutan tidak berhasil menegakkan hukum dalam lingkungan rumah tangganya sendiri. Pada hakekatnya situasi, kondisi, suasana, dan keteraturan hidup rumah tangga setiap Hakim Pengadilan merupakan salah satu faktor yang penting peranannya dalam usaha membantu meningkatkan citra dan wibawa seorang Hakim.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "sakit jasmani atau rohani terus menerus" adalah sakit yang menyebabkan yang bersangkutan ternyata tidak mampu lagi melakukan tugas kewajibannya dengan baik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "tidak cakap" ialah misalnya yang bersangkutan banyak melakukan kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Angka 13
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "tindak pidana kejahatan" adalah tindak pidana yang ancaman pidananya paling singkat 1 (satu) tahun.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah apabila hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat hakim.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaannya" adalah semua tugas yang dibebankan kepada yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan, yang bersangkutan tidak diberi kesempatan untuk membela diri.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Angka 14
Pasal 21
Cukup jelas.

Angka 15
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Pemberhentian sementara dalam ketentuan ini terhitung sejak tanggal ditetapkan keputusan pemberhentian sementara.

Angka 16
Pasal 26
Cukup jelas.

Angka 17
Pasal 28
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "sarjana muda hukum" termasuk mereka yang telah mencapai tingkat pendidikan hukum sederajat dengan sarjana muda dan dianggap cakap untuk jabatan itu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Angka 18
Pasal 29
Cukup jelas.

Angka 19
Pasal 30
Cukup jelas.

Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas.

Angka 21
Pasal 32
Cukup jelas.

Angka 22
Pasal 33
Cukup jelas.

Angka 23
Pasal 34
Cukup jelas.

Angka 24
Pasal 35
Cukup jelas.

Angka 25
Pasal 36
Ketentuan ini berlaku juga bagi Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.

Angka 26
Pasal 37
Cukup jelas.

Angka 27
Pasal 38
Cukup jelas.

Angka 28
Pasal 40
Cukup jelas.

Angka 29
Pasal 41
Cukup jelas.

Angka 30
Pasal 42
Cukup jelas.

Angka 31
Pasal 43
Cukup jelas.

Angka 32
Pasal 46
Cukup jelas.

Angka 33
Pasal 48
Cukup jelas.

Angka 34
Pasal 49
Cukup jelas.

Angka 35
Pasal 54
Cukup jelas.

Angka 36
Pasal 57
Cukup jelas.

Angka 37
Pasal 67
Cukup jelas.

Angka 38
Pasal 69A
Cukup jelas.

Angka 39
Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.

ke atas

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id || www.djpp.info || Kembali